“Mas, aku minta maaf jika selama menjadi istri kamu, aku banyak salah dan kekurangan. Maaf juga jika pernah buat kamu marah.” Pinta Jasmine, air matanya mengalir perlahan membasahi pipinya yang pucat. la meraih tangan Arya yang terulur, menggenggamnya dengan erat, seakan ingin mencuri sedikit kehangatan terakhir sebelum ia pergi.“Kamu ngomong apa sih, sayang?! Jangan ngomong gitu Mas gak suka!” Sentak Arya, tak ingin mendengar kata-kata perpisahan, ia tak bisa membayangkan hidupnya tanpa Jasmine.“Aku mohon ridhoi kepergianku, Mas...” Lirih Jasmine.“Sayang_”“Aku mohon, Mas. Aku cuman pengen denger itu!!” Jasmine memotong ucapan Arya. Ingin mendengar langsung dari bibir suaminya,Mendengar permintaan istrinya itu, Arya menarik napas dalam-dalam lalu menatap istrinya. “Jasmine Medina, kamu sudah menjalankan tugasmu sebagai istri dengan baik. Sebagai suami, aku meridhoi apa yang selama ini kamu lalui. Kamu adalah bidadari yang Allah kasih buatku, teruslah sehat dan hidup bersama denga
Pukul 19.00 wib,Maudy memberanikan diri untuk menghubungi Arya. Jari-jarinya gemetar saat menekan tombol panggilan. Detak jantungnya semakin cepat. Berharap Arya akan menjawab panggilannya.“Assalamu'alaikum, Mas... Akhirnya kamu angkat juga. Ada yang mau aku omongin sama kamu, Mas. Aku_” Ucap Maudy saat panggilan terhubung dengan Arya di sana.[SAYA SUDAH MENGINGATKAN KAMU, MAUDY!! JANGAN HUBUNGI SAYA SAAT SEDANG BERSAMA JASMINE!! KENAPA KAMU GAK MENGERTI, HAH?!!] Deg!Maudy tersentak. Tubuhnya melemas ketika mendengar bentakan dari suaminya. Air matanya seketika mengalir deras, membasahi pipi. Merasakan sakit yang menusuk di dadanya.“Maaf, Mas...” Lirih Maudy.Ia mengakhiri panggilan sepihak, lalu memukul dadanya yang terasa sesak. Hatinya benar-benar hancur sangat hancur. “MAS ARYAAAA!!” Teriak Maudy disela isak tangisnya. “KENAPA KAMU TEGA SAMA AKU, MASS??!! KENAPA KAMU SELALU MENYAKITI HATI AKUUU??!!!” Teriaknya lagi, meluapkan sakit yang begitu dalam. Air matanya mengucur de
[Kamu kenapa egois gitu, Maudy? Saat ini kondisi Jasmine_] “JASMINE, JASMINE DAN HANYA JASMINE TERUS YANG ADA DI PIKIRANMU!!” Bentak Maudy, muak. Cemburu yang selama ini ia pendam, akhirnya meluap. Rasa sabar yang ia usahakan selama ini, hancur berkeping-keping di hadapan sikap suaminya yang semakin membuatnya terluka. “AKU JUGA ISTRI KAMU, MAS!! KAMU BILANG MAU ADIL, ADIL APANYA, HAHH?!” Teriak Maudy lagi, sakitnya tak dapat lagi ia tshan. “TANPA SADAR KAMU MELUKAI AKU, KAMU HANYA SIKSA AKU TERUS-TERUSAN!!” Sambungnya. Air matanya mengalir deras, hatinya terasa seperti diremas-remas. Ia sudah berusaha menahan rasa sakit, namun sikap Arya yang mengabaikannya, membuat rasa cemburu itu semakin mendominasi. Tanpa menunggu jawaban, Maudy mematikan panggilan sepihak dan melempar ponselnya ke ujung ranjang. Hatinya sudah terlalu sakit, tak sanggup lagi mendengar suara Arya. Tangisnya pecah, isak tangisnya menggema diruangan itu, melepaskan semua luka yang ia pendam selama ini.
Feby menatap Maudy dengan prihatin. la melihat seberapa parahnya keadaan Maudy di hadapannya, “Kamu udah minum obat?” Tanyanya, sambil melangkah masuk ke dalam kamar. “Belum... Nanti kalau udah siangan, temani aku ke rumah sakit ya.” Pinta Maudy, ingin memeriksakan kondisi tubuhnya. “Iya... Kalau gitu kamu istirahat dulu ya, aku masak bubur buat kamu.” Ucap Feby, lalu menuntun Maudy masuk ke dalam kamar. Maudy mengangguk lemah, kemudian berbaring di ranjang lalu menutup mata, berusaha untuk tidur. la merasa sangat lelah. Feby keluar dari kamar Maudy dan menuju dapur. Ia menghidupkan kompor dan mulai memasak bubur untuk Maudy. Sambil memasak, Feby memikirkan apa yang terjadi pada sepupunya itu. la tahu Maudy adalah orang yang kuat dan tidak mudah menyerah. “Apa Maudy hamil ya?” Monolognya. Beberapa menit kemudian, Feby membawa semangkuk bubur ayam ke kamar Maudy. “Maudy, buburnya udah siap!” Bisik Feby, menepuk pelan bahu sepupunya yang tertidur. Maudy kemudian membuka matanya
“Maudy, Kakak pulang dulu ya, nanti kalau ada waktu Kakak bakal main ke sini lagi.” Jasmine berpamitan dengan Maudy, kemudian memeluk wanita itu.“lya Kak. Kakak jangan terlalu kecapean, apalagi baru pulang dari rumah sakit.” Maudy berusaha tersenyum, meskipun hatinya terasa sedikit teriris.“Kalau begitu kami pergi dulu.” Pamit Arya, berusaha bersikap biasa di depan Maudy.Mereka akhirnya meninggalkan apartemen Maudy, meninggalkan Maudy yang berdiri termenung di balik pintu. Rasa sesak di dadanya semakin terasa, ia memperhatikan punggung Arya dan Jasmine yang semakin menjauh.Maudy menghela napas panjang, mencoba menguatkan diri. Ia tahu, hubungannya dengan Arya begitu rumit, dan ia harus belajar untuk menerima kenyataan.“Aku gak boleh punya pikiran jahat, gimanapun Kak Jasmine lebih berhak atas Mas Arya!” Gumamnya menegaskan pada diri sendiri.Maudy kemudian menutup pintu, menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debar jantungnya yang masih berpacu kencang. Pandangannya tertu
Maudy tengah bersantai di sofa. Ponselnya berdering, itu adalah pesan dari Jasmine. {Maudy, kakak mau main ke apartemen kamu, Sherlock dong...} Setelah membaca pesan tersebut, tubuh Maudy menegang, panik. Jantungnya berdebar kencang, tak beraturan. Mau apa Jasmine ke apartemennya? “Bukannya Kak Jasmine lagi kritis? Kenapa tiba-tiba mau main ke sini ya?” Monolognya, pikirannya berputar mencari jawaban. “Apa Kak Jasmine udah sembuh?” Gumamnya lagi, penasaran. Namun, rasa takut lebih menguasai. Ia takut Jasmine akan mengetahui kenyataan jika ia adalah istri simpanan Arya. Maudy mencoba mengabaikan rasa penasaran dan takutnya. Ia bangkit dari sofa dan berlari menuju kamar. Matanya tertuju pada foto pernikahannya dengan Arya yang terpajang di atas nakas. Foto itu diambil di apartemen Maudy, saat mereka berdua melangsungkan pernikahan secara sederhana. “Lebih baik aku sembunyikan ini dulu, walaupun di dalam kamar, tapi siapa tau kak Jasmine ingin masuk.” Dengan tangan gem