Rania ketakutan, ia berdiri untuk keluar dari mobil. Hatinya berdoa semoga ada orang yang lewat dan menolongnya, tapi jalanan sepi begini mana ada orang.
“Anda siapa? Saya bisa laporkan ini sebagai perampokan, bukankah Anda harusnya mengantar saya sampai tujuan?”
Pria itu mengacungkan pisau tajam kepada Rania.
“Jangan banyak bicara, Nona! Keluarkan semua barang berharga yang kau miliki, sekarang!”
“Saya tidak memiliki apa-apa.”
“Jangan banyak omong! Atau pisau ini yang akan berbicara!” lelaki itu menghardik Rania, pisau tajam berkilat yang diacungkan membuat Rania ketakutan.
Sebuah motor sport berkuasa tinggi, berhenti tepat di belakang mobil milik lelaki yang sekarang mengancam Rania dengan sebilah pisau.
“Hentikan!” pria yang baru datang itu membuka helmet yang dipakai lalu meletakkannya di atas motor.
Seketika Rania dan lelaki
Rania terdiam, pertanyaan Alexa seolah todongan belati yang siap merobek hatinya. Bagaimana Alexa bisa tahu? “Beb, elo salah dengar pasti, gosip itu tidak benar sama sekali. Hehe.” Rania berpura-pura tertawa. (Tidak, Beb. Gue yakin itu bukan hanya gosip atau berita hoax, elo menyembunyikan sesuatu dari kami. Come on, gue tahu elo butuh teman untuk cerita) Rania menarik napas berat dan mengeluarkan dengan perlahan. “Semua sudah terjadi, gue bisa apa.” akhirnya ia mengaku juga. (Brengsek! Sekarang di mana pria tidak tahu diri itu? Gimana ini bisa terjadi, dan elo Beb, apa elo tidak marah? Kenapa elo izinkan dia untuk menikah lagi? Atau Harris menikah secara diam-diam?) Pertanyaan dari Alexa bertubi-tubi. Tampak sangat dia kesal dan tidak sabar. “Gue jawab satu persatu, tapi gue minta sama kamu Beb, jangan sampai Papa tahu, gue tidak ingin papa banyak pikiran karena gue.” Rania mengatur napas.
Mendengar pertanyaan dari sang ibu, membuat Alex Rayyan terdiam. Ia tidak mau ibunya tertekan lagi. Nyonya Gisel tidak pernah menyukai Rania, bahkan ia sangat menentang hubungan mereka waktu itu. Masih terlintas jelas di benaknya bagaimana pertengkaran terjadi diantara mereka ketika pernikahannya dengan Rania terbongkar. Masih segar juga dalam ingatannya perlakuan Nyonya Gisel tiap kali bertemu dengan Rania.“Ray, Mama bertanya sama kamu.” lamunan Alex Rayyan diusir dengan penegasan kalimat dari mamanya.“Kenapa Mama bertanya tentang itu, lupakan saja, Ma. Sekarang yang terpenting adalah kesehatan Mama.” dokter muda berwajah tampan dengan sorot mata penuh kasih itu akhirnya duduk di depan Nyonya Gisel, karena wanita itu enggan untuk beranjak dari tempatnya.“Mama juga ingin melihat putra Mama bahagia, sudah banyak luka yang Mama torehkan karena keegoisan hati Mama. Bahkan sekarang semua yang pernah
Harris Iskandar langsung merebut ponsel dari tangan Datin Maria. “Ini tidak benar, Ma. Tidak mungkin Nia melakukan itu di depan Is.” pria itu lebih percaya sama istrinya dari pada foto yang ada di depannya sekarang. “Sudah terang lagi bersuluh kalau dia dengan pria lain, masih juga tidak percaya.” ujar Nenda. Safina tersenyum dan menatap mertuanya. “Ma, biarkan Abang Is rehat dulu. Dia pasti letih setelah perjalanan jauh kami.” “Is tak nak, dengar tuduhan yang tidak benar tentang Rania, Ma. Is kenal siapa dia.” Safina berdiri. Pinggang suaminya dipeluk dari samping. “Sudah, Bie tak perlu nak marah sangat dengan Mama, sekarang pergi rehat. Biar i yang buka barang-barang ini.” Safina memang pandai meredakan emosi Harris. “Baiklah, i naik dulu.” Harris berkata dan terus melangkah meninggalkan ruang keluarga. Ia masih kesal dengan Safina. Kemarin sebelum mereka bersiap untuk pergi ke bandara, ponsel
Harris terkesiap mendengar kalimat dari Datin Maria, beberapa helai foto bertaburan di depan Harris, ia mengambil kepingan kertas yang menampilkan foto-foto Rania bersama seorang pria yang terlihat masih muda dan tampan. Kedua bahu Harris jatuh, ia duduk bersandar di samping Safina. Ini memang foto-foto Rania tapi ia tidak yakin istrinya sudah berlaku curang di belakangnya. “Ini pasti ada salah paham, Ma. Is tidak percaya kalau Rania melakukan semua itu.” Harris masih membantah apa yang menjadi keyakinan sang ibu. Nenda yang mendengar kalimat Harris langsung mencebikkan bibirnya, ia memang dari awal tidak pernah menyukai cucu menantu yang berasal dari kalangan orang biasa, ia merasa Harris lebih layak dengan Safina karena Safina adalah anak orang kaya. “Bie, sepertinya itu foto asli, bukan editan. Kenapa tak percaya cakap Mama?” Safina mengusap lengan suaminya. “So, You percaya lah?” tanya Harris pada istri barunya. “Yes, i am!” jawab Safina singkat dan penuh rasa percaya diri. H
“Bie, takkan you nak tinggalkan i di rumah ini sendiri.”“Jangan berlebihan boleh tak Fina? Ada Mama dan yang lainnya, apa pula sendiri?” Harris meraih baju mandinya dan meninggalkan Safina yang sekarang seperti kucing kehilangan anaknya, gelisah. Ia tidak akan tenang jika Harris pulang ke istri pertamanya. Ia harus ikut bersama. Safina segera mengambil ponselnya. Ia menghubungi seseorang.“Alisa, siapkan tiket dan pasport saya, dan urus visa untuk saya pergi ke Jakarta.”Setelah mengakhiri telponnya, Safina tersenyum sarkastik, ia tidak akan tinggal diam kalau Harris pulang ke rumah istri pertamanya.Dua hari berlalu, Harris sudah bersiap-siap untuk berangkat ke KLIA airport dan sedang menunggu taksi yang sudah dipesannya di bawah.“Sudah siap, Is?” tanya Datin Maria meneliti penampilan sang putra.“Iya, Mam. Is titip Safina.”“Dia tidak ikut? Harusnya istri Is ikut kemanapun Is pergi, tempat seorang istri kan di samping suami.”Safina turun dar
Mata Rania membulat sempurna melihat siapa yang ada di depannya sekarang. Harris Iskandar sedang menatap tajam kepadanya. Di samping Harris, ada Safina yang sedang berdiri dengan pandangan mencemooh. "Assalamualaikum, kapan Abang sampai?" "Waalaikumussalam, Nia dari mana jam segini baru balik? siapa pria yang antar kamu pulang tadi? Nia lupa kalau sudah ada suami?" Haris mencerca istri pertamanya dengan pertanyaan bertubi-tubi. "Semua bisa Nia jelaskan, Abang," jawab Rania dengan tenang."Huh, nak jelaskan apa lagi? sudah terang lagi bersuluh kalau kamu itu bukan istri yang baik, malam begini pergi dengan jantan lain!" sindiran pedas dari Safina tidak digubris.Rania bukan istri kurang ajar yang tidak tahu adab sopan santun terhadap suami. Wanita berparas cantik dengan busana sopan itu melangkah mendekati sang suami, tangan Harris diraih dan dicium dengan sopan. Ia beralih pada Safina dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan wanita yang sudah menjadi madu di dalam rumah
mature content!Kedua bahu Harris jatuh mendegar kalimat dari Rania, ia rindu dengan kehangatan yang selalu ditawarkan oleh sang istri. Bagaimanapun, ia masih mencintai Rania, masih menginginkan wanita itu memberikan sentuhan mesra seperti selalu.“Rindu tidak harus melakukan itu ‘kan?” “Nia tahu, sebaiknya Abang temani Fina, dia pasti merasa masih asing di sini,” entah kenapa, Rania seperti ingin menjauh dan menjaga jarak dengan Harris.“Masih marah sama Abang?” Rania tidak menjawab. Menunggu respon dari Rania, tangan Harris merayap ke bawah seolah ingin tahu apa benar istrinya sedang ada tamu bulanan. Rania mengetatkan rahang merasakan tangan kanan Harris mengusap inti tubuhnya.“Nia lagi menstruasi, Abang,” Tegas Rania sekali lagi.“Kenapa tidak memakai pembalut?” tanya Harris seolah tidak percaya. “Biasanya kan gitu,”Pria itu semakin mendekatkan wajahnya, sejurus kemudian bibir mungil Rania sudah lenyap dalam kuluman. Ia memagut dalam dan penuh gairah. Pusaka kebanggaa
Mendengar kalimat itu membuat hati Rania seperti diremas, sakit. Kaki yang tadi kuat melangkah menjadi lemah tiba-tiba. Pernikahannya dengan Harris Iskandar sudah berjalan selama tiga tahun, belum ada dikasih keturunan dan itu yang menjadi salah satu penyebab mertuanya menerima kehadiran Salfina. Wanita cantik yang memakai jilbab berwarna cokelat susu itu mencoba tidak langsung termakan oleh omongan Salfina yang memang selalu berniat untuk menyakiti hati. Mood kerja yang mati-matian ia bangun dari tadi pagi bisa hancur berantakan kalau ia meladeni madunya. “Aku tidak percaya, kalian menikah saja baru berapa hari,” Rania seperti mencoba memancing sebuah pengakuan lagi dari bibir sang madu. “I sudah tidak haid selama empat minggu, and you bisa pikir sendirilah, pertemuan i dengan Harish yang tertangkap oleh jabatan agama itu sudah berjalan satu bulan lebih rasanya.” Rania meneguk ludah yang terasa kesat. Dasar pengkhianat semua! Pembelaan diri yang dilakukan oleh Harris hari itu meng