Share

BAB 9

Author: Simplyree
last update Last Updated: 2025-05-15 12:18:31

Evan dan Ivy berjalan bersama menuju kamar yang telah dipesan orang tua mereka. Saat Evan membuka kunci, ia tertegun melihat kondisi di dalamnya. Ivy, yang berdiri di belakangnya, juga dibuat bingung karena Evan belum segera melangkah masuk dan hanya terpaku di ambang pintu.

“Kenapa enggak masuk ke dalam?” tanya Ivy penasaran dan bingung.

“Eh, nggak,” Evan menjawab gugup, suaranya terputus-putus.

Akhirnya, Evan melangkah masuk, diikuti Ivy. Seketika, Ivy tertegun melihat pemandangan di dalam kamar.

Seprai katun sutra berwarna gading terbentang rapi di atas kasur berkanopi, dihiasi taburan kelopak mawar merah muda yang membentuk inisial “E & I” di tengahnya.

Di atas sofa, berbagai kado pernikahan tertata rapi, hadiah dari keluarga mereka. Di sudut lain, lampu-lampu lilin aroma terapi beraroma vanilla dan melati tersusun di atas nampan perak. Setiap detail di kamar ini terasa dipersiapkan khusus untuk mereka. Suasana romantis dan intim menyelimuti tiap sudut, seolah merayakan pern
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 10

    Suara adzan subuh yang berasal dari ponselnya berhasil membangunkan Ivy dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan, mencoba mencerna keadaan. Namun seketika tubuhnya menegang saat menyadari sesuatu—ia terbangun dengan posisi memeluk Evan. Jantungnya langsung berdegup kencang. Panik dan bingung bercampur jadi satu. Dengan cepat, Ivy melepaskan pelukannya dan duduk. Tatapannya langsung tertuju ke arah pakaiannya sendiri. Ia meraba-raba pakaiannya, memastikan semuanya masih utuh dan tidak ada yang berubah dari semalam. Rasa cemas membuncah dalam dirinya, apakah semalam mereka melakukan sesuatu yang tidak seharusnya? Namun setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, Ivy menghela napas lega. Pakaiannya masih lengkap. Gerak-geriknya membangunkan Evan, yang membuka matanya perlahan dengan dahi berkerut. "Ada apa sih?" tanya Evan dengan suara serak dan masih diliputi kantuk. Tanpa menjawab, Ivy langsung bangkit dari ranjang dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Ia butuh mene

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 9

    Evan dan Ivy berjalan bersama menuju kamar yang telah dipesan orang tua mereka. Saat Evan membuka kunci, ia tertegun melihat kondisi di dalamnya. Ivy, yang berdiri di belakangnya, juga dibuat bingung karena Evan belum segera melangkah masuk dan hanya terpaku di ambang pintu. “Kenapa enggak masuk ke dalam?” tanya Ivy penasaran dan bingung. “Eh, nggak,” Evan menjawab gugup, suaranya terputus-putus. Akhirnya, Evan melangkah masuk, diikuti Ivy. Seketika, Ivy tertegun melihat pemandangan di dalam kamar. Seprai katun sutra berwarna gading terbentang rapi di atas kasur berkanopi, dihiasi taburan kelopak mawar merah muda yang membentuk inisial “E & I” di tengahnya. Di atas sofa, berbagai kado pernikahan tertata rapi, hadiah dari keluarga mereka. Di sudut lain, lampu-lampu lilin aroma terapi beraroma vanilla dan melati tersusun di atas nampan perak. Setiap detail di kamar ini terasa dipersiapkan khusus untuk mereka. Suasana romantis dan intim menyelimuti tiap sudut, seolah merayakan pern

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 8

    “Saya terima nikah dan kawinnya, Aivylia Wulan Kusuma binti Wulan Kusumadewa, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” “Bagaimana para saksi?”“Sah.” Tanpa sadar Ivy menitikkan air matanya. Selain ia sedih karena tiba-tiba harus menikah dengan Evan, ia juga semakin pilu karena ayah kandungnya tidak hadir di hari istimewanya, sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima. Ia mencium tangan Evan untuk pertama kali kala Evan mengulurkan tangannya. Setelahnya, Evan mencium keningnya dengan lembut, namun Ivy sama sekali tak menatap Evan, matanya tetap tertunduk, menyembunyikan kesedihan yang bergelayut di hati.Setelah ijab kabul selesai, tinggal sang pengantin meminta doa dari orang tua. Evan meraih tangan Ivy dan mengajaknya untuk berdiri. Ia lalu menuntunnya berjalan mendekati tempat orang tua mereka duduk. Mereka meminta doa terlebih dahulu kepada orang tua Ivy dan setelahnya baru ke orang tua Evan. “Jaga Ivy terus ya nak, semoga kalian bisa menjadi sepasang suami istri yang bisa

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 7

    Untuk kedua kalinya, Ivy dibuat terkagum-kagum oleh Evan yang kembali mengajaknya pergi ke suatu tempat istimewa. Kini Ivy berdiri di depan sebuah rumah khas Jawa, rumah djoglo yang tampak begitu autentik dan menawan. Sesuai dengan namanya, ‘Djoglo Terapung HMY’, bangunan tersebut tampak seperti mengapung di atas air karena tepat di bawah tangga rumah djoglo itu terbentang sebuah kolam ikan yang luas, memantulkan bayangan bangunan di permukaannya yang tenang. Konsep djoglo ini dibuat semi-outdoor, dengan jendela dan pintu kayu yang dibiarkan setengah terbuka. Udara segar pun bebas masuk, membuat siapa pun yang berkunjung bisa merasakan kesejukan alami sambil menikmati keindahan arsitektur tradisional. Untuk masuk ke dalam djoglo, harus menaiki tangga yang juga terbuat dari kayu. "Selamat datang di Djoglo Terapung, silahkan mau duduk di sebelah mana kak?" sapa salah satu karyawan yang berdiri tepat di sebelah pintu masuk. "Di sebelah sana aja," jawab Evan sambil menunjuk salah sat

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 6

    Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, mobil Evan pun berhenti di depan sebuah bangunan berdesain elegan nan menawan. Di atas pintu kaca berbingkai hitam, terpampang tulisan ‘Harmony Boutique’ dengan huruf kaligrafi keemasan, sementara lampu gantung kristal di terasnya memantulkan cahaya hangat yang menyambut setiap pengunjung.Evan segera melangkah keluar dari mobil dan memasuki butik tanpa menunggu Ivy. Sementara itu, Ivy tersenyum masam sambil menggenggam tas kecilnya dan berusaha menjaga keseimbangan di atas sepatu hak tinggi, sesuatu yang sama sekali tak biasa baginya. “Apa susahnya sih jalan bareng? Aish!” protes Ivy pelan.Ivy melangkah masuk ke dalam butik yang seketika memikat pandangannya. Lantai marmer putih berkilau terhampar luas, dipadu lantunan musik klasik lembut yang mengalun bak alunan mimpi membuat ia semakin terkagum-kagum. Lampu kristal menggantung di langit-langit tinggi, memantulkan cahaya hangat ke setiap sudut ruangan sehingga gaun-gaun pernikaha

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 5

    Esok paginya, Ivy pergi ke toko aksesorisnya. Meskipun ia memiliki karyawan, ia tetap rutin mengecek kondisi toko. Sejak masuk kuliah, ia memang sudah bercita-cita membangun bisnis aksesoris. Ia menabung dari hasil kerja paruh waktu, hingga setelah lulus, ia mampu membuka tokonya sendiri. Ivy berkali-kali mengecek ponselnya, berharap ada pesan atau telepon dari Vania, namun hasilnya nihil. Ia semakin khawatir, takut terjadi sesuatu pada Vania, sehingga ia memutuskan untuk mengunjungi rumah sahabatnya itu sepulang dari toko. “Saya pulang dulu ya. Kalau ada masalah, telepon aja,” ucapnya pada salah satu karyawan. Vania adalah temannya sejak SMA. Ia selalu membalas pesannya sehingga Ivy sangat cemas ketika pesan-pesannya diabaikan. Dua puluh menit kemudian, Ivy tiba di depan rumah Vania, sebuah bangunan bergaya klasik-modern khas Jawa, lengkap dengan pohon mangga di halaman depan. Saat memasuki pelataran, ia disambut oleh seorang wanita paruh baya yang sangat dikenalnya, Bi Inem,

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 4

    Ivy menerobos masuk dan melewati Evan begitu saja. Ia mencari tas dan barang-barangnya di atas sofa. Benar saja, di dalam tasnya ada kartu yang digunakan untuk membuka pintu kamarnya. Setelah itu, Ivy langsung keluar dari kamar tanpa sedetik pun menatap wajah Evan. “Jadi ini cara kamu bersikap ke calon suamimu?” suara Evan tiba-tiba memecah kesunyian. Ivy yang mendengarnya langsung berhenti. “Kapan mau ketemu orang tua saya? Biar saya bisa suruh mereka siap-siap,” tanya Ivy lirih. “Nanti jam tiga sore,” jawab Evan datar. Setelah mendengar jawaban tersebut, Ivy langsung pergi menuju kamarnya. Evan yang melihatnya hanya mengangkat sebelah alisnya dengan wajah datar seolah tak peduli dan kembali masuk ke kamar. Ivy langsung merebahkan dirinya di kasur begitu masuk ke kamar. Ia begitu lelah menjalani hari ini. Tak lupa ia mengirim pesan ke ibunya untuk datang ke rumahnya sebelum jam tiga sore dan menyuruhnya menyiapkan cemilan. Usai mengirimkan pesan, Ivy memejamkan matanya.

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 3

    “Tapi kenapa?” tanya Erwin. “Saya nggak terlalu suka keramaian, apalagi pesta yang terlalu mewah, om. Menurut saya, yang terpenting dalam pernikahan adalah sahnya akad, kan?” jawab Ivy. Ivy mengajukan syarat ini bukan untuk memberatkan, melainkan karena ia ingin pernikahannya nanti berlangsung private, terlepas dengan siapa pun ia menikah. “Tapi Evan kan anak tunggal kami, Nak Ivy. Keluarga besar pun ingin merayakan pernikahannya secara besar-besaran,” terang Ela. “Benar. Belum lagi rekan bisnis kami yang pastinya ingin hadir menyaksikan pernikahan kalian secara langsung,” timpal Erwin. Ivy semakin terpojok. Sebelum ia sempat membalas, Evan menyela, “Kalau dia maunya private, ya sudah kita turuti. Lagipula yang menikah kan kami berdua, jadi kalian nggak perlu ikut campur.” Ela dan Erwin terdiam, saling bertukar pandang. Jika Evan sudah angkat bicara, keputusannya tak bisa diganggu gugat. Ivy hanya tersenyum kaku mendengar itu. Setelah perdebatan kecil tersebut, mereka memesan sa

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   BAB 2

    Menikah? Terlebih lagi dengan orang yang baru ia kenal? Benar-benar tidak pernah ada dalam bayangan Ivy. Selama ini ia hanya fokus membangun bisnis agar bisa mandiri. Ia bahkan tak pernah terpikir akan menikah dalam waktu dekat, karena trauma masa kecil yang masih membekas. “Maaf, pak, bu, tapi ini nggak masuk akal. Gimana mungkin saya menikah dengan orang yang sama sekali nggak saya kenal?” “Kalau kamu nggak kenal anak kami, kenapa kamu bisa satu kamar dengannya?” tanya Ela, “Atau jangan-jangan kamu memang terbiasa melayani pria, dan anak saya menyewa kamu?” serang Ela. Ivy ternganga. Sekarang ia dituduh bekerja sebagai penghibur. Jelas ia merasa direndahkan. “Saya nggak serendah itu sampai bekerja sebagai penghibur, Tante. Saya juga berasal dari keluarga baik-baik,” tegas Ivy. Ia dengan kesal melirik Evan di sampingnya. Evan hanya diam, tak membela sama sekali. Tapi ia menatap balik Ivy. “Sepertinya kita perlu bicara berdua,” ajak Evan. Setelah mendapat izin kedua orang tua,

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status