LOGINHari ini Laras pergi berbelanja di supermarket, yang tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya bersama Sofian.
Saat ia sedang memilih barang-barang belanjaannya, ia ditabrak oleh seseorang yang juga sedang berbelanja di supermarket tersebut. "Brugg... " Barang belanjaan yang ia pegang terjatuh, dan orang tersebut segera meminta maaf karena tanpa sengaja dirinya sudah menabrak Laras. "Maaf Mbak, aku nggak sengaja!" kata orang tersebut yang ternyata adalah seorang wanita. "Iya, nggak apa-apa kok Mbak!" jawab Laras. Tanpa menatap kearah orang yang sudah menabraknya itu, Laras segera mengambil barang belanjaannya yang terjatuh. Wanita yang menabrak Laras itupun membantu Laras memunguti barang Laras yang berserakan di lantai. Saat keduanya saling menatap, Laras dan wanita itu sama-sama terkejut. "Loh. Laras! Kok kamu bisa ada disini?" tanya wanita itu saat melihat Laras. "Hilda! Aku nggak nyangka kalau kita akan bertemu disini!" ucap Laras dengan mata berbinar. Kedua wanita itupun saling berpelukan. Hilda adalah keponakan Pak Somat yang merantau, Laras sama sekali tidak menyangka kalau dirinya akan bertemu dengan sahabat kecilnya itu. "Gimana kabar kamu Laras?" tanya Hilda saat ia sudah melepaskan pelukannya dari tubuh Laras. "Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat saat ini, hilda! Kabarku baik-baik saja. Gimana dengan kamu? Pasti kamu bahagia banget ya tinggal dikota ini!" Laras balik bertanya pada sahabatnya itu. "Aku juga baik-baik aja Laras! Lumayan sih, selama tinggal disini aku merasa lebih baik! Kamu kan tau sendiri alasan aku merantau dulu, hanya untuk menghindari buruknya pandangan orang terhadap masalah yang menimpaku! Tapi Alhamdulillah, dengan bekerja dan berada dikota ini, hidupku berubah jadi lebih baik, tanpa harus mendengar cemohan dari orang-orang yang sama sekali tidak menyukaiku!" ucap Hilda dengan raut wajah sendu. Laras mengelus bahu Sahabatnya itu, karena dia tau dengan masalah Hilda. Hilda adalah korban pemerkosaan tetangganya sendiri. Waktu itu, Hilda sangat terpuruk dengan musibah yang menimpanya, dan kondisinya menjadi lebih buruk saat dirinya hamil. Semua orang menghina dan mencemoh wanita malang itu, hanya Laraslah satu-satunya sahabat yang selalu memberi dukungan agar Hilda tidak putus asa. Saat usia kandungan Hilda menginjak dua bulan, wanita itu keguguran karena kecelakaan sepeda motor, hal itu sedikit meringankan beban Hilda yang tidak perlu melahirkan bayinya tanpa seorang suami. Setelah kejadian itu, Hilda memutuskan untuk pergi merantau, supaya ia bisa menjauhi para tetangganya dan juga masyarakat desa yang selalu mencibirnya, dan mengatakan kalau dirinya adalah perempuan murahan yang hamil diluar nikah. "Kamu yang sabar ya?" aku yakin kalau semua musibah yang menimpamu waktu itu pasti ada hikmahnya! Dan itu terbukti kan sekarang? Sekarang kamu sudah menjadi orang yang sukses." ujar Laras menyemangati. Hilda pun menyunggingkan senyum manis saat mendengar perkataan sahabatnya itu. "Iya Laras! Apa yang kamu katakan itu memanglah benar! Terimakasih ya, kamu selalu mendukung dan menyemangati aku sejak dulu! Kalau bukan karena kamu, mungkin aku sudah tidak berada lagi didunia ini, karena rasa putus asa yang hampir membuatku mengakhiri hidupku sendiri! Tapi, kamu selalu menjadi sahabat yang selalu ada untukku ditengah masalah yang harus aku hadapi saat itu! Terimakasih sekali lagi Laras!" ujar Hilda kembali memeluk sahabatnya dengan sangat erat. Laras hanya mengangguk sambil menepuk-nepuk punggung Hilda dengan pelan. "Tapi, ngomong-ngomong! Kamu kok bisa berada dikota ini, apa kamu berkerja disini juga?" tanya Hilda, sambil menghapus air matanya. "Nggak kok! Aku kekota ini karena ikut suamiku yang tinggal disini." jawab Laras seraya tersenyum manis kearah sahabatnya itu. "Suami! Memangnya kamu sudah menikah?" tanya Hilda lagi, seakan ia tidak percaya dengan ucapan Laras. "Iya hilda! Aku sudah menikah satu minggu yang lalu! Ujar Laras meyakinkan sahabatnya. "Waaah... Selamat ya Laras? Dan maaf juga ya, aku tidak bisa datang keacara pernikahan kamu! Karena aku nggak dapat undangannya, hehehe... " kelakar Hilda, membuat Laras gemas. "Kalau gitu, gimana kalau sehabis belanja ini kita makan dulu direstaurant? Ya, hitung-hitung buat merayakan pertemuan kita ini! Aku yang traktir loh!" ucap Hilda, yang membuat Laras tertawa kecil. "Boleh deh kalau kamu maksa! Laras pun mencoba membuat sahabatnya itu tertawa. Kedua wanita cantik itupun sama-sama tergelak. Setelah puas berbelanja, Hilda mengajak Laras untuk singgah disebuah restaurant favoritnya. Setelah memesan makanan, merekapun menyantapnya sambil mengobrol ringan. "Kamu bisa kenal suami kamu dimana, Laras? Kan selama ini, kamu tidak pernah berpacaran? Kok bisa sih, orang yang nggak pernah pacaran seperti kamu itu bisa mendapatkan jodoh yang lebih cepat?" tanya Hilda yang membuat Laras menatap kearahnya. "Aku dijodohkan dengan anak sahabatnya Om kamu, Hilda!" jawab Laras pelan, sambil mengaduk-ngaduk jus yang ada didalam gelas dengan sebuah pipet. "Maksud kamu? Mas Sofian anaknya Pak Burhan? Kan, cuma Pak Burhan sahabatnya Om aku yang tinggal dikota ini!" Hilda merasa sedikit kaget. "Iya, Mas Sofian itulah yang sekarang menjadi suami aku!" jawab Laras, ia menyeruput pelan jus yang ada dihadapannya. "Kok bisa kamu menerima pinangan dari laki-laki seperti itu sih, Laras? Yaa... Orangnya tampan sih! Tapi sikapnya itu loh, dingin banget sama perempuan! Dulu aku sempat mikir kalau Mas Sofian itu nggak tertarik sama wanita!" Hilda kembali berbicara, sambil mengunyah makanan didalam mulutnya. "Kenapa kamu bisa berfikir seperti itu? Buktinya Mas Sofian itu normal kok, dan mau menikah sama aku." Laras melirik sahabatnya yang sibuk dengan makanannya itu. Hilda hanya menyengir kuda, saat mendapat pertanyaan seperti itu dari Laras. "Itukan hanya tebakanku doang! Buktinya sekarang dia sudah menikah sama kamu, dan pastinya kamu dan Mas Sofian sudah merasakan malam pertama, kan?" Hilda bertanya pada sahabatnya itu seraya menaik turunkan alisnya. Mendapat pertanyaan seperti itu, Laras hanya menggelengkan kepalanya. Dan hal itu jelas saja membuat Hilda bingung. "Kamu kenapa menggeleng seperti itu? Apa Mas Sofian belum menyentuhmu?" heran Hilda, dan hanya disambut anggukan dari Laras. "Astaga Laras! Jangan-jangan Mas Sofian itu memang tidak normal! Kalau tidak, mana mungkin dia anggurin gadis secantik kamu, dan belum melakukan apa-apa dimalam pertama kalian!" kekeh Hilda. "Nggak kok Hilda! Bukan karena itu. Masalahnya adalah, Mas Sofian sama sekali tidak bisa menerimaku sebagai istrinya! Dia sama sekali tidak mencintaiku! Pernikahan kami ini hanya dianggap olehnya sebagai pernikahan diatas kertas!" Laras menjawab sambil menundukkan wajahnya. Ada cairan hangat yang mulai keluar dari pelupuk mata wanita itu. Sedangkan Hilda hanya menutup mulut mendengarkan penjelasan sahabatnya, ia tidak menyangka kalau Laras akan mendapatkan masalah serumit itu setelah menikah. "Ya Allah, Laras! Kenapa waktu itu kamu nggak nolak aja sih, supaya kalian tidak jadi menikah? Kan kalau begini ceritanya, sama aja kamu menyiksa dirimu sendiri? Kamu harus bertahan hidup berumah tangga dengan laki-laki yang sama sekali tidak bisa menerima kamu!" Hilda menatap prihatin pada sahabatnya. Wanita itu mengusap-usap punggung tangan Laras yang berada diatas meja seraya memberi semangat, agar sahabatnya itu kuat menjalani masalah rumah tangga bersama laki-laki yang sudah menjadi suaminya. Bersambung...Sofian yang saat ini jatuh terduduk ditanah. Hanya meraba bagian keningnya yang terasa sangat sakit.Tiba-tiba ia merasa kalau telapak tangannya basah, dan pandangannya buram.Laki-laki itu menggelengkan kepalanya berulang kali.Preman yang saat ini menatap kearahnya tertawa senang."Mampus lo! Makanya, jangan coba-coba ikut campur urusan kami, hahaha... "Ujar preman itu sambil tertawa."Siapa suruh lo jadi pahlawan kesiangan?" sambungnya lagi."Eh goblok, ini tengah malam bukan siang! Dasar tolol!" maki salah satu temannya yang berada dibelakang, kemudian temannya itu kembali mengaduh kesakitan."Nggak nyambung! Lo lebih goblok. Memangnya lo pernah dengar, ada yang namanya pahlawan kemalaman?" protes temannya satu lagi."Diam kalian semua! Berisik!" teriak kepala preman. Yang juga tergeletak diantara teman-temannya."Wooii... Lo hajar terus itu laki-laki sialan! Berani-beraninya dia membuat kita babak belur seperti ini! Kenapa lo masih diam aja? Takut lo...?" sambungnya lagi.Preman
Dan tiba-tiba saja...Laras melihat ada beberapa pria yang sedang mengendari motor secara ugal-ugalan.Wanita cantik itu bisa menyimpulkan, kalau laki-laki yang berjumlah lima orang tersebut, sedang berada didalam pengaruh minuman keras.Terlihat dari cara mereka mengendarai motornya dengan tidak seimbang.Tampang mereka pun terlihat seperti preman.Laras merasa sangat takut, sampai-sampai ia memeluk tas kecil miliknya dengan erat.Saat melihat Laras, para preman tersebut hanya menatap kearah wanita itu. Lalu kemudian, mereka melewati Laras begitu saja.Tentu saja hal tersebut membuat Laras menghembuskan nafas lega.Setidaknya, walaupun para preman-preman tadi sempat menatap kearahnya. Namun ternyata, mereka sama sekali tidak berniat mengganggu atau pun berbuat jahat pada wanita itu.Laras kembali berjalan, agar dirinya lekas sampai dirumah Hilda.Namun, baru saja ia berjalan beberapa langkah, raungan sepeda motor terdengar jelas dari arah belakangnya dan terasa memekakkan telinga.Sa
Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. Laras keluar dari restaurant tempat ia bekerja dan menuju ke tempat parkir.Ia berniat menunggu Hilda yang berjanji akan menjemputnya saat dirinya pulang kerja.Namun, setelah dua jam menunggu, tapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.Wanita berdagu lancip itu berusaha menghubungi nomor sahabatnya tersebut. Namun ternyata, ponsel Hilda juga sedang tidak aktif."Hilda kemana ya, apa dia ketiduran?"Laras bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya, Laras memutuskan pulang menggunakan taksi.Tapi, karena malam yang mulai larut, Laras juga sangat sulit menemukan taksi yang lewat.Sehingga, dengan perasaan yang was-was, akhirnya ia berjalan pelan menyusuri jalan yang terasa semakin sunyi dan mencekam.Udara malam yang dingin terasa menusuk sampai ke tulang-tulangnya.Laras mengusap-usap kedua lengannya menggunakan telapak tangan untuk mengusir rasa dingin.Gadis itu mulai bingung, bagaimana ia akan sampai kerumah kalau hanya berjalan kaki seperti itu
"Keluar kalian berdua dari rumah ini sekarang juga!" ucap Sofian sambil menatap kearah lain.Mendengar hal itu, Yuda dan Celina sangat terkejut."Apa kalian tidak mendengar apa yang aku katakan? Cepat keluar dari rumah ini, dan jangan pernah lagi kalian berani memperlihatkan wajah kalian itu dihadapanku!" ujar Sofian dengan suara lantang."Tapi Sofian...?""Keluaaarrr...!!!"Suara Yuda tertahan kala Sofian membentaknya.Celina berusaha mendekati kekasihnya. Bahkan ia memegangi kedua kaki Sofian sambil meraung."Mas, maafkan aku! Tolong kamu jangan bersikap begini, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin pergi darimu!" ujar Celina.Perkataan Celina justru membuat Sofian berdecih."Cinta?? Cuiih... Bulshit! Kau masih berani mengaungkan cinta dihadapanku, Celina? Sedangkan diluar sana kau menjajakan tubuhmu pada laki-laki lain! Apa yang kau harapkan? Apakah kau menginginkan uang? Baiklah kalau begitu!" ujar Sofian.Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kekamarnya.Dan tidak lama kemud
"Celina!!"Yuda menatap perempuan itu dengan perasaan khawatir."Sedang apa kamu disini?" sambungnya lagi sambil menoleh kiri kanan dan juga menatap kearah pintu masuk.Yuda merasa takut karena bisa saja Sofian masih berada disana, dan melihat saat Celina memeluknya tadi."Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Mas Sofian itu kekasihku! Dan tidak lama lagi aku akan menjadi istrinya, jadi bebas dong kalau aku mau datang kerumah ini kapan pun!" jawab Celina datar."Celina, sebaiknya kamu batalkan keinginanmu untuk menikah dengan Sofian!" ujar Yuda Kemudian. Membuat Celina terbelalak."Apa maksudmu, Mas?" jawab Celina lagi. Sambil menatap Yuda dengan perasaan marah.Bisa-bisanya laki-laki itu memintanya membatalkan pernikahannya dengan Sofian. Laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan untuk menjadi suaminya."Karena aku tidak ingin Sofian menikah denganmu!" ucap Yuda.Namun hal itu membuat Celina tersenyum miris."Kenapa Mas, apa kamu cemburu? Karena dulu aku menolakmu saat kamu mengajak
Sudah beberapa hari Sofian tidak masuk kantor. Bahkan ia sama sekali tidak mengangkat ponsel saat Burhan menelfonnya.Pria itu benar-benar ingin menyendiri.Diatas meja ruang tengah rumahnya. Terdapat sebuah asbak yang sudah terisi penuh dengan puntung rokok.Entah sudah berapa banyak batang rokok yang telah ia habiskan, untuk meringankan beban fikirannya.Wajahnya yang terlihat lesu, dan rambutnya yang acak-acakan, menambah kesan bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi mengurus dirinya.Saat ia sedang sibuk melamun, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi.Sofian berusaha mengabaikannya. Tapi lama kelamaan bel itu semakin mengganggu ditelinganya. Karena seseorang yang berada diluar rumah menekannya terus menerus.Dengan perasaan malas, Sofian bangun dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu."Ceklek."Sesaat setelah pintu terbuka, Sofian menatap laki-laki yang berdiri didepan pintu rumahnya itu. Seraya tersenyum kearahnya."Hallo, Sofian! Apa kabar lo?" sapa laki-laki yang tern







