Share

Bab 3. Kencan Yang Manis

“Malam minggu, malam panjang untuk para kekasih, tapi tidak untuk Naya dan Gilang. Harusnya malam ini Gilang berpesta dengan para wanita seksi yang biasa melayaninya sampai puas, tapi kali ini dia harus menemani kekasih kecilnya.

“Mas Gilang … aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Naya ragu-ragu sambil meremas-remas jemarinya.

“Kamu mau apa? Sebutin aja, nanti aku belikan,” balas Gilang tanpa menoleh pada kekasihnya yang duduk d samping kemudi.

Kini Naya dan Gilang berada di mobil yang sama, mobil mewah milik CEO FaRiz Group.

“Bukan itu,” sahut Naya cepat. “Mas Gilang mau nggak nurutin kemauan aku, kali ini aja deh.” Naya bergeser duduknya, ia memiringkan tubuhnya hingga dengan leluasa melihat wajah tampan calon imamnya.

‘Emang bener sih ya, dia emang ganteng banget, tapi sikapnya itu loh, angkuh pisan,’ gumam Naya dalam hatinya.

“Terus apa mau kamu?” tanya Gilang dengan nada yang sedikit meninggi.

Mendengar nada suara laki-laki yang duduk di sampingnya sambil memegang kemudi membuat Naya membenarkan duduknya kembali. Ia tidak berani menatap wajah Gilang lagi.

“Bisa senam jantung tiap hari kalau pacaran sama nih orang,” gumamnya pelan sambil menggeser duduknya membelakangi Gilang. Ia tidak berani berbicara apa-apa lagi, dan mengurungkan niatnya untuk meminta sesuatu pada kekasihnya itu.

‘Apa aku terlalu kasar,” gumam Gilang sambil melirik gadis kecil yang duduk membelakanginya. “Kamu mau apa? Sebutkan aja, mumpung aku lagi baik,” ucapnya sedikit melembut.

Naya langsung menggeser duduknya kembali menghadap Gilang. “Beneran?” tanyanya sedikit tidak percaya.

Gilang menganggukkan kepalanya. “Aku pasti turutin kemauan kamu,” ucapnya yang membuat Naya bersorak gembira.

Naya menatap Gilang dengan serius sambil menelan ludahnya. ‘Kenapa gue malah gugup begini?’ Naya menghirup napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Aku mau malam ini Mas Gilang bersikap seperti pacar aku beneran,” ucapnya dengan cepat.

“Maksudnya?” Gilang menautkan kedua alisnya, ia bingung dengan apa yang diucapkan gadis tomboy yang duduk di sampingnya. ‘Bukannya sekarang udah beneran pacaran?’ gumam gilang dalam hati.

“Aku ‘kan punya impian kencan pertamaku dengan orang yang aku cinta dan juga mencintai aku, tapi hubungan kita sekarang nggak ada cinta sama sekali. Itu artinya impian kencan pertamaku musnah sudah.” Naya memberanikan menatap wajah Gilang.

“Lalu?” Gilang masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan kekasih kecilnya.

“Aku mau Mas Gilang bersikap seperti pacar yang bener-bener mencintai aku, supaya impian kencan pertamaku bisa terwujud. Dengan begitu aku punya kenangan manis yang bisa aku kenang tentang kencan pertamaku,” jelasnya panjang lebar.

“Ok.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Gilang.

Naya mengerjap tidak percaya. “Mas Gilang beneran mau?” Naya kembali meyakinkan pendengarannya.

Gilang menganggukkan kepalanya sembari menyunggingkan senyuman yang menampilkan lesung pipit di pipinya.

“Mas Gilang yang terbaik,” seru Naya sambil mengacungkan kedua jempolnya. “Yey, impian kencan pertamaku akhirnya bisa terwujud.” Naya terlihat sangat bahagia, walaupun hanya pura-pura, tapi ia sudah sangat senang.”

“Tapi, nggak gratis, harus ada timbal baliknya,” ucap Gilang dengan serius sambil menaikkan satu sudut bibirnya.

“Siap, Mas!” sahut Naya dengan mantap.

“Besok siang kamu datang ke apartemenku!” perintahnya pada gadis tomboy itu.

“Tapi, kalau hari minggu aku nggak dikasih uang jajan sama Bunda, nanti Mas Gilang bayarin ojek online-nya ya!” Naya dengan polosnya mengiyakan perintah sang kekasih. Ia tidak tahu apa yang sudah direncanakan laki-laki brengsek itu.

“Kenapa kamu mau aku berpura-pura menjadi laki-laki yang mencintaimu?” tanya Gilang penasaran. “Apa kamu ingin membuat seseorang cemburu?” selidik Gilang.

“Bukan gitu, Mas. Nasibku tuh ngenes banget, belum pernah pacaran, dijodohkan pula. Makanya aku mau membuat kenangan manis pada kencan pertamaku supaya nasibku nggak kelihatan ngenes-ngenes amat,” ucap Naya sembari tersenyum geli.

“Remaja seusiamu harusnya udah punya pacar. Apa nggak ada laki-laki yang menarik perhatianmu?” tanya Gilang pada Naya setelah menghentikan mobilnya di lapangan khusus parkir tidak jauh dari pasar malam.

Naya tertawa geli mendengar pertanyaan Gilang. “Bukannya nggak ada yang menarik perhatianku, tapi aku yang nggak menarik buat mereka,” ucapnya sambil tertawa. “Temenku kebanyakan cowok, ada preman juga. Mungkin mereka takut deketin cewek kayak aku.”

“Ya udah, ayo kita turun!” ajak Gilang pada gadis kecil yang baru resmi menjadi kekasihnya.

Gilang hanya berdiri saja melihat keramaian di pasar malam. Ini pertama kalinya ia mendatangi tempat seperti itu.

“Mas Gilang.” Naya menepuk pelan lengan kekasihnya. “Kenapa bengong?”

Gilang menggelengkan kepalanya sembari tersenyum manis pada Naya.

‘Ya ampun, Mas, kenapa orang seangkuh kamu punya senyum semanis itu,’ Naya terhipnotis dengan senyuman manis si pecinta wanita.

Gilang menggenggam jemari lentik Naya. “Ayo, kenapa sekarang kamu yang bengong?” tanyanya sambil tertawa geli.

“Mas, aku mau permen kapas,” pinta Naya sambil menunjuk pedagang yang sudah tidak muda lagi.

Gilang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Mereka menhampiri pedagang permen kapas itu tanpa melepas genggaman tangannya. “Kamu sering ke tempat ini, Nay?” tanya Gilang pada gadis kecil yang tampak bahagia.

Naya menganggukkan kepalanya. “Bagi kami, tempat hiburan seperti ini tuh udah mewah banget,” ucap Naya sambil mengenang masa kecilnya dulu.

“Jangan ajak aku naik kayak gitu ya,” pinta Gilang sambil menujuk wahana permainan ombak banyu. “Itu nggak ada pengamannya ya?” Gilang merasa ngeri melihat orang-orang menaiki wahana itu tanpa pengaman. Mereka berteriak histeris saat menaiki wahana permainan itu. Bagi yang mempunyai riwayat penyakit jantung, jangan coba-coba menaiki wahana ini.

“Kenapa? Mas Gilang takut?” tanya Naya sambil tertawa geli. “Itu seru loh, setiap ke pasar malam aku pasti naik wahana ombak banyu, tapi kali ini aku ingin berekncan dengan kekasihku,” lanjutnya sambil tersenyum manis.

“Pak, aku beli dua ya,” ucap Naya pada pedagang permen kapas yang usianya sudah cukup tua itu.

“Iya, Mbak,” sahut bapak penjual permen kapas itu.

Gilang merogoh dompetnya dan mengeluarkan satu lembar uang kertas, lalu mengulurkan tangannya memberikan uang itu pada si bapak tua.

“Nggak ada kembaliannya, Mas.”Laki-laki tua itu tidak jadi mengambil uangnya. “Dagangan Bapak masih banyak, Bapak belum dapat duit,” ucapnya sambil tersenyum. Terlihat gusinya yang sudah tidak ada lagi gigi depannya. Walaupun dagangannya belum laku, ia tetap tersenyum ikhlas menerima nasibnya.

Gilang kembali merogoh dompetnya, lalu mengeluarkan empat lembar uang kertas pecahan seratus ribu. “Ini Pak, saya beli permen kapas ini, buat mereka,” ucap Gilang sambil menunjuk anak-anak yang sedang bemain di sekitarnya.

Bapak tua itu menerima uang dari Gilang sambil mengucap syukur. “Terima kasih, Mas. Semoga berkah, semoga hubungan kalian langgeng sampai maut memisahkan, aamiin.” Doa tulus dari seorang penjual permen kapas yang usianya sudah sangat tua untuk mencari nafkah. Doa yang diamini oleh Gilang, dan Naya secara tidak sengaja di dalam hati mereka masing-masing.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
barockgroups
sisil ap naya sih?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status