ログイン“Jadi tadi siapa yang kirim kopi?” Nina tampaknya sangat penasaran. Dia langsung menanyakan itu saat jam istirahat mereka tiba.
“Kalo lo ragu buat minum mending kagak usah diminum, deh. Takutnya ada racunnya.” Raul ikut menyahut. “Iya bener. Selain racun, bisa jadi kopi itu ada peletnya. Ngeri.” Arga menambahkan. “Apaan deh kalian. Ini kopi ternyata dari pak Adam.” Kiara buka suara. Dia tidak mau semua teman-temannya semakin rebut memperdebatkan tentang si pengirim kopi yang sekarang isinya tinggal setengah itu. “What? Serius? Gue asal nebak aja padahal tadi. Cie … fix pak Adam suka sama lo, Ki. Jangan lupa ntar bagi PJ kalo kalian jadian.” Arga langsung menghujani Kiara dengan ejekan. Gadis itu tentu sudah sangat biasa dengan sikap teman satu divisinya yang satu itu. “Nggak usah bikin gossip deh, Kak. Tadi itu pak Adam kirim kopi karena dia merasa bersalah doang, udah bikin gue lembur dengerin semua omelan dia. Mana mungkin dia suka gue. Suk amah disayang-sayang, bukannya diomelin tiap hari. Tapi tadi dia tetep nyalahin gue di bagian akhir chat-nya. Dia bilang, gue pantes diomelin karena kesalahan gue fatal menurut dia.” Kiara menceritakan apa adanya. Termasuk di bagian Adam yang tetap menyalahkan dia atas kesalahannya sendiri. “Udah, mending lain kali kalo dia ngomel-ngomel lagi langsung cium aja bibirnya. Kalo perlu dikasih lumatan, biar dia langsung kehabisan kata-kata,” saran Raul sambil tertawa terbahak-bahak. “Kalo lo nggak mau, biar gue aja yang ngasih, Ki. Lumayan. Kapan lagi bisa cium bibir cowok seganteng pak Adam. Dalam mimpi pun kayaknya nggak mungkin.” Nina memasang wajah terpesona yang langsung membuat Kiara mual. “Astaga, Kak! Sadar, Kak! Sadar! Gue akuin emang pak Adam itu ganteng, ganteng banget malah. Tapi sikapnya yang arogan dan egois itu buat gantengnya jadi nggak menarik.” Kiara tidak munafik, Adam memang memiliki wajah yang sangat tampan. Visualnya sempat membuatnya terpesona di awal. Tapi semenjak dia mengetahui bagaimana buruknya sikap Adam, rasa kagumnya pada sosok itu pun perlahan luntur. Bahkan belakangan ini Kiara sudah kehilangan rasa hormat pada atasannya itu. Dia masih bersikap baik karena terpaksa. Ada reputasi yang sedang dia coba untuk pertahankan. “Tetep aja, kalo pak Adam dibawa kondangan, semua orang pasti bakalan kagum.” “Kak Aul, tolong pukul kak Nina. Dia kayaknya mabuk, sampai tergila-gila sama lelaki model devil kayak begitu.” “Tapi emang pak Adam ganteng, Ki. Gue aja kalo cewek udah pasti naksir sama dia.” “Bilang aja kalo diem-diem Kak Aul juga naksir sama pak bos,” ledek Kiara yang sekarang terkekeh. “Sorry ya, gue bukan bagian dari kaum Pelangi. Gini-gini gue masih doyan cewek.” “Ayo kerja lagi, pak CEO jalan ke ruangan kita, tuh.” Arga mengingatkan. “Tau, ih! Ngapain juga malah muja-muja itu bos devil! Udah sana kalian lanjut kerja, gue udah dichat suruh ke ruangannya pak Adam. Barua ja ngasih kopi, udah mau ngomel lagi,” gerutu Kiara sambil menyiapkan beberapa file yang harus dia bawa ke ruangan bosnya. “Uhuk! Kayaknya kali ini ada maksud tersendiri. Gue jadi curiga,” ucap Nina sambil melirik Kiara dengan lirikan menggoda. “Apa sih kak Nin! Cubit, nih!” *** Beberapa hari kemudian. Kondisi kesehatan Kiara mendadak drop. Dia ditemukan pingsan oleh sepupunya, dan dibawa ke rumah sakit. Hasil tes mengatakan kalau dia harus dirawat inap beberapa waktu. Rupanya kali ini sakitnya cukup serius. Jadi mau tidak mau, Kiara harus menjalani itu. Setelah kondisinya lumayan membaik, Kiara segera mengirim pesan kepada Adam terkait izin tidak masuk kerja selama dia sakit. “Selamat pagi Pak Adam. Semalam saya dilarikan ke rumah sakit, setelah melakukan tes secara keseluruhan, pihak rumah sakit meminta saya untuk rawat inap. Jadi hari ini saya tidak bisa masuk kantor, Pak. Saya akan segera membuat surat izin untuk dikirimkan ke Bapak. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.” Selain kalimat panjang itu, Kiara juga mengirimkan foto ruangan rumah sakit tempat dirinya dirawat. Dia tentu saja tidak ingin dituduh berbohong oleh lelaki yang selalu menganggapnya serba salah itu. “Baiklah. Cepat sembuh, ya. Saya harap kamu tidak lama di rumah sakit, deadline kamu masih banyak sekali bulan ini, Kiara. Saya tidak mau karena kamu sakit, semuanya jadi tidak selesai sesuai target.” Lihat sendiri, bukan? Di saat sakit begini, Adam masih tetap membahas soal deadline. Kiara yang sedang tidak enak badan pun menjadi murka terhadap bosnya. “Sialan! Gue lagi sakit begini, lo masih sempet-sempetnya bahas deadline, Adam! Hati lo ke mana, sih? Kenapa lo tuh bisa jahat banget kayak setan!” batin Kiara berkecamuk. Rasanya dia ingin melempar Adam dengan sesuatu untuk melampiaskan semua kekesalan yang sekarang dirasakannya. “Tenang saja, Pak. Setelah saya sembuh, saya akan langsung menyelesaikan semua deadline saya sampai tuntas,” balasnya pada akhirnya. Setelah itu, dia langsung membuka grup khusus dengan teman-teman divisinya. “Guys, gue izin nggak masuk dulu, ya. Gue harus rawat inap, nih. Tadi gue udah kirim chat ke si bos, tapi jawabannya malah bikin gue pengen makan orang. Gue lagi sakit masih diingetin utang deadline gue. Kesel banget gue, astaga!” omel Kiara di grup. Dia butuh ini untuk melepaskan rasa kesalnya yang mulai menggunung. “Lo sakit apa, Ki? Cepet sembuh, ya. Nggak seru kalo nggak ada lo. Soal pak Adam, lo nggak usah pikirin dulu, dah. Kesehatan lo lebih utama untuk sekarang. Kalo nggak bisa kelar, ntar juga pasti ada yang bantuin. Nggak mungkin dibiarin ngangkrak.” Ini balasan dari Raul. “Infeksi saluran kemih, Kak Aul. Kata dokter, gue kurang minum banget. Beruntung belum sampe ginjal gue yang kena. Gue sebenarnya nggak mikirin, udah biasa. Cum ague kesel sama cara pak Adam. Seharusnya dia ada simpati ke gue yang lagi sakit.” “Ya Tuhan. Lo dirawat di rumah sakit mana, Kiara. Nanti biar gue sama yang lain jengukin lo.” Yang ini pesan dari Nina. “Gue dirawat di rumah sakit Nadia Husada, Kak. Gue dirawat di kamar no 101. Ntar kalian langsung ke sini aja kalo mau jenguk. Gue mau tidur dulu bentaran.” “Cepet sembuh, Kiara.” Balasan Arga. Sebelum benar-benar tidur, Kiara membaca setiap pesan yang dikirim oleh teman-temannya di grup mereka. Dia merasa sangat beruntung memiliki teman-teman satu divisi yang memiliki rasa peduli besar seperti mereka. Walaupun di sisi lain, dia harus dihadapkan dengan bos yang selalu bertindak seenaknya terhadapnya. “Kapan ya, pak Adam bisa agak baik. Gue beneran bisa botak kalo tiap hari harus ngadepin sikapnya yang lebih banyak meledak-ledak. Otaknya berisi kerjaan doang, nggak ada santai-santainya. Secara nggak langsung, gue sakit gini juga karena dia. Eh, bukannya ngerasa bersalah, malah gitu responnya. Argh!”“Ini sudah tiga jam. Apa kerjaan kamu sudah selesai, Kiara?” Tepat tiga jam sejak pesan terakhir yang dikirimkan oleh Adam, Kiara kembali mendapati nama lelaki itu muncul di layer ponselnya sebagai pengirim pesan. Dia tentu menagih sesuai kesanggupan Kiara. Beruntung, lima menit lalu semua pekerjaan yang diminta oleh Adam sudah selesai dia kerjakan.“Sudah, Pak. Kebetulan sudah saya selesaikan beberapa menit lalu. Sebentar, saya akan kirimkan file-nya ke Bapak.” “(Daftar Visa Aktif Karyawan . docx).”“(Akumulasi Data Kehadiran Karyawan .docx).”“Oke.”Kiara menatap kesal respon Adam setelah dia mengirimkan dua file yang diminta oleh lelaki itu. Lelaki itu seakan tidak ada inisiatif untuk berterima kasih atas kerja keras Kiara. Padahal bosnya itu tahu kalau kondisinya sekarang sedang sakit, dan tidak seharusnya menghandle pekerjaan.“Susah banget ya buat lo ngucapin makasih? Lo manusia bukan sih, Dam? Sumpah, gue kesel banget sama lo! Kalo nggak inget lo atasan gue, udah gue racun lo
Sudah tiga hari berlalu, tetapi Kiara belum juga bisa keluar dari rumah sakit. Kondisinya masih lumayan mengkhawatirkan. Hal itu tentu saja mengundang simpati dari rekan-rekan kerjanya. Mereka kembali datang ke rumah sakit untuk mengetahui keadaan Kiara yang terkini. Tentu saja kehadiran mereka membuat Kiara merasa senang. Setidaknya, dia memiliki mereka yang mau menjadi temannya dalam suka, dan duka.“Udah tiga hari lo di sini, Ki. Keadaan lo gimana? Masih belum ada perubahan, ya? Gue kangen lo. Kantor sepi kalo nggak ada lo,” ucap Nina yang tengah duduk di pinggiran ranjang tempat Kiara dirawat.“Iya, Ki. Kita khawatirin lo banget. Apalagi semenjak kita jenguk waktu itu, lo nggak ada kasih kabar apa-apa.” Arga menambahkan.“Karena itu semua, gue ngajak mereka buat dateng ke sini lagi jengukin lo. Kita nggak bisa tenang kalo belum tau keadaan lo secara langsung.” Susan ikut bicara.Kiara tersenyum, menatap teman-temannya satu per satu. Mereka satu-satunya alasan dia betah di kantor.
“Jadi tadi siapa yang kirim kopi?” Nina tampaknya sangat penasaran. Dia langsung menanyakan itu saat jam istirahat mereka tiba.“Kalo lo ragu buat minum mending kagak usah diminum, deh. Takutnya ada racunnya.” Raul ikut menyahut.“Iya bener. Selain racun, bisa jadi kopi itu ada peletnya. Ngeri.” Arga menambahkan.“Apaan deh kalian. Ini kopi ternyata dari pak Adam.” Kiara buka suara. Dia tidak mau semua teman-temannya semakin rebut memperdebatkan tentang si pengirim kopi yang sekarang isinya tinggal setengah itu.“What? Serius? Gue asal nebak aja padahal tadi. Cie … fix pak Adam suka sama lo, Ki. Jangan lupa ntar bagi PJ kalo kalian jadian.” Arga langsung menghujani Kiara dengan ejekan. Gadis itu tentu sudah sangat biasa dengan sikap teman satu divisinya yang satu itu.“Nggak usah bikin gossip deh, Kak. Tadi itu pak Adam kirim kopi karena dia merasa bersalah doang, udah bikin gue lembur dengerin semua omelan dia. Mana mungkin dia suka gue. Suk amah disayang-sayang, bukannya diomelin ti
“Gue kepikiran sama Kiara. Dari tadi di ruangan pak Devil kagak keluar-keluar. Jangan-jangan dia pingsan di sana,” ucap Raul yang membalikkan kursinya ke arah rekan kerjanya, merekaa juga melakukan hal yang sama.Sebenarnya pekerjaan mereka sudah selesai, tetapi sebagai bentuk solidaritas, mereka menunggu Kiara sampai kembali ke ruangan. Mereka juga berniat untuk pulang bareng-bareng.“Udah gue bilang, kan? Pak Adam kalo manggil ke ruangannya nggak mungkin cuma bentar. Dia bakalan ceramah dari Sabang sampe Merauke. Kuping nggak cuma ampe panas, tapi ampe keluar asep.” Arga menyahut.“Kita doakan aja yang terbaik, moga si Kiara keluar dari ruangan pak Adam dalam keadaan sehat selamat, tanpa kekurangan apapun.” Nina ikut bersuara.“Lo kira pak Adam zombie? Nggak mungkin juga dia ngapa-ngapain Kiara.”Saat mereka asyik membicarakan Kiara, yang dibicarakan tiba-tiba muncul. Gadis itu masuk ke dalam ruangan dalam keadaan kacau. Bukan hanya moodnya, dia juga terlihat sangat Lelah. Mau bagai
“Kiara, hari ini akan ada tamu penting untuk saya. Tolong kamu sambut dia seramah mungkin. Namanya Farukh. Setelah dia datang, langsung antar saja ke ruang meeting. Saya akan menunggu di sana. Jangan lupa bilang ke OB untuk menyiapkan minuman.”“Jangan sampai buat dia menunggu. Dia sangat penting untuk saya. Suplier dari Malaysia. Saya tidak mau dia sampai kecewa.” Kiara membaca pesan yang dikirimkan Adam, dengan jari-jari masih menari di atas keyboard. Dia sedang menyusun file yang dibutuhkan untuk perpanjangan visa. Dia hanya menjawab singkat dengan mengiyakan permintaan Adam. Dia kira jawaban itu cukup untuk Bosnya. Tapi tentu saja tidak semudah itu. Lima menit berselang, Adam melakukan panggilan ke nomornya, sementara datanya juga belum selesai diketik. Kiara memilih mengabaikan panggilan dari Adam, hingga lima kali.“Kiara! Kamu benar-benar tidak mengindahkan apa yang saya katakan! Itu pak Farukh sudah menunggu di bawah, kamu belum menginfokan ke resepsionis atau security? Benar
Kiara, 23 tahun. Dia baru saja lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Hal yang paling dia nantikan setelah mendapatkan gelar sarjana tentu saja sebuah pekerjaan. Dia melamar di sebuah perusahaan ternama. Keberuntungan berpihak padanya, begitu awal mula Kiara menyangka. Dia bisa dengan mudah masuk dalam kriteria karyawan yang dicari.Tapi sayang, rasa beruntung itu tidak bertahan lama. Karena dia harus dihadapkan dengan seorang atasan yang hampir setiap hari membuatnya naik darah. Semua hanya normal dalam satu bulan pertama semenjak dia diterima kerja di perusahaan itu. Kiara menganggap kalau atasannya ini memiliki kepribadian ganda. Bagaimana tidak, sikapnya berubah drastis setelah mereka bekerja sama dalam empat minggu.Secara fisik, bos Kiara bisa dikatakan nyaris sempurna. Dia berwajah tampan, dan memiliki postur tubuh yang ideal layaknya lelaki yang menjadi pujaan banyak kaum hawa. Kiara juga awalnya berpikir begitu. Dia bahkan sempat mengidolakan bosnya dalam beberapa minggu. Sem







