Share

Jerat Cinta Suami Posesif
Jerat Cinta Suami Posesif
Author: Mama fia

Alasan yang sama

Author: Mama fia
last update Last Updated: 2023-09-10 17:50:27

"Sayang ... Sayang ... kamu di mana?"

Suara Mas Andra—suamiku, bergema di seluruh sudut rumah. Jika pulang kerja, dia selalu seperti itu. Padahal dia tahu, aku selalu rebahan di kamar atau duduk di taman belakang. Itu karena dia melarangku pergi ke luar rumah sendirian.

Sesuai dengan arti namanya, Andra Abryal, suamiku adalah pria yang tampan, kuat dan berani. Kuat dalam segala hal.

"Sayang, aku kira kamu pergi diam-diam. Ayo, kita makan. Aku membawakan nasi bebek kesukaanmu."

Mas Andra sudah berada di ambang pintu kamar. Dia tersenyum sangat manis. Dengan malas aku beranjak dari tidurku. Tubuhku masih terasa sangat lelah. Tulang-tulang pun rasanya mau patah.

Bagaimana aku tak lelah? Setiap malam bahkan sampai menjelang pagi aku selalu melayaninya. Itulah salah satu keistimewaan suamiku. Dia begitu kuat saat memberiku nafkah batin.

Mungkin bagi sebagian wanita, mereka akan bahagia. Tapi tidak denganku. Bahkan akhir-akhir ini aku merasa menyesal menjadi istrinya. Astaghfirullah ....

Aku duduk diam di kursi yang ada di ruang makan. Mas Andra yang menyiapkan. Meletakkan piring, sendok dan segelas air putih di hadapanku. Dia juga membukakan bungkusan nasi bebek untukku. Aku benar-benar diperlakukan seperti ratu. Bahkan jika aku mau, Mas Andra akan menyuapiku.

"Mau aku suapi, Sayang?"

Aku menggeleng perlahan sebagai jawaban. Mas Andra pun mengangguk paham.

Kami makan dalam diam. Dia tahu aku sedang tak ingin bicara. Percakapan kami tadi pagi, membuat kami sempat bertengkar.

Setelah selesai makan, Mas Andra yang mencuci piring. Sementara aku kembali ke kamar.

"Sayang, kamu masih marah?" tanyanya.

Mas Andra berjalan mendekat, sepertinya dia baru saja selesai mandi. Dia membelai lembut rambutku. Harum wangi sabun dan sampo menguar ke seluruh ruangan, membuatku ingin memeluknya. Tapi aku gengsi karena sedang kesal.

"Menurut Mas?" tanyaku ketus.

Meskipun aku bicara dengan nada kesal tapi Mas Andra tetap menanggapi ucapanku sambil tersenyum.

"Tolong beri aku waktu, Sayang." Lagi-lagi itu yang dia minta.

"Sampai kapan, Mas? Kita sudah menikah selama dua tahun. Dan itu sudah lama menurutku. Apa Mas nggak ingin punya keturunan?" seruku sembari memukuli dada bidangnya berulang-ulang.

Mas Andra tersenyum lalu mendekapku dengan erat. Tentunya setelah membiarkanku memukulnya sampai puas. Aku pun menangis tersedu dalam dekapannya. Aku kesal, marah, bahkan terkadang ingin berpisah dengannya.

Astaghfirullah ... lagi-lagi aku hanya bisa mengucap istighfar dalam hati. Aku memang istri yang tak tahu diri.

"Kamu tahu 'kan alasanku, Sayang? Tolong, beri aku waktu. Kamu boleh minta apa saja. Tapi untuk yang satu itu, aku belum siap!" Suaranya terdengar tegas tapi tanpa emosi.

Begitulah Mas Andra, dia tidak akan pernah marah padaku. Dia terlihat sangat mencintaiku. Bahkan ketika aku kesal atau marah padanya, dia hanya menanggapi dengan senyuman.

Ya, aku memang sedang marah padanya. Sudah dua tahun menikah tapi Mas Andra tidak mau aku hamil.

Aku sendiri tidak tahu apa alasan sebenarnya dia tidak mau memiliki anak. Mas Andra selalu beralasan tidak siap. Itu saja.

Di saat pria lain mengharapkan buah hati, sampai-sampai selingkuh atau menikah lagi tapi tidak dengan Mas Andra. Suamiku menolak mentah-mentah setiap aku membahas masalah itu.

"Aku wanita normal, Mas. Aku juga ingin melahirkan meskipun kata orang sakit. Aku ingin menjadi seorang ibu. Apa keinginanku berlebihan?" ungkapku dalam dekapannya setelah tangisku reda.

Mas Andra semakin mengeratkan pelukan lalu mengecup puncak kepalaku. Terdengar helaan napas panjangnya sebelum membalas ucapanku.

"Keinginanmu sama sekali tidak berlebihan. Hanya saja, aku memang merasa belum siap. Beri aku waktu, mungkin satu atau dua tahun lagi. Kamu masih muda, kita nikmati dulu masa bulan madu kita."

Selalu itu alasannya. Apa dia memang menikah karena hanya ingin menjadikanku budak nafsu? Bahkan sekarang tangan kekarnya mulai bergerilya, menyentuh daerah sensitifku.

Aku mencoba memberontak tapi tubuh tegap Mas Andra membuatku tak berdaya. Dan akhirnya aku hanya bisa pasrah ....

***

Setelah makan malam dan menjalankan kewajiban empat rakaat, aku segera merebahkan tubuhku yang terasa remuk redam. Mas Andra ijin bekerja sebentar di ruang kerjanya.

Rumah Mas Andra bukanlah rumah berlantai dua tapi cukup luas. Mas Andra sudah memilikinya sebelum kami menikah. Dan yang membuatku terharu, rumah yang kami tempati sudah atas namaku sendiri, bukan nama Mas Andra lagi.

Siapa yang tidak bahagia mendapat perlakuan seperti itu? Sikapnya selalu membuat hatiku meleleh. Dia sabar, lemah lembut dan tak pernah perhitungan. Namun kenyataannya, kenapa semua itu tidak membuatku bahagia? Apakah aku seorang istri yang tidak pandai bersyukur?

Entahlah, yang pasti semua orang akan menyalahkanku jika aku menangisi nasibku. Nasib yang mungkin diinginkan semua wanita yang haus harta.

Terdengar suara pintu terbuka perlahan dari luar. Aku pun pura-pura tidur. Aku masih lelah karena pergumulan panas kami tadi sore. Semoga Mas Andra tidak meminta kembali haknya malam ini.

"Sayang ... aku tahu kamu belum tidur. Aku sudah mentransfer uang bulanan ke rekeningmu. Kalau kamu ingin sesuatu, bilang saja padaku. Aku akan membelikannya untukmu," ucapnya dengan lembut di telingaku.

Deru napas Mas Andra terdengar memburu. Aku bergidik ngeri, membayangkan apa yang akan terjadi.

Ya Allah ... berikanlah aku kekuatan."

Hanya itu do'a yang bisa kupanjatkan, sebelum tangan Mas Andra mulai melepas pakaianku satu per satu.

***

"Mas, apa aku boleh pergi ke rumah Rara? Sebentar saja, please ...."

Pagi itu, sebelum Mas Andra berangkat kerja, aku ijin pergi ke rumah Rara—sahabatku satu-satunya.

Kehidupan Rara berbanding terbalik denganku. Ekonomi pas-pasan tapi memilki banyak anak. Bahkan dia sudah mencoba berbagai macam alat kontrasepsi tapi tetap saja hamil.

Suami Rara—Mas Fahmi bekerja sebagai kuli bangunan. Dengan tiga orang anak yang masih usia TK dan balita, kehidupan mereka sering kekurangan. Itulah kenapa aku selalu membantu dengan mengirim sembako atau sedikit uang.

"Boleh tapi aku antar dan pulang kujemput."

Aku mendesah perlahan, mendengar jawaban yang selalu sama. Mas Andra selalu seperti itu ketika aku minta ijin ke luar rumah.

"Mas 'kan kerja. Apa nggak takut dipecat kalau sering ijin?" tanyaku heran sekaligus geram. Tak bisakah dia membiarkanku pergi sendiri sebentar saja?

"Dipecat juga nggak apa-apa. Aku bisa cari pekerjaan baru lagi. Yang penting istriku baik-baik saja," jawabnya dengan santai.

Ucapan Mas Andra bukanlah candaan. Dia memang seperti itu. Memilih dikeluarkan dari pekerjaannya daripada membiarkanku pergi sendirian.

"Astaghfirullah ... aku bisa naik taksi online, Mas ...."

"Aku antar atau kamu tidak kuijinkan pergi. Bagaimana, Sayang?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Telepon dari Dokter Haris 2

    “Kukira Mas sakit sampai-sampai berhubungan dengan seorang dokter.” “Alhamdulillah aku sehat, bahkan sangat sehat. Mau berapa ronde?” tanya Mas Andra sambil menaikturunkan alisnya yang hitam dan tebal itu. Wajahku menghangat mendengar ucapannya yang sepertinya sengaja menggodaku. Aku pun berdecak sebal, menutupi rasa malu. “Ish, Mas ini. Selalu itu yang dibahas. Ya sudah, aku tidur saja. Katanya Mas mau kerja.” “Iya, sayang sekali ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau nggak, aku akan memakanmu dengan lahap.” “Memangnya aku ayam kecap?” Mas Andra hanya tertawa. Lalu berjalan meninggalkan kamar setelah mengecup bibirku singkat. *** Aku mengerjapkan mata, melihat sekelilingku. Mas Andra masih belum masuk kamar. Kulihat jam di dinding sudah melewati angka satu. Apa pekerjaannya sebanyak itu sampai-sampai Mas Andra belum tidur selarut ini? Aku beringsut turun dari ranjang dengan perlahan. Meskipun masih mengantuk, aku paksakan untuk mengambil salah satu buku

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Telepon dari Dokter Haris 1

    Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam tapi Mas Andra belum pulang. Ponselku pun sepi tanpa ada satu pesan atau panggilan telepon dari suamiku. Tumben sekali. Sepertinya Mas Andra benar-benar sibuk dengan pekerjaannya. Atau mungkin dia sibuk mencari siapa pengirim pizza? Ah, semoga saja jika Dika pengirimnya, tidak membuat masalah baru. Aku lelah dengan sikap suamiku yang terlalu pencemburu itu. Aku berbaring setelah sholat empat rakaat. Mataku tak bisa terpejam karena memikirkan suamiku. Jika Mas Andra pulang terlambat, biasanya dia pasti memberitahuku terlebih dahulu. Apa dia marah? Kumainkan ponsel mahalku yang sepi, tanpa aplikasi apa pun kecuali aplikasi berlogo gagang telepon berwarna hijau. Bahkan aku sama sekali tidak berniat men-download aplikasi media sosial satu pun. Apalagi yang sekarang lagi viral, yang di sana kita bisa belanja dengan harga sangat murah. Itu semua aku tahu dari Rara, karena dia sekarang juga berjualan melalui aplikasi yang bernama Tok Tok itu.

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Kiriman Pizza 2

    Bi Lastri tertawa terpingkal-pingkal, mungkin karena mendengar ucapanku. Memang terus terang saja kalau aku kurang healing, kurang refreshing. Bayangkan saja, dikurung di rumah tanpa boleh pergi ke mana pun, siapa yang akan betah? Bersyukur aku memang tipe orang yang tidak suka keluyuran. Namun meskipun begitu, kadangkala aku juga merasa bosan. Wajar, bukan? “Mbak Arini memang lucu. Pantas saja kalau bapak gemas dan cemburu. Kalau Mbak Arini dibiarkan keluar sendirian tanpa pengawasan, pasti digodain banyak laki-laki, mulai hidung polos sampai hidung belang.”“Sekarang Bibi yang lucu,” balas ku sembari tersenyum lebar. “Sudah, Bi, saya mau ke kamar. Semoga saja pizza itu benar-benar dari Mas Andra,” pamitku untuk yang kedua kalinya. “Semoga saja, Mbak.”Aku melanjutkan langkahku menuju kamar. Baru saja sampai di depan pintu, tampak Mas Andra keluar dari ruang kerjanya lalu berjalan ke arahku. Dia tersenyum manis sekali. “Habis makan ya, Sayang?” tanya Mas Andra setelah berdiri tep

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Kiriman Pizza 1

    Aku tersenyum melihat foto yang dikirim Mas Andra. Dia duduk berhadapan dengan Dika, di salah satu restoran Jepang ternama. Ternyata Mas Andra menyetujui permintaanku.Kukirim pesan ucapan terima kasih dengan emoticon love yang entah berapa jumlahnya, mungkin dua puluhan. Dan Mas Andra membalasnya dengan emoticon ketawa. Ish, menyebalkan! Untung cinta.Aku berjalan keluar kamar lalu menuju ruang makan. Perutku mulai meronta, protes minta diisi. Pantas saja, sekarang sudah pukul sebelas siang dan aku memang belum makan apa pun dari pagi, hanya segelas susu setelah sholat subuh. Hampir setiap hari aku tidur lagi setelah sholat subuh, karena lelah semalaman melayani Mas Andra. Ingin menolak tapi aku juga tidak ingin dia nanti selingkuh. Apalagi godaan wanita lain di luar sana selalu mengintai bagi pria tampan dan mapan seperti suamiku itu."Bi Lastri masak apa?" tanyaku pada Bi Lastri yang baru saja menyajikan masakannya di atas meja. Baunya sangat menggugah selera."Saya masak capcay sa

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Membujuk Mas Andra 2

    Mas Andra beranjak berdiri lalu duduk di sampingku. Dia lalu menepuk pahanya, sebagai isyarat agar aku duduk di pangkuannya. Karena penasaran, aku pun menuruti permintaannya."Bukan anakku, Sayang, tapi anak dia dengan suaminya. Setelah kami bercerai, dia menikah dengan selingkuhannya. Satu tahun kemudian, nggak sengaja aku bertemu dan perutnya sudah buncit."Aku merasa lega mendengar jawabannya. Setidaknya Mas Andra tidak ada urusan lagi dengan Melisa. "Lalu?" Aku penasaran dengan kelanjutan cerita tentang Melisa dan anaknya. Mas Andra pasti punya alasan yang kuat kenapa dia membantu mantan istrinya."Lalu apa?" Mas Andra bertanya sambil terkekeh. Aku tahu dia tak ingin lagi membahas tentang mantan istrinya. Namun, aku tak mau menyerah begitu saja."Lalu kenapa Mas memberikan sembako dan uang. Apa alasannya, Mas? Bukankah dia punya suami? Kalau orang yang nggak tahu, pasti dikira Mas masih cinta sama dia. Aku juga nggak menyalahkan Melisa jika dia sampai berpikiran seperti itu."Ma

  • Jerat Cinta Suami Posesif   Membujuk Mas Andra 1

    "Anu, Pak ... tadi di pasar ponsel saya jatuh, terus tiba-tiba saja waktu saya cari, Bu Melisa datang mengembalikan ponsel saya. Sumpah demi Allah, Pak, saya tidak memberi nomornya Mbak Arini pada Bu Melisa. Bapak harus percaya sama saya."Akhirnya Bi Lastri menceritakan apa yang dialaminya sewaktu di pasar dengan terbata-bata. Aku yang sudah mendengarnya, berusaha membela Bi Lastri. Aku yakin Bi Lastri tidak bersalah."Mas, aku yakin Bi Lastri tidak berbohong. Ayolah, Mas sendiri tahu bagaimana pengabdian Bibi selama ini. Apalagi Mas juga sudah mengenal Bibi selama sepuluh tahun."Mas Andra menghela napas panjang kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Dia lalu mengecup puncak kepalaku sebelum meninggalkan kami. Sepertinya Mas Andra masuk ke dalam ruang kerjanya. Dia hanya mendengarkan tanpa membalas penjelasan Bi Lastri."Tenang ya, Bi, Insya Allah Mas Andra percaya sama Bibi. Sepertinya dia sudah nggak marah, nanti aku akan mencoba membujuknya lagi. Aku juga nggak mau kalau Bibi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status