Pertanyaan Raven tersebut membuat Vivian langsung mendengus, “Jangan macam-macam, aku bisa ke toilet sendiri.”
Bukannya diam atau merasa tersinggung karena nada bicara Vivian yang terdengar kasar, Raven justru menjawab dengan santai. “Kamu yakin tidak ingin aku temani? Apa kamu tahu sekitar restoran ini?”Rasa kesal pun semakin membakar hati Vivian. “Aku bukan orang jompo, aku bisa mencari tempatnya sendiri. Sekarang tolong jangan memperhatikanku, silakan kamu menemani nona Nora di sini,” ucap Vivian dengan penuh penekanan di setiap suku katanya.“Apa kamu cemburu?” tanya Raven tiba-tiba sembari menunjukkan senyum hangat di wajahnya.Vivian pun langsung membuka mulutnya lebar, ia tak bisa berkata-kata mendengar ucapan laki-laki di hadapannya itu. Akhirnya tanpa mengatakan apa pun, Vivian memilih untuk segera meninggalkan meja tersebut.“Dia memang lucu,” gumam Raven sembari terus menatap ke arah Vivian yang melangkah semakin ja“Aku juga tidak tahu,” jawab Vivian dengan nada kasar. Vivian dan Nora pun terus memperhatikan Raven yang saat ini sedang duduk di bangku tempat mereka memesan makanan tadi dengan beberapa orang yang saat ini sedang menodongkan pisau di lehernya.“Apa kita harus ke sana Vi?” tanya Nora sembari menatap ke arah sekitar dan melihat para pengunjung restoran yang saat ini sedang berdiri di sudut lain ruangan tersebut dengan ekspresi wajah tertekan.“Kalau kamu mau menarik perhatian Raven maka kamu harus berani menyelamatkan dia, mengerti?” saran Vivian karena ia mengingat dari tadi Nora terus menanyakan tentang hal-hal yang bisa perhatian Raven.Sontak saja Nora tersentak mendengar hal itu. Apa yang Vivian katakan memang masuk akal, jika dirinya menyelamatkan Raven maka otomatis Raven akan berhutang budi padanya dan itu jelas akan menarik perhatian laki-laki yang diincarnya tersebut.Tapi sisi lain otaknya memikirkan tentang kemungk
Kursi tersebut menghantam kaca restoran yang berada tak jauh dari tempat Raven duduk. Dan langsung saja semua orang berteriak karena terkejut melihat hal itu, kecuali Raven dan orang-orangnya. Bahkan, Nora yang sempat mundur kini langsung berjongkok karena ketakutan.Sesaat kemudian, terdengar suara tepukan keras berjeda sebanyak tiga kali. Tepukan tersebut langsung membuat Vivian dan ketiga orang tersebut menghentikan gerakan mereka dan kemudian menoleh ke arah orang tersebut.“Bagus,” ucap Raven sembari menatap ke arah Vivian dengan sebuah senyum tipis melengkapinya.Tentu saja hal ini membuat Vivian semakin kesal. Ia pun dengan cepat berlari ke arah laki-laki yang merupakan sumber semua masalahnya hari ini.Raven yang tahu dengan jelas apa yang ingin Vivian lakukan pun dengan cepat mengangkat tangannya. Dan ketika Vivian hampir sampai, ia pun dengan tenang memegangi kepala wanita yang menghajar anak buahnya itu dengan sat
“kenapa?” tanya laki-laki di belakang mereka berdua tersebut sembari berjalan ke depan mereka.Langsung saja Yana berdiri dari bangku yang sempat didudukinya, begitu juga dengan Vivian yang kemudian juga ikut berdiri. “Selamat siang, Tuan,” sapa Yana terlebih dulu, baru setelah itu Vivian mengikutinya.“Ya,” sahut Raven dengan tenang.“Apa kamu sudah selesai makan siang?” tanya Raven sembari melirik tajam ke arah Yana.Yana pun terkejut ketika mendapat lirikan seperti itu, tapi ia tak tahu pasti apa sebenarnya maksud tatapan tersebut. “Sa-sa-saya saya sudah makan, Tuan,” jawabnya sambil menundukkan wajahnya.“Apa kamu tidak ingin makan lagi?” tanya Raven kembali dengan nada dingin.Yana tentu saja sangat terkejut mendengar kalimat tanya yang penuh tekanan tersebut. Dan di saat yang sama, akhirnya ia pun sadar dengan maksud pertanyaan-pertanyaan tersebut. “Iya-iya Tuan, iya saya lapar lagi,” jawabnya yang kemudian seg
Setelah berbicara beberapa hal, akhirnya Vivian dan Yella pun meninggalkan Raven dan Nora dengan alasan ingin berkeliling gedung tersebut. Sementara itu, pada akhirnya Raven dan Nora pun masuk ke dalam ruangan Raven yang ada di dekat mereka.“Tolong bicara intinya saja,” pinta Raven ketika dirinya dan Nora baru saja duduk di sofa yang ada di dalam ruangan tersebut.“Apa kamu tidak ingin tahu kenapa aku bisa sampai di sini bersama dengan Nona Yella, Tuan Raven?” tanya Nora dengan tenang.Langsung saja Raven menarik sebelah garis bibirnya. “Aku tidak bodoh, aku tahu kamu dikirim oleh Ibuku, bukan?”“Tepat,” jawab Nora dengan ringan. “Jadi kamu pasti tahu apa yang diinginkan beliau, dia—““Jadi kamu pikir aku takut dan akan menuruti apa pun yang diinginkan olehnya?” tanya Raven dengan nada mengejek. “Sungguh naif,” komentarnya.Nora pun mengepalkan tangannya mendengar hal tersebut. Ia sadar, ia sudah salah strategi saat
Malam harinya. Waktu berlalu dengan cepat dan dengan berbagai alasan dari Yella, akhirnya Vivian pun pulang ke rumah Raven. ‘kenapa aku harus kembali ke rumah ini lagi,’ gerutu Vivian di dalam hati sembari melangkahkan kaki melewati pintu utama rumah tersebut.“Vi, apa boleh aku menginap di rumah ini nanti malam?” tanya Yella sembari menoleh ke arah Vivian.Vivian kemudian berganti melirik ke arah Raven, tetapi ia sadar apa yang bisa ia harapkan dari laki-laki yang terlihat sangat ingin menjerat dirinya itu.‘Baiklah, pada akhirnya aku terpaksa mengatakan ini,’ batin Vivian mengambil keputusan.“Kamu tentu saja bisa menginap di sini, Ye. Tetapi maaf, aku tidak bisa menemani kamu di sini nanti malam,” ujar Vivian dengan tegas sembari menatap mata Yella dengan yakin.“Apa maksud kamu?” tanya Yella dengan ekspresi aneh di wajahnya.“Aku dan Raven sudah berpisah,” beber Vivian dengan tena
“kamu akan apa?” tanya Vivian yang semakin penasaran dengan kelanjutan kalimat Jessi.Akhirnya sekali lagi Jessi menghela napas panjang sebelum akhirnya mengatakan semuanya. “Samuel melamarku,” jawab Jessi dengan singkat.Seketika mata Vivian membulat mendengar hal itu. “Samuel siapa?”Jessi pun langsung menoleh ke arah lain dengan wajah yang memerah. “Tentu saja Samuel yang biasanya,” jawabnya dengan wajah yang kembali bersemu.“Samuel pengantar paket?” tanya Vivian yang ingin memperjelas semuanya.“Tentu saja dia, siapa lagi kalau bukan dia. Aku kan hanya mengenal sedikit laki-laki, tidak seperti kamu,” jawab Jessi sembari mengerucutkan bibirnya, Namun dengan wajah merona, tentu saja Vivian tahu kalau sahabatnya tersebut sedang malu-malu.Seketika Vivian langsung terkekeh melihat tingkah sahabatnya tersebut. “Oke, jadi tolong katakan sejak kapan kalian punya hubungan? Dan kenapa kamu tidak pernah memberitahuku?” t
Keesokkan harinya. Sejak pagi Vivian sudah sampai di kantor. Ia terus memeriksa semua buku, serta berkas-berkas yang tersusun rapi di lemari yang ada di dekat meja kerja Raven. Ya, seperti yang Raven katakan sebelumnya, Vivian diizinkan berusaha mencari benda yang diinginkannya selama itu tidak dilakukan di depan Raven dan tidak diketahui oleh Raven.Bahkan, selama satu minggu Raven tidak ada di kantor, Vivian memeriksa seluruh isi ruangan Raven tersebut. Ia pun terus berusaha mencari informasi dengan samar-samar tentang ruangan yang mungkin saja bisa menjadi tempat yang dikatakan sebagai brangkas perhiasan oleh Yana waktu itu. “Kenapa tetap tidak ada,” geram Vivian yang merasa sangat kesal karena tak juga menemukan petunjuk apa pun padahal sepertinya ia sudah mencari di seluruh ruangan Raven tersebut.Hingga tanpa sengaja ia menyenggol sebuah vas kecil dan membuat benda tersebut menghantam lantai sebelum akhirnya
“Ada apa?” tanya Raven sembari melapaskan pelukannya dan kemudian mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang baru saja datang tersebut.Wanita berpakaian cukup terbuka tersebut pun berlenggak-lenggok ke arah Raven dengan tenang. “Itu Tuan, saya datang ke sini untuk melapor,” ujarnya dengan lembut.“Ya,” sahut Raven dengan tenang dan kemudian melangkah kembali ke tempat duduknya.‘Cih, dia ternyata sama saja seperti laki-laki lainnya,’ batin Vivian sembari membetulkan pakaiannya.“Cher, mulai besok kamu akan membantu setiap tugas Vivian, apa kamu paham?” Mendengar hal itu, wanita bernama Cheri yang saat ini tepat di samping Vivian pun langsung menggeser posisi tubuhnya agar bisa tepat menghadap Vivian. “Kenalkan namaku Cherry,” ucapnya sembari mengulurkan tangannya, meminta berjabat tangan.Vivian pun langsung membalas senyuman tersebut dengan canggung. “Aku Heta,” ujarnya sembari menjabat tangan wanita berparas mi