Rania bangun dari tempat tidur, membiarkan netra suaminya terus menatap padanya, dia berjalan menuju lemari pakaian dan mengeluarkan sebuah kotak hadiah, tadi saat datang ke acara akad nikah suaminya dia lupa membawa hadiah yang dibelinya untuk kado sang suami. Dalam luka hatinya dia tetap ingin memberikan hadiah buat suaminya. Memberikan kebahagiaan padanya.
‘Kau ini wanita terbodoh di dunia Nia, bodoh!’
Rania memejamkan matanya, membuang kekesalan hatinya, sebutir airmata jatuh mengalir di pipi dan terus jatuh pada kotak hadiah yang dibungkus kertas berwarna emas mengkilat. Jemarinya mengusap bekas airmata di kedua pipinya, dia membalikkan badan dan membawa kadonya pada Harris. Suaminya itu menatapnya tanpa berkedip sambil berbaring dan tangannya dilipat di bawah kepala.
“Ini buat Abang dan Safina.” kado diulurkan pada Harris.
“Apa ini sayang?”
“Something special for both of you from me (sesuatu yang istimewa bu
Alex Rayyan menghubungi Alexa pagi ini, adiknya yang berada di Semarang sekarang pasti sudah bersiap untuk pergi kerja. “Assalamualaikum, Dek.” setelah panggilan tersambung Alex Rayyan segera mengucapkan salam. (Waalaikumussalam, Kak Ray. Tumben telpon jam segini? Tidak sibuk kerja?) Terdengar suara Alexa di seberang sana. “Baru saja sampai ruangan, btw apa kabar semua? Mama sehat? Papa? Haikal? Juga Bara? Sudah pintar apa dia?” (Ish, semua ditanyain kecuali adiknya) nada ngambek dari adiknya membuat Alex Rayyan tersenyum. “Lha, bisa jawab telepon, artinya sehat, kan?” Alex Rayyan tetap mau usil dengan adiknya. (Semua sehat, Kak. Alhamdulillah, Bara sudah bisa berjalan, sekarang lagi temani papanya joging di taman belakang. Kak Ray sendiri, pa kabar? Kapan dong ngenalin calonnya) Itu lagi, yang ditanyakan pasti soal calon istri lagi. “Dek, Kakak perna
Suara azan Subuh membangunkan Rania dari tidur lelapnya, Harris memeluknya posesif. Aktifitas malam mereka mengantar keduanya pada istirahat yang cukup dan membawa rasa segar saat membuka mata.“Abang, bangun! Sudah subuh.” Rania menepuk pelan pipi suaminya.“Hmmmm.” pelukan Harris makin erat di pinggang Istrinya. Matanya masih terpejam rapat.“Abang! Sudah pagi, sebaiknya Abang kembali ke kamar Safina.” menyebut nama madunya di awal pagi, membuat Rania hilang mood. Ia keluar dari dekapan Harris. Malas untuk bermanja-manja lagi. Cukuplah tadi malam ia kalah dalam rayuan manisnya.“Sayang, masih pagi ini, kan?” Harris mencoba menahan tubuh Rania tapi istrinya mengelak.“Karena masih pagi, harusnya Abang segera masuk ke kamar Safina. Nia tidak ingin ada keributan di rumah ini.” Rania mengambil bathrobe-nya yang tergantung di samping lemari baju. Harris menatap tubuh
Kalimat-kalimat yang menyakitkan itu terus saja terdengar, tanpa mampu ia tepis, keluarga mertuanya terus saja memojokkan ia tentang anak, padahal ada pasangan yang menikah sepuluh tahun baru ada anak, ini kan lagi dia yang baru tiga tahun. Sudah dihakimi dan terus di tuduh macam-macam, istri mana yang tak ingin punya anak, toh itu adalah salah satu tujuan pernikahan, memiliki keturunan.“Iya, Nenda. Nanti Nia periksa.”“Jawaban yang sama, tapi tidak pernah pergi. Sama macam tipu kami. Mama berharap Fina segera hamil, usia Harris makin bertambah, kalau ditunda-tunda terus bisa tidak ada anak, berhenti terus keturunan keluarga.” Datin Maria menimpali.“Sudah lah, kenapa sih selalu memojokkan Nia soal anak, ada rezeki kami nanti, adalah tu.” Harris baru angkat bicara. Entah sejak kapan Harris menjadi pria lemah terutama di depan keluarganya, ia tidak lagi mampu mempertahankan istrinya saat dipojokkan. Bahkan
Datin Maria berjalan menghampiri kedua gadis yang duduk di gazebo, sementara Nenda sedang duduk di sebuah kursi di bawah pohon yang rindang, mungkinkah mereka mendengar pembicaraan antara Rania dan Suhana tadi?“Mama.. ”“Saya sudah dengar semuanya, apalagi yang akan kamu jelaskan?”“Nia bukan hamil diluar nikah, Ma. Kami memang menikah tanpa sepengetahuan orang tua, tapi kami nikah sah secara agama.” Datin Maria menatap tajam pada Rania.Gadis polos itu ternyata mempunyai masa lalu yang kelam. Siapa sangka gadis sopan santun dan terlihat lugu itu pernah menikah siri dengan kakaknya sendiri. Menyesal ia dulu merestui anaknya menikah dengan Rania. Ini sangat memalukan kalau sampai orang lain tahu, anak dari keluarga terhormat menikahi seorang gadis yang memiliki masa lalu buruk.“Ini tidak mudah diterima akal, dah lah! Makin panas pula hati ini.”“Auntie, dengar
Desiran angin seolah membawa angan Rania jauh pergi menjemput masa lalunya, kebahagiaan bersama seorang insan bergelar suami seperti bukan takdirnya. Dua kali pernikahan dua kali juga ia terluka.Pernikahan pertama harus berpisah saat hati telah seutuhnya diberi pada sang suami, pria pertama dan cinta pertamanya. Sekilas wajah mantan suami merangkap kakak tirinya terlintas. Pria yang pernah sangat mencintainya, menjaganya setiap waktu, memberikan seluruh hidupnya hanya untuk gadis biasa seperti Rania, mati-matian ia mencoba menerima takdir dalam hidupnya.Dan lihatlah kini, setelah hatinya sembuh karena usaha keras seorang pria yang kini menjadi imamnya, Harris Iskandar. Tidak bisa dimiliki seutuhnya. Ia harus berbagi dengan wanita lain.Lamunan Rania buyar ketika ia mendengar obrolan manja di samping taman tempatnya duduk sekarang. Itu Safina dengan Harris. Safina sedang duduk di atas pangkuan Harris. Bahagianya mereka. Harris sudah me
Seminggu berlalu, resepsi pernikahan Harris dan Safina digelar dengan begitu meriah, Opah Jannah ibu kepada Dato' Jamal yang tinggal di daerah Pahang juga turut hadir untuk menyaksikan persandingan cucu sulungnya, meskipun dalam hati tuanya sangat menyayangkan tindakan Harris tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya memberi semangat pada Rania, cucu menantunya.Tiga tahun yang lalu saat honeymoon ke Genting Highlands bersama Harris, Rania memang diajak mampir dulu ke rumah neneknya. Opah Jannah sangat menyukai Rania karena sifatnya yang sederhana dan sopan terhadap orang tua. Siapa sangka cucunya akan menikah lagi dengan wanita lain. Saat resepsi itu berlangsung Rania tampak tenang, tapi Opah Jannah tahu wanita muda itu menyimpan banyak luka dalam hatinya.“Opah sudah makan?” sore itu setelah acara resepsi selesai, Rania menghampiri Opah Jannah yang sedang duduk di sofa panjang sebelah dapur. “Opah belum lapar, Sayang. Mari sini duduk sama O
Harris mendengus pelan mendengar pertanyaan dari istri keduanya, tidak dijawab tapi ia bergegas menuju ke kamar mandi. Emang apa salahnya kalau ia bercinta dengan Rania. “I mau mandi.” “Bie, jawab dulu soalan i!” jeritan Safina tidak dihiraukan. Harris menghilangkan diri di balik pintu setelah mengambil bathrobe-nya. “Tuh kan benar, you memang habis bersama Rania kan?” Safina langsung menodong suaminya setelah melihat rambut Harris basah. “Fina, tak salah kan kalau i bersama dia, dah dia juga istri i. Seminggu ini i tak jumpa dia sama sekali, kalau i tak adil dengan kalian berdua, i yang tanggung dosa tau.” Harris heran dengan kemauan Safina, Rania juga ada hak atas dirinya. Mendengar jawaban Harris membuat Safina kesal. Memang benar kalau Rania itu juga istri dari suaminya. Tapi, tunggulah saat tiba jatah pembagian hari pada mereka berdua, bukan saat Harris dan dia sedang sibuk dengan urusan pesta mere
Rania segera mengusap air mata yang jatuh di kedua pipinya, Opah yang mendengar suara Aira di ambang pintu dapur menoleh ke arah Rania.“Eh, Aira. Taklah, kakak tidak menangis, ini pedih karena kupas bawang merah.” Rania mengangkat satu siung bawang merah dan ditunjukkan pada birasnya. Aira tersenyum, ia tidaklah bodoh sangat sehingga tidak tahu mana air mata karena pedih mata dan mana tangis pedih hati.Opah menghentikan kerja tangannya, Aira menggantikan Opah Jannah mengaduk-aduk kuah gulai daging di atas kompor.“Kalau terlalu pedih, biar Opah yang buat nanti. Gulai sudah mau masak, bawang merahnya butuh sedikit saja, Nia.”“Sudah selesai Opah, ini.” Rania memberikan baskom berisi bawang pada wanita tua yang baik hati itu.5 wanita berbeda generasi itu menyiapkan makan malam sehingga menyusun rapi semua hasil masakan di atas meja makan.