Share

Hari pernikahan

Author: Simplyree
last update Last Updated: 2025-05-15 11:54:17

“Saya terima nikah dan kawinnya, Aivylia Wulan Kusuma binti Wulan Kusumadewa, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,”

“Bagaimana para saksi?”

“Sah.”

Tanpa sadar Ivy menitikkan air matanya. Selain ia sedih karena tiba-tiba harus menikah dengan Evan, ia juga semakin pilu karena ayah kandungnya tidak hadir di hari istimewanya, sebuah kenyataan pahit yang harus ia terima.

Ia mencium tangan Evan untuk pertama kali kala Evan mengulurkan tangannya. Setelahnya, Evan mencium keningnya dengan lembut, namun Ivy sama sekali tak menatap Evan, matanya tetap tertunduk, menyembunyikan kesedihan yang bergelayut di hati.

Setelah ijab kabul selesai, tinggal sang pengantin meminta doa dari orang tua.

Evan meraih tangan Ivy dan mengajaknya untuk berdiri. Ia lalu menuntunnya berjalan mendekati tempat orang tua mereka duduk. Mereka meminta doa terlebih dahulu kepada orang tua Ivy dan setelahnya baru ke orang tua Evan.

“Jaga Ivy terus ya nak, semoga kalian bisa menjadi sepasang suami istri yang bisa saling mencintai,” ucap Mira tulus.

Baik Ivy maupun Evan hanya mengangguk kala diberikan nasihat.

“Sekarang saatnya kita foto bareng,” seru Galih yang tampak bersemangat sambil membawa kamera. Galih dengan dibantu oleh Rio, adiknya, membantu mengatur posisi yang bagus untuk mereka berfoto bersama.

Kloter pertama khusus sang pengantin berfoto dengan kedua orang tuanya, setelahnya baru berfoto dengan semua anggota keluarga lain yang hadir.

Di luar ekspektasi Ivy, ternyata keluarga Evan yang hadir cukup banyak, sementara dari keluarganya hanya Ibu dan ayah tirinya.

“Sekarang giliran pengantin yang foto berdua,” kata Galih sambil menatap Ivy dan Evan.

“Setuju, yang lain bisa makan dulu karena makanannya udah siap,” timpal Erwin lalu berjalan ke arah meja makan. Karena acara pernikahan dilakukan pada malam hari, maka anggota keluarga bisa sekaligus makan malam.

Setelah semua berpindah ke area meja makan, kini tersisa sang pengantin beserta Galih dan Rio.

“Ayo, foto gimana?” tanya Evan kepada Galih.

“Bentar,” jawab Galih sambil mengamati kedua pengantin tersebut, tampak berpikir. Beberapa saat kemudian, ia tercetus ide yang cukup menarik.

“Gaya pertama, Evan sama Ivy saling berhadapan terus tangan Evan di pinggang Ivy sementara tangan Ivy di pundak Evan,” terang Galih sambil mempraktekkannya pada Rio.

Ivy yang mendengarnya pun langsung menolak mentah-mentah, “Ih ga mau lah, malu.” Seketika ia sedikit menjaga jarak dari Evan.

“Kenapa malu? Kan udah nikah,” ucap Galih dengan nada sedikit meledek.

“Ee, kita foto biasa aja,” Ivy terbata-bata, berusaha mengatur detak jantungnya. Duduk bersebelahan saja sudah membuatnya gemetaran apalagi harus berpose romantis?

Ia tidak bisa. Terlebih menurutnya Evan tampak lebih tampan dengan potongan rambut barunya.

“Gaya itu udah biasa kok buat foto pengantin,” rayu Galih.

Ivy tetap menggelengkan kepalanya. Namun tanpa Ivy duga, secara tiba-tiba Evan berjongkok di hadapannya dan mencium tangannya.

“Kayak gini bisa?” tanya Evan kepada Galih dan Rio.

“Boleh,“ jawab Galih sumringah lalu bersiap memotret.

Setelahnya, Evan tanpa seizin Ivy mengatur posisi fotonya dengan gaya yang lain. Ia menggeser tubuh Ivy sehingga wajah mereka menghadap penuh. Dengan hati-hati, ia menunduk lebih dalam, bibirnya hampir menyentuh bibir Ivy. Hembusan napas hangatnya menyapu lembut sisi wajah Ivy, sementara satu tangan tetap menahan pinggangnya sehingga membuat jantung Ivy berdetak lebih kencang.

“Lakuin dengan benar biar cepet selesai,” bisik Evan begitu mendekatkan mulutnya ke telinga Ivy.

Ivy terdiam sesaat, hatinya menolak namun pipinya terasa hangat. Ia segera mengerutkan alisnya, menahan malu sambil menggeser sedikit tubuhnya.

Setelah berbagai gaya pose sudah diambil, Galih dan Rio pun tampak puas dengan hasilnya.

“Nah, udah bagus semua, sekarang tinggal makan,” ucap Galih sambil berjalan ke arah meja makan.

Ivy menarik napas dalam, dadanya masih berdebar setelah rangkaian pose intim tadi. Wajahnya terasa panas, seolah setiap sorotan lampu memantulkan kegugupan yang masih sulit ia redam.

Ia akhirnya melangkah menuju meja makan dengan raut wajah tak terbaca; setengah malu, setengah kesal, setengah sedih, pokoknya bercampur aduk. Hingga tiba-tiba, sebuah tangan menahan langkahnya.

Ivy menoleh dan melihat Evan yang menatapnya datar. Pria itu lalu berkata, “Mukanya senyum jangan cemberut mulu biar orang lain ga curiga.”

Ivy menyuguhkan senyum kecil yang terasa dipaksakan lalu matanya melirik ke Evan yang berjalan di sampingnya dengan napas tertahan. Dalam hati ia mendesah, “Salah siapa coba ia jadi campur aduk begini? Dasar pria tidak peka!”

Mereka akhirnya sampai di meja makan yang sudah terisi keluarga mereka.

“Eh, sini pengantinnya!” Seru seorang wanita paruh baya yang tidak Ivy kenal. Evan dan Ivy langsung duduk di kursi yang masih kosong.

“Cantik banget ya pengantin perempuannya, ga salah Evan cari istri,” puji wanita lain yang duduk di sebelah Ela.

Ivy hanya menanggapi dengan tersenyum canggung. Duduk di antara keluarga Evan membuatnya gelisah. Ia kemudian meremas gaunnya untuk mengurangi rasa gugup. Sekilas ia merasa malu, namun senyuman hangat mereka perlahan membuat hatinya sedikit lega.

“Nah, karena udah lengkap semua, ayo kita mulai makan,” ujar Ela yang segera disambut antusias orang-orang.

Di sela-sela acara makannya, Icha yang merupakan tante Evan tiba-tiba menyeletuk, “Coba ceritain dong kalian ketemunya dimana terus gimana kalian bisa nikah?”

Baik Ivy maupun Evan yang mendengarnya langsung menghentikan kunyahannya.

“Iya bener, padahal Kak Evan kan cuek terus galak lagi. Kok Kak Ivy mau sih nikah sama Kak Evan?” timpal Fiola, anak Icha, dengan nada bercanda.

Seluruh anggota keluarga langsung dibuat tertawa mendengarnya, sementara Ivy hanya tersenyum kaku. Ia melirik ke arah Evan lalu kembali menatap Fiola, berusaha menyusun jawaban yang tepat. Namun sebelum sempat membuka mulut, Evan sudah lebih dulu menyela.

“Ini acara makan atau acara gosip?” tanya Evan dengan tajam. Pandangannya menatap tajam ke Fiola lalu beralih ke sekeliling meja.

Seketika semua anggota keluarga menghentikan tawanya. Ela langsung memberi kode agar semuanya memaklumi perkataan Evan, sementara Erwin memberikan tatapan tidak suka kepada Evan. Ivy ikutan merasa tidak enak karena suasana menjadi canggung.

Setelah acara makan bersama selesai, anggota keluarga pun pulang dan menyisakan Evan dan Ivy beserta orang tuanya.

“Mama pamit pulang ya. Kamu sekarang udah jadi seorang istri, harus nurut sama suami kamu,” ucap Mira sambil memeluk Ivy.

Ivy mengangguk sambil tersenyum kaku. Ia tidak membalas pelukan Mira.

Sadar anaknya tidak membalas pelukannya, Mira segera melepaskan pelukannya dan bergantian menyalimi Evan sambil berkata, “Jaga Ivy baik-baik ya. Kalau dia ada salah tolong maklumi ya, dia masih muda,”

“Pasti bu,” balas Evan dengan sopan.

Setelahnya, Mira pergi meninggalkan hotel bersama suami dan anaknya.

“Kami juga pulang dulu ya, kalian tidur disini dulu, kami udah pesen kamar buat kalian,” jelas Erwin sambil menyerahkan sebuah kunci hotel kepada Evan.

“Iya,” sahut Evan.

Ela memeluk Ivy dan Evan secara bersamaan sambil berbisik jahil, “Selamat bersenang-senang malam ini, ya!”

Wajah Ivy langsung merah padam, buru-buru ia melepas pelukan tersebut sambil memalingkan wajah. Sementara Evan hanya mengangkat alis sedikit, wajahnya tetap datar seperti biasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Akhir cerita

    Setelah sambutan yang menurut Ivy penuh kegugupan, bahkan sempat membuat pipinya memanas karena malu, kini ia disibukkan dengan sesi bertemu para tamu. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Bagi Ivy, setiap orang yang hadir adalah istimewa, dan mereka pantas mendapatkan senyum tulus darinya.“Makasih ya udah datang, ” ucap Ivy ramah sambil menyerahkan novel yang baru saja ia tanda tangani.Tangannya mulai terasa pegal, jemarinya kaku karena terlalu lama memegang pena.Satu per satu tamu berlalu, hingga tersisa seorang terakhir. Ivy menghela napas lega karena sebentar lagi ia bisa beristirahat.“Makasih ya sudah hadir,” ucapnya sambil menyerahkan buku yang sudah bertanda tangan. Ia lalu mendongak untuk menatap wajah sang tamu. Namun detik berikutnya, matanya terbelalak. Nafasnya tercekat.“Va… Vania?!” seru Ivy.Seketika ia berdiri dari kursinya, menatap lekat wajah di hadapannya, takut kalau itu hanya berhalusinasi.“Halo,” sapa Vania sambil tersenyum hangat. Ia terkekeh kecil meliha

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Status baru

    “Berarti tadi itu istri kamu?” tanya Ivy dengan nada ragu. Mereka saat ini sedang berbincang di sebuah kafe yang terletak di sebelah rumah sakit. Sebenarnya, awalnya Ivy menolak ajakan ini, namun Naufal terus memaksanya. Sementara itu, wanita hamil yang bersama pria itu sudah pulang lebih dulu.Naufal mengangguk pelan. "Iya," jawabnya singkat.Ivy mencoba untuk tersenyum tipis. "Selamat atas pernikahan, dan kehamilan istri kamu," ucapnya lembut. Nada suaranya masih menyimpan keterkejutan."Kamu juga. Selamat atas kehamilannya," balas Naufal sekenanya. "Jadi kamu ngajak aku ke sini mau bilang apa? Aku ngga bisa lama-lama," ucap Ivy sambil melirik ke arah Andre yang berada di luar café. Ia takut pria itu akan melapor ke Evan jika ia terlalu lama.Naufal tampak menghela napas panjang. "Aku cuma mau minta maaf untuk ulahku di masa lalu. Aku tahu aku salah banget. Tapi... aku benar-benar menyesal. Aku harap kamu mau maafin aku," ucapnya terdengar tulus.Ivy menatap pria itu lekat-lekat. M

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Pemeriksaan kandungan

    "Kamu beneran ngga papa pergi ke dokter sendiri?" tanya Evan dengan nada cemas. Pagi ini seharusnya ia mendampingi Ivy melakukan pemeriksaan kandungan, tapi rapat mendadak di kantornya memaksanya berangkat lebih awal."Aku ngga papa kok. Lagian aku kan di temenin Andre, jadi ngga sendirian," jawab Ivy sambil berusaha menenangkan suaminya.Alis Evan berkerut. “Tapi kalau nanti orang-orang ngira Andre itu suami kamu gimana?” Nada suaranya terdengar tak rela.Ivy tak kuasa menahan tawa mendengar kekhawatiran yang menurutnya konyol. “Ya ampun, nggak mungkin lah. Udah, sana berangkat! Ntar kamu malah telat,” usirnya sambil melambaikan tangan ke arah mobil.Dengan berat hati Evan akhirnya menurut. Ia masuk ke dalam mobil, namun sempat menoleh sekali lagi ke arah Ivy. Sebelum menyalakan mesin, ia melambaikan tangan, seolah enggan meninggalkan istrinya sendirian.Ivy membalas lambaian itu dengan senyum lebar yang hangat, membuat rasa waswas Evan sedikit mereda.Ivy masih berdiri di depan ruma

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Cita-cita baru

    Tiga bulan semenjak jatuh pingsan, perut Ivy sudah tampak membesar. Kini usia kandunganny sudah berjalan empat bulan. Ia mengelus perut itu perlahan. Ia tidak menyangka bisa berada di tahap mengandung lagi setelah sebelumnya sempat kehilangan calon anaknya. Dokter meminta Ivy untuk jangan melakukan aktivitas berat yang membuatnya lelah. Evan yang mendapat pesan seperti itu dari dokter, langsung melakukan segala cara agar kandungan Ivy bisa tetap aman.Ia kini bersikap lebih protektif kepada istrinya. Ia mengatur makanan istrinya dengan sayur dan buah setiap hari. Ia bahkan memindahkan kamar mereka ke lantai satu agar Ivy tidak perlu naik turun tangga. Ivy hanya bisa menggelengkan kepala setiap kali Evan bersikap berlebihan. Pria yang dulunya dingin dan cuek, kini berubah cerewet setelah ia hamil.Evan tak akan tinggal diam saat Ivy membeli makanan lewat online tanpa izin. Seperti yang terjadi hari ini. Tanpa sepengetahuan pria itu, Ivy membeli seblak lewat online. Ia sudah memberita

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Hadiah dari langit

    Ivy kembali ke rumah hampir pukul dua belas malam. Langkahnya terasa berat saat memasuki kamar. Tubuh dan hatinya sama-sama letih setelah beberapa hari terakhir diwarnai situasi yang melelahkan.Sekilas, pandangannya tertuju pada Evan yang sudah lebih dulu merebahkan diri di kasur. Pria itu bahkan tidak sempat berganti pakaian, dan hanya menjatuhkan tubuhnya begitu saja.“Kamu nggak ganti baju dulu?” tanya Ivy dengan suara pelan, seolah takut mengganggu.Evan hanya menggeleng tanpa membuka mata. Napasnya berat, dan dari raut wajahnya jelas terlihat betapa lelahnya pria itu.Ivy menatapnya lebih lama. Sejak mereka pulang dari hotel, suaminya memang jarang berbicara. Hatinya ingin bertanya lebih jauh, tapi akalnya menahan. Ia tahu Evan sedang tidak ingin diganggu.Dengan langkah pelan, Ivy masuk ke kamar mandi. Ia membasuh wajahnya, berharap air dingin bisa menghapus sedikit rasa penat. Setelah selesai, ia mematikan lampu kamar lalu naik ke atas ranjang. Ia juga hingga menutupi tubuhnya

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Memulai hidup dari awal

    "Apa yang sedang kalian lakukan sebenarnya?! Apakah kalian sudah bersekongkol untuk mengelabui saya?!" tanya Adelia sambil berteriak. Ia kini tak peduli lagi dengan tatapan para tamu yang sedang memperhatikan mereka."Kami di sini cuma mengungkap siapa ayah kandung Eliza sebenarnya," ucap Ivy tenang. Ia tidak gentar sedikit pun karena sudah muak dengan Adelia yang memanfaatkan anaknya demi keuntungannya sendiri."Ayah kandungnya adalah Evan! Kamu yang bilang sendiri kalau kamu percaya itu!" bentak Adelia. Ivy tersenyum miring. "Tapi di kertas ini tertulis jelas siapa ayah kandungnya kan? Laporan Tes DNA yang kamu berikan itu palsu!" balasnya."Dan ditambah lagi, selama kamu pacaran sama Mas Evan, kalian tidak pernah berhubungan intim kan?!" Adelia ternganga dengan perkataan Ivy. Ia tidak menyangka diam-diam Ivy melawannya semulus itu."Kamu itu masih polos. Dia itu bohongin kamu! Yang benar itu saya!" balas Adelia. Ia bahkan merobek kertas yang tadi ia pegang."Kayaknya kamu butuh p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status