Home / Romansa / Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan / Bab 2. Jenderal Acuh Tak Acuh

Share

Bab 2. Jenderal Acuh Tak Acuh

Author: Zhang A Yu
last update Last Updated: 2025-11-01 18:00:48

Shen Liu Zi terbangun dengan tubuh bergetar halus, napasnya tersengal seperti habis berlari dari mimpi buruk yang terlalu nyata.

Dahi dan lehernya basah oleh keringat dingin. Dia menatap langit-langit kamar yang diterangi cahaya pagi lembut, sejenak bingung di mana dirinya berada.

Udara di ruangan itu masih menyimpan aroma dupa dan arak semalam. Tudung pengantin yang dia lempar tergeletak di lantai, sebagian ujungnya menyentuh genangan darah kering yang sudah menghitam di atas ubin.

Shen Liu Zi langsung bangkit duduk. Pandangannya menyapu ke seluruh kamar. Ke meja rias, ke kursi di sudut, ke sisi ranjang yang kosong.

Tak ada tanda-tanda jenderal Shang!

Tempat gantung zirah yang biasanya berdiri di sisi dinding kini kosong, bahkan pedang yang semalam dia gunakan juga tak terlihat.

Dia lanjut menyingkap selimut dan turun dari ranjang secara tergesa, tapi langkahnya terhenti begitu matanya menangkap balutan kain putih yang melilit rapi di lengan, tepat di tempat luka semalam berada.

Shen Liu Zi menatapnya lama. Jemarinya yang gemetar menyentuh kain itu perlahan, merasakan serat halus yang bersih dan diikat dengan simpul rapi.

Belum sempat pikirannya tenang, terdengar ketukan lembut di pintu.

Tok! Tok!

Angannya membuyar.

Segera wanita itu berseru, “Masuk!”

Pintu perlahan terbuka, dan Yu Li melangkah masuk dengan hati-hati. Di tangannya ada baskom air hangat, menguapkan aroma bunga teratai. “Selamat pagi, Nyonya. Hamba bawakan air untuk membersihkan diri.”

Shen Liu Zi memandangi pelayannya itu beberapa saat sebelum akhirnya berkata pelan, “Aku baru tahu kamu bisa membalut luka seapik ini.”

Yu Li sempat mengerutkan alis, isyarat tak mengerti. Namun, tak ada kesempatan baginya untuk berpikir lebih jauh.

Karena saat itu juga, pelayan kediaman jenderal datang melaporkan, “Nyonya Shen Liu Zi, keluarga besar telah menunggu anda makan bersama pagi ini.”

Makan bersama!

Dua kata itu langsung memenuhi pikiran Shen Liu Zi dan Yu Li.

Mereka; terutama Shen Liu Zi, baru ingat kalau pagi hari setelah pernikahan, sepasang pengantin akan diundang makan bersama oleh keluarga besar mempelai pria.

Yu Li tanpa komando mendorong Shen Liu Zi ke area pemandian.

Shen Liu Zi sambil berjalan juga berkata, “Tunggu sebentar! Aku harus membersihkan diri!”

Selang beberapa saat.

Shen Liu Zi berdiri tegak di ambang pintu aula yang terbuka lebar.

Cahaya matahari pagi menyusup melalui kisi-kisi jendela, memantul di lantai batu yang mengilap, menyoroti sosoknya yang tampak pucat di balik balutan pakaian sederhana berwarna merah muda pucat.

Suara riuh rendah para pelayan dan denting mangkuk berhenti seketika saat langkah kakinya terdengar. Semua kepala menoleh ke arah pintu.

Aroma arak dan daging asap memenuhi ruangan, tapi yang terasa menusuk justru hawa canggung yang tiba-tiba membeku di udara.

Tatapan-tatapan tajam mengarah padanya dari segala penjuru. Sebagian menelusuri dirinya dari kepala hingga kaki dengan pandangan menilai, sebagian lainnya menatap datar tanpa ekspresi.

Ada pula beberapa wanita berumur yang saling berbisik pelan, menutup bibir dengan lengan baju mereka sambil mengamati Shen Liu Zi seolah sedang menimbang keberaniannya datang ke tempat itu seorang diri dan terlambat.

Hanya saja, tatapan yang paling dia cari justru ada di ujung meja panjang, di kursi sebelah paman kedua..

Dialah jenderal Shang Que!

Suaminya!

Pria itu duduk dengan tenang, mengenakan pakaian rumahan, bahunya lebar dan tegap seperti biasa. Di hadapannya kendi arak putih.

Dia tidak menoleh sedikit pun ke arah pintu!

Tangannya hanya bergerak tenang, menuang arak ke cangkirnya sendiri, lalu menyesapnya perlahan seolah tidak terjadi apa-apa.

Pemandangan itu membuat dada Shen Liu Zi terasa kaku.

Dia ingin memprotes. Memarahi jenderal Shang, yang tidak membawanya masuk selayaknya sepasang suami istri, atau setidaknya mengingatkan akan adanya jamuan pagi. Dan saat yang sama ....

“Oh, jadi ini menantu baru yang membuat semua tamu menunggu?”

Suara seorang wanita tua memecah hening. Nada bicaranya tajam, tapi dibalut senyum sopan.

Shen Liu Zi memaksa senyum. “Maaf, Bibi, maaf semuanya. Aku—”

Kalimat itu belum selesai.

Salah seorang menyeletuk, “Sudahlah, dia pengantin baru. Mungkin saja, semalam ....”

Kalimat itu juga sengaja tak dilanjutkan, yang berbicara melirik ke arah jenderal, sambil tersenyum menggoda dan berakhir tidak mengatakan apapun.

“Masuklah, Nyonya Shen. Meski terlambat, sebaiknya jangan biarkan makanan menjadi dingin,” lanjut bibi yang sebelumnya.

Shen Liu Zi menunduk sopan. “Terima kasih, Bibi.”

Dia melangkah masuk perlahan, setiap langkah terasa berat, seperti menapaki lantai es. Pandangannya sesekali masih terarah pada sosok Shang Que, yang tetap tidak bergeming.

Begitu dia kemudian duduk di kursi yang disiapkan di sisi kanan jenderal, jamuan pagi mereka yang sempat tertunda pun dilangsungkan.

Setiap orang makan dengan gaya bangsawan, membuat Shen Liu Zi kikuk, karena meski dia dari keluarga kaya raya, dia bukanlah keturunan bangsawan yang belajar etiket terlalu ketat.

Shen Liu Zi makan seperti orang normalnya, mengundang tatapan tajam bibi yang tadi, alhasil dia menundukkan wajah menahan perasaan campur aduk di dada.

Sementara itu ....

Paman kedua jenderal berkata, “Que'er, sebagai seorang suami, kamu harusnya memotongkan kepiting untuk istrimu. Baru kehidupanmu bisa berjalan lancar.”

Jenderal Shang menjawab lugas. “Dia punya tangan, apa tidak berfungsi?”

Paman kedua jenderal langsung melotot. “Kamu!” nadanya marah, tapi suaranya merendah.

Shen Liu Zi segera menjawab, “Tidak apa-apa, Paman, aku bisa memotong sendiri.”

Shen Liu Zi benar-benar ingin membuktikan.

Dia langsung mengambil gunting serta sendok khusus kepiting, tapi saat memotongnya ....

Klontang!

Karena kesulitan, piring kepiting tergeser jatuh beserta kepitingnya!

Bibi tua seketika bangun menunjuk-nunjuk. “Yo! Apa kamu tidak tahu cara makan yang benar!”

Suaranya mengunci setiap perhatian ke arah Shen Liu Zi, membuat wanita itu merasa seperti terdakwa yang hendak dijatuhi hukuman.

Sebagai suami, jenderal Shang harusnya menjadi tameng pelindung. Namun, tidak. Pria sedingin bunga es itu memilih beranjak.

Dia pergi begitu saja!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 8. Mencari Gambar Chu Qiao

    Besoknya. Jenderal Shang beberapa waktu lalu pergi ke pertemuan rutin di istana, dan dengan langkah hati-hati bak maling kecil, Shen Liu Zi memasuki kamar pria itu. Ck! Begitu masuk, mulutnya langsung berdecak. Dia tidak heran jika kamar laki-laki tidak memiliki banyak perabotan, tetapi kamar jenderal ini bukan hanya tidak memiliki banyak perabotan, melainkan hanya ada satu tempat tidur, serta satu meja berisi tumpukan buku. Dua perabot itu saja! Membuat Shen Liu Zi tak habis pikir, tapi sekaligus mempermudah pencariannya. Ya. Wanita itu datang tidak sekedar bermain-main. Dia tahu apa yang harus dilakukan, dan dia mulai bergerak dari meja baca di sisi kiri kamar. Di meja itu ada banyak tumpukan buku, kertas serta satu set kuas juga tintanya. Shen Liu Zi pikir, jenderal Shang mungkin pernah melukis wajah Chu Qiao. Dia membuka tiap buku yang diambil, membolak-balikan lembaran kertas yang ada. Sayangnya, hampir sebagian buku dia buka, tak dia temukan satupun wajah seorang

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 7. Yu Li Pelayan Bernyali

    Yu Li terlonjak panik. “Nyonya!” serunya nyaris parau. Tubuh Shen Liu Zi terasa dingin ketika dipeluk, napasnya terputus-putus, dan keringat dingin membasahi pelipisnya. “Tidak! Tidak boleh begini!” Yu Li mengguncang pelan bahu junjungannya itu, tetapi kelopak mata itu tetap tertutup rapat. Angin malam menyusup lewat celah pintu, membawa hawa lembab bekas hujan yang menusuk tulang. Yu Li menatap ke luar sebentar, lalu menggigit bibir kuat-kuat. Tanpa pikir panjang, dia mengangkat tubuh Shen Liu Zi ke punggungnya sendiri, membawa wanita itu kembali ke kamarnya. Langkah Yu Li goyah, tapi tekadnya kuat. Selesai membaringkan Shen Liu Zi di tempat tidur, Yu Li tergesa-gesa keluar. Setiap kali kakinya menapak tanah licin di halaman, rasa takut makin menyesak dada. Bukan takut pada kegelapan, melainkan takut kehilangan satu-satunya orang yang pernah memperlakukannya seperti keluarga. Hujan kembali turun, pelan tapi tak henti. Yu Li setengah berlari, setengah terhuyung, menembus lor

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 6. Tiba-tiba Sakit

    Musim semi cenderung lebih hangat, tetapi hujan turun lebih sering. Di dalam kamar yang remang, suara rintik di luar terdengar lembut, menimpa genting dengan irama lambat. Asap tipis dari dupa di sudut ruangan membubung, bergulung pelan seperti napas yang menahan lelah. Shen Liu Zi duduk sendirian di depan meja rendah. Di hadapannya, mangkuk daging domba pedas manis masih mengepulkan uap harum. Tangannya terulur, menggenggam sumpit perlahan. Ujung jarinya bergetar. Gerakan kecil saja sudah membuat rasa nyeri menjalar dari bahu ke punggung. Luka cambuk yang belum mengering itu menegang setiap kali dia mencoba mengangkat lengan! Sumpit nyaris menyentuh daging, tapi kekuatan di jari-jari itu lenyap. Trak! Sumpit terjatuh, dia menatapnya jengkel. Dia kelaparan, energinya seakan terkuras habis, karena cambukan Shang Xiwu. Yu Li belum terlihat. Kali terakhir datang hanya mengantarkan semangkuk daging, sekaligus minta izin keluar sebentar. Sampai sekarang belum kembali. Lal

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 5. Jenderal Akhirnya Datang

    Cambuk pertama menghantam punggung Shen Liu Zi tanpa ampun. Cetar! Shen Liu Zi. “...” Tubuh Shen Liu Zi menegang, pekikannya tertahan di tenggorokan. Cetar! Cambukan kedua meluncur. Kali ini membuat tubuhnya sedikit goyah, tapi matanya tetap menatap lurus ke depan. Dingin, keras kepala, menolak tunduk! “Beraninya kamu tidak patuh di kediaman Jenderal Shang!” bentak Shang Xiwu, mengangkat cambuknya lagi. Cetar! Cambuk kedua mendarat lebih keras dari sebelumnya. Kain tipis di punggung Shen Liu Zi robek, menyingkap garis merah yang perlahan menggelap. Yu Li, yang berlutut tak jauh dari situ, menggigit bibir hingga nyaris berdarah, matanya berkaca-kaca. “Nyonya Ketiga! Tolong maafkan Nyonya Shen!” Pelayan kecil itu bukan hanya memohon pengampunan untuk nyonya nya, tetapi juga lekas melindunginya dari belakang. Cetar! “Diam!” hardik Shang Xiwu sambil tetap mencambuk alhasil mengenai Yu Li, “kamu pembantu, bukan juru bicara!” Shen Liu Zi yang tadinya bersikap angku

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 4. Mendisiplinkan Shen Liu Zi

    Di pusat kota, suasana bagaikan lukisan hidup. Suara pedagang bersahutan dengan teriakan bocah yang berlari-lari membawa layang-layang kertas, serta ada pula yang membawa permen tang hu lu. Aroma manisan, minyak wijen, dan bunga kering bercampur di udara. Shen Liu Zi dan Yu Li berjalan di tengah keramaian itu, wajah keduanya tersembunyi di balik tudung tipis, tapi tawa mereka pelan terkendali, seperti dua gadis yang tahu betul sedang bermain api. “Lihat, Nyonya!” seru Yu Li lirih sambil menunjuk ke arah kiri, “gelang gioknya bagus sekali, lihat kilauannya!” Shen Liu Zi menoleh. Di balik rak kayu jati, seorang penjaga toko sedang memperlihatkan gelang hijau muda yang memantulkan cahaya matahari. Dia mendekat dengan langkah santai, mengamati seolah sedang menilai karya seni. “Berapa ini?” tanyanya lembut. “Dua tael per gelang, Nyonya,” jawab si penjaga toko. Shen Liu Zi menatapnya sejenak, lalu mengangkat sebelah alis. “Dua tael untuk giok yang bahkan tak sepadan dengan kaca di k

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 3. Mempermainkan Bibi Shang Xiwu

    Brak! Begitu pintu kamar tertutup di belakangnya, Shen Liu Zi bersandar di daun pintu, matanya terpejam rapat. Napasnya naik-turun, bukan karena berlari, tapi karena amarah yang mendidih di dada bercampur rasa malu yang menyesakkan. Suara sendok, tawa pelan, dan ejekan samar dari aula tadi masih bergema di telinga, seperti setiap detiknya bagaikan jarum halus yang menusuk pelan-pelan ke dalam kulit. Dia ingin tertawa, tapi yang keluar hanya helaan napas panjang yang terdengar getir. Tangannya yang masih berbalut kain putih perlahan menekan dada. Dia bahkan bisa merasakan detak jantungnya yang berlari seperti hendak keluar dari tubuh. “Suami macam apa itu,” berangnya pelan, hampir tanpa suara. Shen Liu Zi lantas tanpa sengaja melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Bayangan itu tampak begitu pucat, matanya merah karena menahan emosi. “Benar-benar seperti anak singkong di tengah perkumpulan apel merah,” ujarnya lirih, miris, “tidak ada yang lebih memalukan dari in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status