Share

Bab 5. Pria Jahat Itu Lagi

Prok, prok, prok.

Suara ketukan high heels beradu dengan kerasnya lantai keramik, terdengar sangat cepat, seiring dengan langkah seorang gadis yang sedang berjalan dengan setengah berlari menuju pintu keluar sebuah hotel berbintang lima. Dengan langkah cepat, ia terus saja berjalan sambil sesekali menyeka air mata yang berjatuhan begitu saja membasahi wajah cantiknya.

"Brengsek! Semua ini gara-gara Revand sialan itu. Aku harus bikin perhitungan sama dia," geram Elara yang sudah tiba di depan hotel.

Karena ia memang tak membawa mobil ke hotel tersebut, maka Elara sudah memutuskan untuk memesan taksi online. Tak perlu menunggu lama, karena akhirnya taksi yang dipesannya itu segera tiba di hadapannya. Taksi itu pun lalu meluncur menuju ke sebuah bangunan apartemen yang cukup mewah, tempat dimana Elara tinggal selama ini.

Elara bergegas turun dari taksi, setelah membayar ongkos sesuai dengan argo. Gadis cantik nan bertubuh seksi itu pun berjalan cepat menuju lift, yang akan mengantarkannya menuju ke lantai 15, tempat dimana unit apartemennya berada. Setibanya di depan pintu apartemen, Elara lekas menekan angka yang menjadi pin dari pintu apartemannya. Ia pun bergegas masuk dan langsung menuju ke kamarnya untuk melepas lelah, setelah melemparkan tas jinjingnya ke sembarang.

"Astaga, Tuhan. Ini rasanya sakit," keluhnya, ketika ia seakan baru tersadar dan merasakan kesakitan yang mendera di antara kedua pahanya.

Rasa perih bercampur panas menjalari seluruh tubuh Elara, hingga membuat rasa sakit itu memuncak sampai ke ubun-ubunnya. Ia memegangi kedua pahanya yang terasa nyeri, dan sesekali tangannya itu memegangi kepala yang terasa pusing. Pandangannya pun perlahan mulai buram, dan tak lama setelah itu semuanya menjadi gelap.

---

"Elara Margaretha. Kenapa tiba-tiba aku merasa sangat penasaran dengan gadis itu." Arion berjalan mondar-mandir di dalam kamar hotelnya.

Ingatannya terus saja tertuju kepada Elara, gadis yang menjadi rekan one night stand-nya malam tadi. Entah kenapa ia selalu memikirkan Elara sampai saat ini. Ada rasa gelisah, cemas, dan kekhawatiran yang berbaur jadi satu. Ah, entahlah. Mungkin lebih tepatnya adalah rasa bersalah yang teramat besar pada Elara, karena telah merenggut kesucian gadis itu, meskipun semuanya bukanlah murni kesalahannya.

"Ah, sudahlah. Toh semua ini hanya hubungan one night stand saja. Aku nggak mengenal dia, dan dia juga nggak mengenal aku. Dan semua ini bukanlah murni kesalahanku, karena memang dia yang memaksa. Huft, sekarang lebih baik aku lupakan dia, karena dia juga menyuruhku untuk melupakannya." Arion berkata penuh tekad.

"Untung saja gadis itu tak menuntut apapun dariku, atau menuntut pertanggung jawabanku. Kalau dia sampai melakukannya, karierku pasti akan hancur. Dan hubunganku dengan Liza juga pasti akan kacau. Huft, syukurlah," ucap Arion penuh rasa syukur, sebab gadis yang ia renggut virginnya itu tak menuntut apapun darinya.

Sang aktor sama sekali tak ingin ambil pusing mengenai masalah tersebut. Toh Elara juga tak menginginkan apapun darinya, dan lebih memilih pergi. Jadi, hidup Arion pasti akan tenang setelah kejadian ini, tanpa dia perlu memikirkan apapun lagi mengenai gadis bernama Elara itu.

Siang ini, Arion memutuskan untuk segera check out dari hotel, karena jadwalnya di Indonesia sudah habis. Ia harus segera kembali ke Jerman, sebab masih banyak job yang menanti dirinya di negara tercinta. Bersama dengan asistennya, Arion pun akhirnya keluar dari hotel dan segera menuju ke bandara. Hari ini ia akan melakukan penerbangan ke Jerman, dan ia sungguh sangat menantikan momen saat tiba di negaranya itu.

bayangan wajah cantik kekasihnya, Liza, kembali terlintas di pelupuk matanya, membuat Arion tersenyum seorang diri.

"Liza, aku pulang," gumamnya dengan senyum yang begitu manis di wajah baby facenya.

---

Suasana terasa sangat lengang. Tak terdengar apapun saat ini, tetapi hanya tercium aroma obat-obatan yang begitu menusuk hidung. Secara perlahan, kedua kelopak mata indah itu pun terangkat. Kedua bola mata berwarna coklat itu bergerak ke kanan dan ke kiri, dengan guratan merah yang tercipta di mata indahnya.

Elara mengerjapkan kelopak matanya berulang kali, seraya berusaha bangkit untuk menatap keadaan di sekitarnya. Begitu kedua matanya itu terbuka, ia langsung disambut dengan pemandangan berupa ruangan yang seluruhnya didominasi oleh warna putih. Elara mendongak sejenak, dan kembali ia melihat langit-langit kamar yang juga berwarna putih. Tak hanya itu saja, tetapi ia juga bisa melihat bahwa ada beberapa perlatan medis yang saat ini berada di sekitarnya, juga selang infus yang tertancap di punggung tangan kirinya.

Seketika gadis cantik itu pun menghela napas kasar, sebab ia tahu sedang berada dimana dirinya saat ini.

"Huft, lagi-lagi rumah sakit. Sungguh, membuatku bosan aja," sungut Elara yang segera merebahkan tubuhnya kembali ke atas brankar.

Ia pun kembali berusaha untuk memejamkan kedua matanya, dan memilih untuk melupakan sejenak tentang keberadaannya di rumah sakit. Namun, seketika ia pun beranjak bangun dengan kedua mata yang terbuka sempurna. Elara duduk tertegun, sambil berusaha mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.

"Bagaimana aku bisa berada di rumah sakit? Bukankah tadi aku sedang berada di apartemen? Lalu, siapa yang udah membawaku kesini?" Elara bertanya-tanya pada dirinya sendiri, dengan wajah penuh kebingungan.

Ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Padahal tadi seingatnya ia sedang berada di apartemen. Lalu, bagaimana mungkin sekarang ia sudah berada di rumah sakit? Siapa yang sudah membawanya kemari?

Tok, tok, tok.

Di saat Elara sedang disibukkan dengan pemikirannya sendiri, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar pintu kamarnya. Tatapan Elara pun refleks tertuju ke arah sana, dan berniat untuk melihat siapakah yang datang.

Begitu pintu itu terbuka, datanglah sosok seorang wanita berpenampilan stylish dan begitu anggun, sedang melangkahkan kaki menuju ke dalam ruangan tempat Elara dirawat. Seketika kedua bola mata Elara membulat sempurna, dan ia pun tampak segera mengatup mulutnya sendiri. Tak lama setelah itu, sebuah senyum tampak mengembang di bibir indahnya tersebut.

"Azura, itu beneran kamu?" tanya Elara yang merasa cukup terkejut dengan kehadiran sosok perempuan cantik berkulit putih di hadapannya.

"Tentu saja, Elara. Ini aku," sahut wanita bernama Azura.

Tak dapat menahan rasa harunya lagi, Azura segera berjalan menghampiri Elara dan memeluk model cantik tersebut. Kedua wanita yang sama-sama berparas cantik itu pun saling berpelukan satu sama lain. Bahkan keduanya berpelukan dengan sangat lama dan erat, seolah mereka sedang melepaskan rindu yang sudah lama tak tersalurkan.

"Elara, aku kangen banget sama kamu," ujar Azura, ketika ia melepaskan pelukannya.

"Sama, Azura. Aku juga kangen banget sama kamu," balas Elara pula.

Mereka pun kembali berangkulan dengan wajah penuh kebahagiaan dan keharuan. Wajar saja, karena mereka sudah lama tak bertemu. Elara dan Azura adalah sahabat dekat sejak mereka masih sama-sama kuliah dulu. Elara merupakan warga Indonesia, dengan gen blasteran antara Indonesia dan Eropa. Sedangkan Azura adalah warga negara asli dari Jerman. Mereka dipertemukan karena waktu itu Elara sedang menempuh pendidikan di Jerman. Ia pun akhirnya menjalin persahabatan yang begitu erat dengan Azura, sampai akhirnya mereka berpisah dua tahun yang lalu, karena Elara harus pulang ke Indonesia, sedangkan Azura memilih untuk tetap berkarir di negaranya sendiri.

Sampai akhirnya hari ini Azura memutuskan untuk mengunjungi Elara ke Indonesia, sebab sebelumnya mereka pun masih sering berkomunikasi. Elara juga memberitahukan alamat apartemennya dengan lengkap kepada sahabatnya itu.

Namun, Azura merasa sangat terkejut ketika ia tiba di apartemen Elara. Sebab ia melihat bahwa sahabatnya itu sedang dalam keadaan pingsan. Itulah sebabnya Azura lalu memutuskan untuk membawa sang sahabat ke rumah sakit terdekat.

Kini, keduanya merasa sangat bahagia, karena setelah dua tahun berpisah, akhirnya mereka pun dipertemukan kembali, meskipun harus di tempat seperti ini.

***

Setelah sehari dirawat di rumah sakit, maka akhirnya Elara pun telah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawatnya. Model cantik itu pun kemudian memutuskan untuk kembali ke apartemen bersama dengan sahabatnya, Azura. Selama beberapa hari, Azura menemani Elara di apartemen, karena kebetulan ia sedang healing ke Indonesia. Jadi, gadis Jerman itu bisa punya banyak waktu bersama dengan sahabatnya tersebut.

"Azura, kamu nggak apa-apa kalau menemani aku terlalu lama di sini?" tanya Elara pada suatu hari, karena ia merasa tak enak hati kepada Azura.

"Santai aja, Elara. Aku justru seneng karena bisa nemenin kamu lebih lama di sini," balas Azura sambil tersenyum.

Elara pun membalas senyuman itu, kemudian merangkul sahabatnya yang baik tersebut. Ia merasa sangat bersyukur, karena akhirnya masih bisa dipertemukan dengan orang sebaik Azura.

Singkat cerita, sudah seminggu Azura berada di apartemen Elara. Selama itu pula, gadis asal Eropa itu selalu menemani sang sahabat kemanapun. Bahkan tak jarang Azura juga menemani Elara ketika dia hendak menjalani pemotretan. Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan, sampai akhirnya tibalah saatnya Azura untuk pulang kembali ke negara asalnya.

"Apa kamu akan baik-baik aja kalau aku tinggal sendirian?" tanya Azura cemas, sesaat setelah Elara mengantarkannya ke bandara.

"Kamu tenang aja, Azura. Aku bisa menjaga diri kok," jawab Elara dengan begitu yakin.

"Kamu yakin? Apa kamu nggak ingin ikut ke Jerman bersamaku?" Sekali lagi Azura berusaha menawarkan, dengan harapan supaya sahabatnya itu mau ikut dengannya.

"Lain kali aku pasti akan ikut bersamamu, Azura. Tapi nggak sekarang, karena saat ini karierku juga sedang berkembang di sini." Elara membalasnya dengan tersenyum.

"Hm, baiklah kalau begitu. Kamu hati-hati di sini. Jaga diri baik-baik," pesan Azura sekali lagi.

"Siap, Temanku. Kamu juga hati-hati," sahut Elara pula.

Tak lama kemudian, Azura pun segera memasuki pesawat karena tak lama lagi ia akan segera take off. Setelah melihat pesawat yang ditumpangi oleh Azura sudah terbang meninggalkan bandara, maka Elara pun bersiap pula untuk meninggalkan bandara tersebut. Kebetulan karena hari ini ia tak memiliki jadwal pemotretan, maka ia hisa beristirahat dan bebas melakukan apapun.

"Hmm, kali ini aku ingin istirahat saja di apartemen. Entah kenapa tubuhku ini terasa begitu lelah dan sama sekali nggak bersemangat." Elara kemudian masuk ke dalam mobilnya, lalu melajukan mobil tersebut menuju ke apartemennya.

Tak butuh waktu lama untuk Elara tiba di apartemen. Setelah memarkir mobilnya di basement, gadis bertubuh seksi itu pun bergegas menuju lift dengan langkah santai dan malah terkesan lesu. Elara menekan angka yang akan mengantarkannya menuju ke lantai tempat apartemennya berada. Lift pun mulai bergerak, dan akhirnya berhenti tepat di tempat yang dikehendaki oleh Elara.

Elara langsung melangkahkan kaki jenjangnya keluar dari lift. Suara ketukan high heels beradu dengan kerasnya lantai apartemen, terdengar begitu jelas dan memecah kesunyian. Langkah beralaskan high heels itu tertuju pada salah satu pintu apartemen, dan berhenti tepat di depan sana.

Elara segera menekan angka yang merupakan sandi apartemennya, dan segera memutuskan untuk masuk ke dalam sana. Namun, sebelum ia memasuki apartemennya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan bayangan seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sampingnya.

Refleks ia pun menoleh pada sosok yang sedang berdiri di sebelah tubuhnya. Kedua mata indah Elara langsung terbuka lebar-lebar, begitu ia tatapannya beradu dengan sosok seorang pria bertubuh tinggi kekar yang kini sedang tersenyum ke arahnya.

"Hay, Elara," sapa pria itu dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Re …. Revand? Apa yang kamu lakukan di sini hah?" teriak Elara dengan nada suara frustasi dan penuh ketakutan.

Bayangan ketika Revand hendak melecehkannya beberapa hari yang lalu, kembali terlintas di ingatan Elara. Ia benar-benar tak bisa membayangkan, apa yang akan pria itu lakukan kepadanya saat ini. Sampai-sampai dia nekat mendatangi apartemen Elara.

"Apa yang aku lakukan? Tentu saja aku ingin melakukan hal yang dulu sempat tertunda. Kamu nggak mungkin melupakannya kan, Sayang?" Dengan smirk di wajahnya, Revand berjalan mendekati Elara yang terus menjauh dan berjalan mundur.

Elara tahu betul kemana arah pembicaraan Revand saat ini. Pria itu pasti sedang membahas malam itu, dimana dia gagal meniduri Elara, dan menyebabkan gadis itu harus berakhir dalam hubungan one night stand bersama seorang pria yang tak lain adalah idolanya sendiri.

"Kamu brengsek, Revand! Bagaimana mungkin kamu bisa melakukan hal itu sama aku? Selama ini aku sudah menganggap kamu seperti temanku sendiri. Tapi apa yang kamu lakukan hah? Kamu benar-benar pria brengsek," bentak Elara dengan amarah yang sudah berapi-api.

"Oh, aku jadi brengsek karena dirimu, Elara. Karena kamu selalu menyuguhi aku dengan pemandangan tubuh indahmu yang begitu menggoda. Jadi, jangan salahkan aku kalau aku benar-benar tergoda dan sangat menginginkan tubuhmu itu." Revand mulai membuka kancing kemeja bagian atasnya, tanpa ia pedulikan sedang berada dimana mereka saat ini.

Melihat hal itu, tentu saja langsung membuat Elara terkejut. Kedua matanya kembali terbeliak. Ia merasa sangat yakin, bahwa pria seperti Revand pasti akan melakukan apapun demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Revand kembali menyeringai seraya terus mendekati Elara.

"Revand, kamu benar-benar brengsek!" teriak Elara sekali lagi, dan setelah itu ia pun berusaha untuk masuk ke dalam apartemennya, yang kebetulan pintu sudah terbuka.

Namun, langkah Elara seketika tertahan, saat ia merasakan cengkeraman tangan kekar Revand yang begitu kuat di lengannya. Elara pun sontak menjerit dan berteriak minta tolong, dengan harapan supaya Revand mau melepaskannya. Tetapi semua sia-sia saja, karena Revand sudah bak orang kesetanan yang tak peduli lagi dengan keadaan di sekelilingnya.

Elara bahkan bisa melihat dengan jelas, bahwa kedua mata pria itu benar-benar telah memerah, menandakan bahwa ia sangat berhasrat untuk menangkap dan memangsa Elara saat itu juga. Elara pun terus memberontak dan berusaha menghempaskan tangan Revand, tetapi semua usahanya itu gagal.

"Kamu nggak akan pernah bisa kemana-mana lagi, Elara," ujar Revand dengan senyum menyeringai.

"Lepaskan aku, Revand. Ini tempat umum! Aku bisa berteriak sekencangnya supaya security menangkap kamu." Dengan napas terengah-engah, Elara ara berusaha untuk mengancam pria jahat itu.

"Berteriak saja, Elara ra. Justru teriakanmu itu akan semakin membuatku bernafsu untuk melakukannya." Dengan lancangnya pria itu menyentuh dagu Elara, membuat sang gadis pun akhirnya benar-benar hilang kesabaran.

"Brengsek!"

Raut wajah Elara sudah memerah dipenuhi amarah. Dia benar-benar sangat membenci pria jahat di depannya kali ini. Apalagi saat melihat tatapan mata Revand yang terus menatapnya penuh nafsu, semakin membuat Elara merasa jijik.

Ia pun beberapa kali berontak, tapi Revand tetap tak mau melepaskannya juga. Karena sudah tak bisa membendung amarahnya lagi, Elara segera menendang bagian sensitif Revand dengan begitu kencangnya. Hal itu pun sukses membuat Revand meringis kesakitan hingga melepaskan cengkeramannya pada lengan Elara.

"Aww!" pekik Revand mengasuh.

"Rasakan itu, dasar brengsek!" umpat Clara sekali lagi dan segera berlari masuk ke dalam apartemennya.

Di saat Revand sedang menahan rasa sakitnya, saat itu pula Clara langsung mengunci pintu apartemennya dan bergegas berlari meninggalkan tempat itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status