Share

First Kiss

Author: venus_moon
last update Last Updated: 2023-06-23 11:42:45

"Boleh aku menciummu?" Haikal bertanya sambil menatap Sheryl tanpa kedip.

Gadis itu tampak terkejut tapi detik berikutnya dia mengangguk malu. Haikal memegang sisi wajahnya dan memaksanya sedikit menengadah, lalu dikecupnya bibir mungil itu sejenak.

Ini adalah ciuman pertama mereka sekaligus sebuah perkenalan. Jadi, Haikal tidak perlu tergesa-gesa dan dia harus melakukannya dengan lembut.

Manis, wangi dan lembut.

Sebuah kesan pertama yang menyenangkan Haikal dapatkan dari gadis itu. Kemudian dia mengulangi ciumannya sekali lagi. Kali ini lebih dalam dan kuat dibandingkan sebelumnya.

Haikal sadar bahwa dia adalah seorang laki-laki picik yang tega menjebak gadis polos ini. Tapi sungguh, dia ingin sekali memiliki Sheryl untuk dirinya sendiri. Dia telah terpesona pada tatap sendu gadis itu. Dia jatuh cinta pada senyumnya yang tulus dan manis.

Saat pertama kali melihat Sheryl di rumah sakit pasca kecelakaan tragis itu, Haikal telah bertekad untuk mendapatkan gadis ini. Ada sebuah perasaan kuat yang mendorongnya untuk melakukan sebuah hal nekat demi mencapai keinginannya.

"Mas..." Sheryl terengah setelah tautan bibir mereka terlepas.

"Berikan lagi bibirmu padaku," ujar Haikal.

Sebenarnya Sheryl tidak menjauh darinya, apalagi memberikan penolakan. Tapi Haikal lebih suka melihat gadis itu menyerahkan diri padanya.

Ketika dilihatnya Sheryl memejamkan mata dengan bibir sedikit terbuka, maka Haikal mengulang ciumannya kembali. Dia telah menemukan candunya.

Haikal memiringkan kepalanya untuk menikmati bibir Sheryl dari arah lain dan dia tetap menyukainya. Ciuman itu berlangsung cukup lama sebelum akhirnya dia memahami situasi dan melepaskan bibir manis itu dengan berat hati.

"Mau berdansa denganku?" tanya Haikal sedikit berbisik.

"Aku tidak bisa berdansa," jawab Sheryl.

"Ikuti saja gerakanku," ujar Haikal.

Pegawai restoran memutar musik lembut dan mereka bergerak pelan. Tangan Haikal melingkari pinggang Sheryl sementara gadis itu memegang bahu Haikal dengan posisi tubuh sedikit merapat.

"Kamu cantik," bisik Haikal di telinga Sheryl.

"Thanks," balas Sheryl tak kalah pelan.

Setelah berdansa, mereka kemudian kembali ke meja. Mereka tidak melanjutkan makan lagi, hanya minuman dan menikmati desert saja. Setelah itu mereka pulang ke rumah.

Sepanjang perjalanan pulang, Sheryl memandangi cincin berlian yang tersemat di jari manisnya. Cantik dan berkilau dengan indah. Seharusnya Sheryl bahagia karena dilamar oleh laki-laki tampan dan kaya raya. Tapi perasaannya justru biasa-biasa saja.

Aneh sekali.

"Kau menyukai cincinnya," ucap Haikal.

"Iya," jawab Sheryl pelan.

Haikal tersenyum miring melihat ekspresi wajah Sheryl yang berbanding terbalik dengan jawabannya. Haikal tahu bahwa Sheryl sebenarnya tidak begitu senang, Haikal memilih untuk menutup mata. Baginya, Sheryl sudah nenyerahkan diri padanya dan itu sudah cukup.

Persetan dengan perasaan gadis itu. Haikal tidak akan repot-repot memikirkan apakah Sheryl benar-benar senang atau hanya sekedar berpura-pura.

Haikal menaikkan kaca gelap yang menjadi pembatas agar supir tidak bisa melihat ke belakang. Kemudian laki-laki itu kembali mencium bibir Sheryl.

Sheryl pasrah saja dan menerima perlakuan Haikal tanpa perlawanan. Bahkan ketika laki-laki itu meremas pinggangnya, Sheryl hanya bisa memejamkan mata.

Saat sampai di rumah, Sheryl mengikuti langkah Haikal memasuki kamar yang akan mereka tempati malam ini. Ada rasa canggung tapi Sheryl mengabaikan perasaan itu dan mencoba bersikap biasa saja.

"Buang baju-baju lusuhmu yang ada di koper itu karena lemari pakaianmu sudah terisi penuh. Mulai sekarang kamu harus memanjakan mataku dengan penampilan terbaikmu," ujar Haikal. Diabaikannya tatapan Sheryl yang protes karena merasa tersinggung.

Selanjutnya, pakaian Sheryl yang dianggap lusuh itu benar-benar dibuang oleh pelayan rumah mereka. Sekarang Sheryl harus mengenakan apa yang sudah tersedia di dalam lemari pakaiannya.

Piyama satin yang dikenakan Sheryl terasa halus di kulitnya, tapi juga memperjelas lekuk tubuhnya. Saat Haikal memandanginya dengan lekat, Sheryl merasa dirinya seperti ditelanjangi.

"Kemarilah!" pinta Haikal sambil menepuk pahanya. Ketika Sheryl tak kunjung paham apa maksudnya, Haikal kembali bersuara. "Duduk di pangkuanku, Sheryl."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Atut Widyastuti
mudah2an Haikal bener2 bisa menyaingi Sherly iaa,,,dan Sherly bisa membuka hatinya ...️
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jebakan Sang Milyarder   Memendam Luka

    "Mami tidak setuju dengan rencanamu menikahi gadis itu." Nyonya Marissa menatap putranya dengan sorot angkuh. Seolah ucapannya barusan akan memberi pengaruh begitu besar. "Oh, ya?" Haikal menatap Maminya sekilas. Dia berdecak samar, lalu kembali berkata, "Sayangnya aku tidak butuh persetujuan Mami. Jadi, simpan saja pendapat itu untuk Mami sendiri.""Kal..." Wanita paruh baya itu menatap putranya dengan sorot mata kecewa. Dia tidak menyangka kalimat pedas itu akan meluncur dari putranya. "Kamu nggak mau memikirkan Mami sedikitpun?""Kenapa aku harus memikirkan Mami disaat Mami hanya memikirkan diri sendiri?" Haikal balas bertanya dengan kalimat lebih menohok. "Mami akan menganggapmu sebagai anak durhaka yang membangkang jika tetap menikahi gadis itu," tegas Nyonya Marisa lagi. Haikal menggedikkan bahunya sekilas. "Bukannya sudah lama Mami menyematkan gelar kehormatan seperti itu untukku? Di mata Mami, aku adalah anak durhaka, pembangkang, tidak bisa diatur, pokoknya aku tuh... jaha

  • Jebakan Sang Milyarder   Pertemuan Pertama dengan Calon Mertua

    Malam ini adalah malam pertama Sheryl tidur bernagi ranjang dengan laki-laki asing. Awalnya dia gugup sekali tapi saat melihat sikap Haikal yang tenang, perasaan takut itu berangsur hilang. Sheryl pikir laki-laki itu akan memaksakan kehendak dan menyentuhnya sesuka hati. Mengingat sepanjang malam tadi Haikal senang sekali melakukan kontak fisik dengannya. Berkali-kali pula bibir Sheryl menjadi sasaran laki-laki itu. Saat ini Haikal justru sedang membaca buku sambil bersandar pada headboard ranjang. Dia bilang bahwa membaca adalah kebiasaannya sebelum tidur. "Besok kita akan bertemu dengan kedua orang tuaku" ujar Haikal. "Aku akan mengenalkanmu sebagai calon istriku pada mereka.""Apa yang harus kupersiapkan?" tanya Sheryl. "Tidak ada," jawab Haikal. Sheryl mengangguk setuju sembari mengulas senyum manis. Jujur saja, Sheryl tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajahnya saat bertemu dengan kedua orang tua Haikal nanti. Mereka adalah sosok yang menyebabkan kedua orang tuanya me

  • Jebakan Sang Milyarder   First Kiss

    "Boleh aku menciummu?" Haikal bertanya sambil menatap Sheryl tanpa kedip. Gadis itu tampak terkejut tapi detik berikutnya dia mengangguk malu. Haikal memegang sisi wajahnya dan memaksanya sedikit menengadah, lalu dikecupnya bibir mungil itu sejenak. Ini adalah ciuman pertama mereka sekaligus sebuah perkenalan. Jadi, Haikal tidak perlu tergesa-gesa dan dia harus melakukannya dengan lembut. Manis, wangi dan lembut. Sebuah kesan pertama yang menyenangkan Haikal dapatkan dari gadis itu. Kemudian dia mengulangi ciumannya sekali lagi. Kali ini lebih dalam dan kuat dibandingkan sebelumnya. Haikal sadar bahwa dia adalah seorang laki-laki picik yang tega menjebak gadis polos ini. Tapi sungguh, dia ingin sekali memiliki Sheryl untuk dirinya sendiri. Dia telah terpesona pada tatap sendu gadis itu. Dia jatuh cinta pada senyumnya yang tulus dan manis. Saat pertama kali melihat Sheryl di rumah sakit pasca kecelakaan tragis itu, Haikal telah bertekad untuk mendapatkan gadis ini. Ada sebuah per

  • Jebakan Sang Milyarder   Dusta di Balik Senyuman

    Untuk pertama kalinya Sheryl berpisah dengan Anindya setelah kedua orang tuanya meninggal. Mereka berdua tidak lagi menempati kamar kost sempit yang pengap. Sheryl dibawa oleh Haikal ke sebuah rumah mewah yang ada di kawasan elit. Sedangkan Anindya tinggal di kost barunya yang luas dan memiliki fasilitas lengkap. Sheryl mengembuskan napas berat bersamaan dengan rasa sesak di dalam dadanya. Dia merasakan sebuah kesedihan atas perpisahan itu. Tapi ketika mengingat kembali tujuannya, Sheryl langsung menepis segala rasa sendu yang hadir di dalam dadanya. "Bagaimana, kamu suka rumah ini?" tanya Haikal pada Sheryl. "Rumahmu bagus, Mas," puji Sheryl sambil tersenyum. Dia harus memperlihatkan rasa antusiasnya terhadap apa yang diberikan oleh Haikal padanya. "Rumah ini akan menjadi rumahmu juga, Sheryl. Kuharap kamu tidak merasa canggung saat berada di sini. Jika ada yang kurang, katakan saja padaku. Nanti akan kupenuhi semua permintaanmu," ujar Haikal. "Terima kasih, tapi sekarang rasany

  • Jebakan Sang Milyarder   Keputusan Besar

    “Kakak bekerja biar kamu tetap kuliah, tapi kamu malah melakukan pekerjaan seperti ini dan melupakan kewajibanmu!” teriak Sheryl lagi. Rasa marah dan kecewa bercampur menjadi satu, lalu yang tersisa hanya tangisan pilu. Untuk pertama kalinya Sheryl merasa gagal sebagai Kakak. Apa yang dilakukannya selama ini menjadi tidak berarti. Anindya tidak mengelak sama sekali. Dia ikut menangis sambil menyesali keadaan. “Aku nggak kuat hidup begini, Kak. Aku ingin seperti dulu saat Ayah dan Ibu masih ada. Aku ingin kita hidup nyaman dan makan sepuasnya!” seru Anindya kemudian. “Kalau kamu ingin mengubah hidup kita, seharusnya kamu tetap kuliah dan belajar dengan rajin! Bukannya malah bekerja jadi caddy di tempat golf begini!” “Aku ingin jadi dokter, Kak. Itu cita-citaku sejak dulu! Tapi sekarang segalanya menjadi terasa begitu sulit. Jangankan untuk membayar uang kuliahku yang jumlahnya jutaan, untuk makan saja kita harus berhemat mati-matian!” Sheryl menangkupkan tangannya ke wajah demi m

  • Jebakan Sang Milyarder   Kenyataan yang Membuat Kecewa

    “Percuma kuliah tinggi-tinggi, eh … ujung-ujungnya jadi pelayan kafe,” ujar Renita menyindir Sheryl. Saat ini Sheryl bekerja di sebuah kafe demi menyanbung hidup. Dia tidak mungkin terus menerus berdiam diri menunggu panggilan kerja sementara kebutuhan terus mendesak. “Iya, nih. Nggak ada bedanya sama gue yang lulusan SMA dan kerja ngelap meja,” timpal Yeni. Sheryl yang mendengarkan sindiran itu memilih untuk cuek dan menutup telinga rapat-rapat. Dia bekerja seperti ini bukan karena keinginannya sendiri, tapi karena dipaksa oleh keadaan. Setiap hari Sheryl akan mengecek email dan memeriksa apakah ada panggilan wawancara untuknya. Dia menghela napas setiap kali harapannya tidak terkabul. Sekarang yang perlu dilakukannya adalah bekerja dengan baik lalu menerima gaji. Tidak dipedulikannya sindiran dari orang-orang sirik seperti itu. “Kalian jangan ngerumpi aja, kerja yang benar sana!” seru Nata pada dua orang perempuan yang berdiri di dekat meja kasir. “Lihat Sheryl, tuh. Walaupun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status