MasukMatahari berada tepat di atas kepala saat sebuah kereta bergerak maju membelah jalan setapak hutan yang dipenuhi daun-daun yang mulai berguguran.Roda kereta berderak pelan menggilas dedaunan kering menciptakan harmoni dalam kesunyian hutan.Karena berada di luar kota, jalanan hutan itu cukup jarang dilalui oleh orang-orang. Di dalam kereta, aroma dupa osmanthus memenuhi ruangan. Membawa ketenangan juga meningkatkan suasana hati.Nyonya Marquis Wu sedang bersandar dengan mata tertutup di atas alas sutra berlapis bulu domba yang membawa kehangatan.Tadi pagi ia telah melakukan perjalanan keluar kota dengan niat untuk bertamasya dengan Nyonya Jiang. Namun di tengah-tengah, Nyonya Jiang mendadak mendapat kabar dari kediaman bahwa Tuan Tua Jiang, ayah mertuanya telah jatuh sakit. Mendengar kabar itu, Nyonya Jiang bergegas kembali, meninggalkannya sendirian di Vila Gunung.Nyonya Marquis yang merasa bosan, akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota. Bertamasya sendirian di Vila sungguh ti
Li Yuan keluar dari toko pakaian dengan penyamaran biasanya.Sesuai petunjuk Penjaga Toko Pang, ia berjalan ke sebuah toko pelana di ujung jalan yang juga menyewakan kuda untuk bepergian.Masuk ke dalam, hanya terlihat seorang pria paruh baya bertubuh kekar yang sedang fokus mengerjakan sesuatu.Pria paruh baya itu duduk dengan punggung sedikit membungkuk di atas sebuah bangku kayu sederhana. Di depannya, terdapat sebuah pelana kulit bertengger di atas kuda-kuda kayu.Matanya sangat fokus saat ia dengan tegas menusukkan jarum tulang besar yang menarik benang rami tebal melewati lapisan kulit sapi yang keras. Setiap tarikannya kuat dan mantap, memastikan sambungan pelana itu tidak akan lepas saat digunakan.Merasakan kehadiran seseorang di dalam ruangan, ia mendongak dari pekerjaannya. Seorang gadis muda dengan pakaian berkuda sedang berdiri di sana. Tatapannya tertuju pada pelana kulit yang tengah diperbaiki.Sang pemilik toko bertanya dengan aksen utaranya yang kental, "Nona, apakah
Bulan telah menggantung tinggi di langit saat Li Yuan menyelinap ke dapur.Seorang pelayan berdiri di depan tungku, memindahkan kentang kukus satu per satu ke dalam wadah anyaman.Di belakang, Li Yuan melangkah tanpa suara mendekati meja tempat sebuah nampan diletakkan. Di atas nampan terdapat satu teko teh, dan dua piring camilan.Matanya mengawasi pelayan di depan sementara tangannya bergerak membuka tutup teko tanpa suara. Ia mengeluarkan bungkusan kertas kecil dari kerah depannya dan menuangkan isinya ke dalam teko. Bubuk coklat itu segera larut dalam air.Kemudian ia mengembalikan tutupnya seperti semula sebelum dengan senyap keluar dari dapur.Li Yuan masih bersembunyi di suatu tempat di luar dapur, menunggu wanita pelayan tadi keluar membawa nampan itu ke gerbang belakang dan mengikutinya.Mengingat pengalaman hidup sebelumnya, ia memastikan para penjaga yang berjaga malam di gerbang meminumnya.Ketika satu per satu penjaga terlihat telah terkulai, wanita itu keluar dari persem
Tangan Wu Zhaojun mengepal. Ia bersiap untuk maju jika wanita berpakaian Hu akhirnya tidak mampu mengatasi para penjahat.Ketika si pria gemuk terlebih dulu berada dalam jangkauan, ia melihat sang wanita dengan gesit berputar ke belakang—kaki kanannya melesat ke udara, menampar keras pipi kanan si pria gemuk. Dengan mata membelalak, ia roboh seketika.Beberapa detik belum berlalu saat wanita itu dengan sigap kembali ke posisi semula. Membidik si pria cempreng yang kini menatapnya dengan luapan amarah, ia mendongkrak lututnya, sekejap mata sebuah tendangan dilontarkan tegas menyodok ke depan menghantam dada si pria cempreng dengan suara berderak. Tampaknya patah tulang rusuk tak terhindarkan.Pria itu terlontar sembilan kaki jauhnya sebelum jatuh pingsan.Dalam waktu yang begitu singkat, kedua pria itu telah terbaring di tanah, tidak lagi bergerak.Wu Zhaojun, yang menonton dari kegelapan menatap wanita itu tanpa berpaling sedikit pun.Si wanita berpakaian Hu mendengus singkat sebelu
Di sebuah halaman kecil, lampu minyak dengan cahaya yang terbatas menyinari sebagian pekarangan.Beberapa ikat besar Rumput Wangi ditumpuk rapi di sepanjang tembok rumah. Tampak telah dikeringkan dengan baik.Di atas bangku lebar, seorang pria dan wanita sedang duduk dengan wajah dan bagian tubuh atas saling menempel.Saat tangan sang pria mulai berkelana, sang wanita segera menarik wajahnya darinya."Ah Chun, hentikan." Bisiknya. Napasnya masih tidak teratur akibat kegiatan mereka.Tangannya menangkap tangan pria itu di dadanya. "Kau harus buru-buru pergi. Suamiku mungkin akan segera kembali. Kita tidak bisa tertangkap sekarang."Matanya terlihat sedikit berair oleh hasrat yang berhasil dibangkitkan pria muda di hadapannya.Pria itu menatapnya dengan sangat enggan. Kemudian perlahan menarik kembali tangannya.Ia merogoh kerah jubahnya, mengeluarkan sebuah kantong perak brokat yang terlihat cukup menggembung."Ini. Pakai ini untuk membayar biaya pengobatan ibumu." Diletakkannya kanton
"Oh benar. Aku sudah harus kembali sekarang. Ibu sedang menungguku untuk pergi ke perjamuan malam di kediaman Han." Ujar Wei Mingshu."Kediaman Han? Apakah yang kamu maksud kediaman Tuan Han yang baru terangkat sebagai Kepala Divisi di Kementerian Pendapatan?" Gu Shi bertanya."Benar. Berkat rekomendasi Ayah, Tuan Han kini bisa menjabat sebagai seorang Kepala Divisi." Ia tersenyum penuh arti.Gu Shi tampak terperangah. Tidak berbicara lagi.Kemudian Wei Mingshu berdiri, sedikit menunduk sopan lalu berkata, "Aku ikut senang melihat Bibi sudah baik-baik saja. Semakin cepat Bibi pulih, hal-hal akan berjalan lebih lancar. Hal yang tertunda juga akan segera selesai. Bagaimanapun, jika semua berjalan lancar, semua orang akan puas, benar begitu, Bi?"Gu Shi mengangguk pelan, "Yang kau katakan benar. Ketika Bibi pulih, semuanya akan terselesaikan dengan cepat." Ia tersenyum.Shen Ling kemudian mengantar Wei Mingshu hingga ke luar gerbang.Ia memegang tangannya, berkata, "Adik Mingshu, aku sel







