"Kenapa dari tadi aku berjalan, tapi aku tidak melihat gerbang utama? Seingatku, semalam aku melewati jalan ini menggunakan taksi," gumam Hazel.
Hazel melangkah melewati jalanan kawasan area Mansion Jonathan, meninggalkan tempat terkutuk yang membuatnya harus kehilangan kesuciannya. Dan saat ini, Hazel merasa dia tidak pernah sampai di gerbang utama setelah dari tadi berjalan."Aku lelah, perutku sakit. Belum lagi, tubuhku seperti akan demam. Mau sampai mana aku terus berjalan seperti ini?"Hazel menarik napas dalam, menghirup oksigen, namun tidak cukup untuk mengusir rasa lelah yang menerjang dirinya. Langkahnya yang semula semangat, kini mulai goyah, seakan tiap tapak kaki yang menyentuh aspal dingin itu membutuhkan usaha yang lebih dari biasanya.Hazel menghentikan langkahnya sejenak, menatap ke atas, mencari tanda-tanda langit yang akan menuntunnya keluar dari labirin ini. Namun, yang terlihat hanyalah pepohonan yang meranggas, seolah-olah mereka juga merasakan kesedihan yang sama.“Sial, kenapa aku harus terjebak di sini?!” Hazel menendang udara kesal.Sementara di dalam Mansion, Jonathan kini telah duduk di meja makan dengan gaya rambut yang disisir ke samping, menggunakan setelan jas mahal terlihat sempurna tanpa cela."Jose, beritahu kepada para pelayan maupun para pekerja. Jika ada yang lancang berbicara mengenai Hazel atau aku membawa wanita di kediamanku, aku tidak akan segan-segan memberikan konsekuensi kepada mereka!”Jose yang merupakan kepala pelayan itu mengangguk ketika ia sedang meletakkan secangkir kopi di atas meja di mana Jonathan duduk.“Baik, Tuan,” jawab Jose sopan.Jonathan harus menjaga reputasinya sebagai penerus, dan tentunya di depan Calon tunangannya, Natasya Collins. Wanita yang dijodohkan dengan Jonathan. Wanita yang memiliki prestasi melimpah. Ya, meski Jonathan sendiri tidak mencintai Natasya.Jangankan mencintai, secuil rasa pun tidak ia berikan kepada Natasya. Walaupun, kata orang-orang dari kalangan pebisnis mengatakan, jika Jonathan dan Natasya adalah pasangan yang paling sempurna.Kenyataannya dalam perjodohan tersebut sudah tentu karena bisnis dan keuntungan. Bagi Jonathan, reputasi, kekuasaan, kekuatan, dan keuntungan jauh lebih penting. Karena dengan itu semua, orang-orang akan tunduk padanya."Cukup berpura-pura mencintai dan memainkan peran dengan baik adalah permainan yang seru," gumam Jonathan.“Tuan, buket bunga untuk Nyonya Natasya sudah saya siapkan di dalam mobil. Apakah Tuan akan segera ke bandara sekarang?” tanya Carl yang datang melapor.Jonathan melihat Carl dengan tatapan dingin. Pemilik mata biru itu mengangguk. "Iya, aku akan segera berangkat ke bandara. Pastikan Natasya menerima buket bunga itu dengan hati yang bahagia," ucap Jonathan.Carl mengangguk cepat. “Tentu, saya memesan bunga dengan kualitas terbaik untuk Nyonya Natasha, Tuan," Jawab Carl. “Kalau begitu, saya permisi untuk menyiapkan mobilnya.” Carl memutar tubuhnya berlalu.Jonathan masih duduk dengan tenang di kursi mewahnya, menyesap kopi yang masih panas lalu bertanya kepada Jose. "Jose, Apakah wanita itu sudah keluar dari kawasan Mansion?”“Sepertinya, nona Hazel tersesat di hutan, Tuan. Dan nona Hazel juga belum sarapan,” jawab Jose.Senyum tipis terbit di bibir Jonathan. Dia senang mendengar kabar itu. Pria itu seperti mendapatkan mainan baru.“Jangan ada yang berani menolongnya ataupun memberinya makanan,” kata Jonathan tegas.“Baik, Tuan.”Jonathan memainkan cincin berwarna silver di jari telunjuknya, refleksi dari jendela menangkap kilauan yang sama dengan tatapan matanya yang dingin. Jonathan memutar cincin itu, seolah-olah dengan setiap putaran, Jonathan bisa memainkan takdir Hazel yang akan ia renggut.“Tuan, mobilnya sudah siap.”Jonathan segera berdiri dari kursi mewahnya saat Carl datang memberi tahu. Dia pun melangkah keluar dari kediaman.Sementara itu, Hazel terduduk di bahu jalan sambil meluruskan kakinya yang lelah. Hazel merasakan otot kakinya berdenyut setelah berjalan jauh. Kini tubuhnya lemas dan juga area intimnya terasa begitu perih saat dia menggerakkan kakinya."Aaa ... Aku benar-benar lapar! Kenapa hutan Mansion seluas ini tidak ada buah yang tumbuh? Kenapa hanya pohon ek? Apakah aku harus memakan biji-bijian keras di sini seperti seekor tupai?!” Hazel berteriak frustasi.Dia menengadah wajahnya ke langit berharap ada paha ayam yang jatuh atau ada hujan yang menetes. Namun, kesia-siaan yang ia dapatkan."Sialan," desah Hazel, suaranya terputus-putus oleh sesaknya napas. Rasa frustasi dan keputusasaan menyergapnya, membuatnya menendang udara dengan gerakan yang sia-sia.Hazel tertunduk, bayangan penyesalan kini menyapa dirinya. Ia mengutuk dirinya sendiri atas apa yang ia alami. Satu kata yang Hazel sesali saat ini adalah kata "Seandainya" jika dia tidak datang. Nasib sial ini tidak akan menimpa dirinya."Ibu, maaf, mungkin aku akan telat sampai di rumah. Dan aku juga minta maaf kalau aku mungkin akan keluar dari pekerjaan ini. Aku ... aku tidak tahu harus bagaimana lagi," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar. Dia merasa seolah-olah dunia berputar di sekelilingnya.Hazel memiliki ayah tiri yang merupakan pria pecundang. Ayah tirinya itu tidak pernah tinggal di rumah selain pria itu datang lalu kemudian mengamuk. Sikap ayah tirinya yang kasar membuat Hazel selalu khawatir saat meninggalkan ibunya seorang diri."Jika ditanya aku sedih? Tentu saja aku sangat sedih. Aku memberikan kesucianku begitu saja kepada atasanku. Sekarang, aku malah tidak tahu aku berada di mana. Waktu tidak akan kembali ketika aku hanya meratapi apa yang sudah terjadi kepada diriku saat ini. Yang paling aku sedih saat ini, kapan aku bisa keluar dari hutan labirin terkutuk ini!" Hazel menjerit, mengacak rambutnya frustasi.Tiba-tiba, suara gemuruh mesin mobil terdengar dari kejauhan. Hazel menegakkan kepala dan melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju mendekati Hazel di mana Hazel terduduk."Tuan Jonathan…" Hazel berdiri, dia berharap pria itu dapat melihatnya.Walau Hazel sedang melarikan diri dari pria itu. Kali ini Hazel harus mengalah dan memohon agar ia bisa keluar dari labirin kediaman Parker. Hazel benar-benar khawatir dengan keadaan ibunya saat ini.“Tuan… Saya mohon, tolong antar saya ke gerbang.” pinta Hazel, dia berteriak walaupun suaranya bergetar lemas.Di dalam mobil, Jonathan tersenyum tipis, menatap Hazel dari balik kaca gelap. Dia merasa puas melihat Hazel dalam keadaan seperti itu."Jangan berhenti, lanjutkan saja," perintah Jonathan kepada Carl, dan mobil itu melanjutkan perjalanannya.Saat mobil melaju, pikiran Jonathan sudah terbang jauh, merencanakan skenario berikutnya untuk menahan Hazel dalam jeratan. “Aku ingin melihat bagaimana kamu bertahan, Hazel,” gumam Jonathan.Carl yang melihat sikap majikannya hanya menelan ludah. ‘Nona Hazel, kesalahan apa yang sudah Anda lakukan? Hingga Tuan berlaku seperti ini kepadamu?’ batin Carl, dia mencengkram setir mobil yang ia kendarai dengan kuat.Sementara Hazel, mengulurkan tangannya ke arah mobil yang bergerak. “Tuan…” namun, tangan Hazel terulur di udara dengan sia-sia saat mobil mewah itu hanya melewati tubuhnya saja.Hazel menatap mobil itu pergi, merasa seolah-olah harapan terakhirnya juga ikut pergi. "Atasan keparat!" umpat Hazel memaki.Hazel menunduk, mencoba menahan air mata yang akan keluar. "Kenapa kau selalu melakukan hal ini, tuan?" Hazel mengepalkan kedua tangannya kuat, menahan emosi yang kapan saja akan meledak.Wanita itu segera mengusap air matanya yang perlahan luruh di pipinya yang pucat. “Aku harus pulang! Aku tidak boleh menyerah!” Hazel kembali melanjutkan langkahnya.Hazel pikir, dia akan mudah keluar dari Mansion neraka kediaman Parker. Pemiliknya, lebih-lebih dari seorang iblis. Gara-gara ajakan konyol dan ancaman pemecatan, dirinya harus terjebak dalam permainan Jonathan.Jonathan yang melihat Hazel dari arah kaca dasbor pun tersenyum tipis. "Apa kau tahu, Hazel Bennett, kau itu sangat membosankan. Setelah apa yang terjadi di antara kita, aku rasa, kau lebih cocok menjadi pelayan di kediamanku," batin Jonathan.Pagi yang sepi di kota kecil, Carl meninggalkan penginapan dengan misi yang jelas: menemukan Victor, satu-satunya orang yang bisa memberi mereka informasi penting tentang Tuan Lucas. Jonathan, Hazel, dan Amy menunggu dengan cemas, waktu terasa semakin menipis sementara ancaman dari Tuan Lucas terus membayangi.Beberapa jam kemudian, Carl kembali dengan wajah penuh ketegangan namun membawa kabar baik.“Aku menemukannya,” kata Carl, suaranya tenang tapi bersemangat. “Victor setuju untuk bertemu kita malam ini, di sebuah gudang tua di luar kota.”Jonathan mengangguk cepat. “Bagus. Ini kesempatan kita untuk mengetahui kelemahan Tuan Lucas dan menghentikannya.”---Di Gudang TuaMalam tiba dengan suasana tegang. Gudang tua di luar kota tampak gelap dan terisolasi. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy memasuki tempat itu dengan hati-hati. Di dalam, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh bekas luka, berdiri di sudut ruangan—Victor.“Aku tahu siapa yang kalian lawan,” kata Victor, suaranya sera
Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu
Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,
Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...
Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit
Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt