Share

15. Masa Lalu

Aku diam. Merenung. Mencari pelarian dari kedalaman sorot matanya.

Bunda telah siap mendengarkan. Aku pun tak pelak mempersiapkan diri mengatakan jawaban padanya.

“Sebenarnya, aku ..., aku kangen Riga,” akhirnya aku memilih bohong.

Gila saja kalau aku bilang menangis karena mantan brengsek yang sudah menghilangkan keperawananku, dulu.

Segalau apa pun, otakku tetap jalan. Menceritakan Galanta pada Bunda tentu saja kabar terparah yang didengar. Lebih parah dari kabar pernikahan pura-pura kami.

“Ya Tuhan, sampai nangis-nangis di jalan begitu karena kangen Riga?” Bunda geleng-geleng tapi wajahnya nampak puas. “Riga tugas keluar kota, ya? Cup-cup-cup! Besok Riga pulang, kok!”

Bunda merentangkan kedua tangan. Kepalaku mendarat di dadanya. Merasakan debar jantung yang lembut juga kehangatan khas seorang ibu.

Sudah berapa lama ya, aku tidak merasakan kehangatan sosok ibu. Aku tumbuh besar bersama K

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status