Beranda / Romansa / Jerat Tuan Pebinor / 3. Jangan Seperti Murahan.

Share

3. Jangan Seperti Murahan.

Penulis: Butiran_Debu
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-26 21:18:50

Kalimat vulgar yang terucap dari Pak Arsen, menyadarkanku seketika. Bau napasnya yang wangi sudah tak lagi ingin kuhirup lebih lama.

"Jaga ucapan Anda, Pak. Di mana sopan santun Anda terhadap istri orang," ucapku, memaksa kalimat itu keluar dari tenggorokan yang tercekat. Tubuhku mundur menghindari Pak Arsen yang juga melangkah maju. 

Dia berjalan pelan, menggiring kakiku ke belakang. Pinggulku beradu dengan sudut meja kerjanya yang membuatku terjebak dalam kungkungannya. Kedua tangannya diletakkan di atas meja untuk mengunciku.

"Nara, aku bisa memuaskanmu di ranjang," bisiknya sangat dekat. Hangat napasnya menyapu wajahku yang seketika membeku, kala Pak Arsen mempertemukan bibir kami. 

Desiran-desiran aneh mulai kurasa mempermainkan bulu-bulu halus di sekujur tubuh. Jantung memompa kencang, mengalirkan darah dengar hebatnya ke seluruh penjuru. Kakiku melemas dan aku terhanyut oleh buaian bibir Pak Arsen, hingga tak sadar kapan dia melepaskan itu.

"Kau menikmatinya." 

Demi Tuhan dan segala yang ada di muka bumi, sungguh ini sangat memalukan. Aku, seorang wanita bersuami baru saja menikmati ciuman dari lelaki lain yang-- intinya dia brengsek. 

Sampai aku tiba di rumah sore harinya, bayangan itu terus berputar di kepala. Mataku yang bertabrakan dengan milik Ferdy seketika menganggap diri sangat hina. Aku merasa seakan baru saja tertangkap basah berselingkun.

"Kamu udah pulang?" tanyaku, mendudukkan diri di sebelah Ferdy. Suamiku lantas berdiri, tak ingin kami duduk bersebelahan. Tahukan dia dengan kejadian di kantor tadi? 

Nara ... jangan mengada-ada. Hanya kau dan Pak Arsen lah yang tahu tentang itu.

"Jadi gimana? Kamu udah mikirin omongan aku kemarin, kan?" 

Lagi? Itu lagi yang dia pikirkan? Astaga ... kami bahkan belum saling menyapa dan Ferdy sudah mengingatkan pertengkaran itu lagi. 

"Fer, aku nggak bisa." Ya. Bagaimana pun katanya, aku nggak akan membiarkan suamiku menikah lagi.

"Jadi kamu lebih milik cerai sama aku? Nara, tolong dong sedikit aja pikiran kamu dibuka. Kita ini udah bersama lima tahun, dan kamu mau cerai gitu aja?" Ferdy membabi buta menyerangku.

Adakah aku meminta bercerai? Oke, baik. Kemarin aku memang sempat berkata lebih baik cerai daripada dimadu. Tapi, dia serius mau cerai? 

"Bukan itu. Maksudku ... kita harus lebih berusaha. Kasih aku waktu dua bulan untuk hamil." Aku tak yakin dengan ini, tapi aku tak ingin punya madu. Setidaknya aku berusaha meminta Ferdy memberiku kesempatan. 

"Dua bulan?" kata Ferdy. "Baik. Jika dalam dua bulan kamu nggak hamil, kita harus ikuti ucapan mama aku. Kita nggak akan cerai, kamu harus bisa menerima perempuan lain di rumah ini."

Kalimatnya sangat menusuk seperti belatih yang menghujamku tepat di jantung. Aku sakit. Sangat sakit, namun berusaha mengejarnya ke dalam kamar. 

"Fer," panggilku. Dia memutar badan dan mendapatiku menatapnya dalam.

Kedua tangan kukalungkan di leher Ferdy sedang bibirku langsung menyerangnya. Kulumat habis bibir milik suamiku, dia termenung beberapa saat. Aku tak peduli dengan isi pikirannya saat ini. 

"Nara, kamu kenapa, sih?" 

Ferdy berusaha mendorongku. Aku memeluknya lebih ketat lagi untuk terus menempelkan bibir kami. Yang kutahu hanya ingin membuatnya tetap mencintaiku. 

Dorongan di dalam diriku semakin menggila meminta segera dipuaskan. Pakaian di tubuh Ferdy kulucuti untuk menemukan sebuah benda yang mulai mengeras. Aku meremas, memainkannya sebelum memasuki keintimanku. 

Aku ingin hamil. Aku ingin memberi Ferdy anak agar dia tidak menikah lagi. Bukankah untuk hamil kami harus sering melakukannya? Lantas kudorong Ferdy ke atas ranjang dan aku mengangkanginya. 

"Ra, kamu ini apa-apaan, sih?" 

Tiba-tiba Ferdy mendorongku turun dari atas tubuhnya. Dia duduk, matanya menatapku tak senang. Miliknya yang sudah berdiri tegap masih kutatap dengan kedua mata. 

"Aku harus mandi. Aku ada urusan di rumah mama," ucapnya, meraih handuk untuk menutup miliknya. 

"Tapi, Fer, kita belum siap. Ayo kita kelarin dulu, dong." Kupeluk dia sebelum beranjak ke kamar mandi, sedang tanganku kembali meraih miliknya. 

"Jangan kayak perempuan nggak bener, Ra. Kamu ini apaan, sih? Nanti aja abis aku pulang dari rumah mama." Ferdy melepaskan pelukanku dan menghilang ke kamar mandi.

Perempuan nggak benar? Dia menganggap aku perempuan nggak benar hanya karena menggodanya? Ferdy itu suamiku dan aku istrinya. Apa salah jika istri menggoda suami? Lagian, kapan aku akan mengandung jika kami tidak melakukannya? 

Sungguh ... penolakan ini jauh lebih sakit daripada keegoisannya selama ini. Aku kecewa, hatiku terluka sangat dalam. Cairan hangat kurasakan mulai membanjiri kedua pipi. 

****

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Wakhidah Dani
kasian bgt nara
goodnovel comment avatar
Sumi Yatun
gimana mo bisa punya anak???
goodnovel comment avatar
Teman pencerita
suami bodoh ,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jerat Tuan Pebinor   128. Happy Ending

    Setelah membersihkan diri lebih dulu, kududukkan diri di depan meja rias yang besar itu. Hari ini Arsen akan kembali dari luar kota, dan kupikir ingin menyambut suamiku dengan dandanan yang sedikit menarik. Dia pasti merindukanku, dan akan semakin senang dia melihatku nanti dengan riasan ini. Setelahnya, tak lupa kuganti pakaian dengan gaun yang baru kubeli siang tadi, memang sengaja aku membelinya demi menyambut Arsen kembali.Tepat setelah kupikir siap, pintu kamar diketuk dari luar sana. Hatiku melambung seketika itu juga, menduga suamiku akhirnya kembali. Dengan sedikit berjingkrak, kubuka handel pintu sembari menyambut suamiku dengan kedua tangan melintang.“Selamat datang suamiku ...!” seruku sangat girang.Tapi apa ini? Bukannya wajah Arsen, tapi Bi Ratna lah yang berdiri di depanku. Sedikit malu aku dengan tatapan lurusnya yang tertuju pada penampilanku.“Eh, Bi Ratna. Ada apa, Bi?” tanyaku menghilangkan rasa gugup.

  • Jerat Tuan Pebinor   127. Roda Itu Berputar.

    Sudah tiga hari ini Arsen harus pergi ke luar kota untuk mengurus beberapa pekerjaan yang diminta oleh papanya. Jujur, aku sudah sangat merindukan suami yang sangat manja dan bawel itu, sampai-sampai ketika menyusukan Joseph pun hanya wajahnya lah yang terbayang di mataku. Mungkinkah ini yang disebut dengan jatuh cinta sangat dalam? Seperti aku tidak bisa mengendalikan diriku dari rasa rindu yang menggetarkan jiwa.Ketika baru saja kuletakkan Joseph di atas boks tidurnya, ponselku sudah berbunyi di atas nakas. Beruntung suara nyaring itu tidak mengganggu tidur putraku. Hanya menepuk bokongnya beberapa kali, Joseph sudah kembali terlelap. Ah ... itu ulah Arsen. Ketika dia akan berangkat tempo hari, Arsen membuat nada ponselku sangat besar. Katanya agar aku tidak beralasan tidak mendengar suara ponsel ketika dia menghubungiku.Dan lihat siapa yang menelepon sekarang? Siapa lagi jika bukan dia. Lantas kugeser layar ponselku pada posisi menerima, dan wajahnya segera terlih

  • Jerat Tuan Pebinor   126. Mereka Pelayanmu.

    "Ini, makan lah yang banyak."Arsen meletakkan sangat banyak potongan daging dan sayuran di atas piringku.

  • Jerat Tuan Pebinor   125. Sayang, Aku belum ....

    “Sayang, aku tidak melihat gelas kopinya!”Arsen berseru dari dapur, menghentikanku yang baru saja akan membuka baju.“Itu ada di laci atas kepalamu, Sayang. Mendongak lah dan buka lacinya!” balasku tak kalah kencang.“Laci yang mana? Aku tidak melihatnya!”Ini tidak akan berhasil. Jika aku terus berteriak, Joseph akan terbangun dari tidurnya yang belum lima belas menit. Lantas kubenarkan lagi letak pakaianku sembari mendatanginya ke dapur.Dia memang selalu begitu. Apa pun tak pernah terlihat oleh matanya. Entah karena malas mencari atau memang dia tak bisa menemukan sebuah barang dengan benar, hanya dia dan Tuhan lah yang tahu.“Di mana itu? Di mana gelas kopinya?”Kulihat Arsen tengah membuka-buka laci di atas kepalanya tapi tidak juga melihat gelas yang dia cari. Astaga ....Mengambil posisi berdiri di sebelahnya, kuraih salah satu gelas dari dalam laci dan menyera

  • Jerat Tuan Pebinor   124. Joseph-ku Bahagiaku. END

    Sejak pagi masih terbilang samar, semua orang sudah sibuk mempersiapkan diri untuk menjemput Joseph ke rumah sakit. Ini terlalu membahagiakan sampai kami tidak sabar menunggu hari sedikit lebih siang.Lihat lah Papa Sudrajat yang sangat bersemangat menuruni anak tangga. Beliau lah yang lebih sibuk sejak tadi dan beliau pula yang lebih lama berbenah, seakan cucunya sudah bisa menilai penampilan seseorang.Aku tersenyum melihat papa mertua yang biasanya tak pernah absen berangkat ke kantor itu, kini seperti seorang anak kecil yang tidak menunggu diajak jalan-jalan.“Kalian belum siap? Sudah pukul sebelas, kita harus berangkat sekarang.”“Siapa yang sangat lama turun dari kamarnya? Kurasa kami sudah menunggu tiga puluh menit di sini,” sahut Mama Riana menimpali perkataan suaminya.“Kenapa tidak memanggilku jika begitu? Aku pikir kalian belum siap.”Aku dan Arsen hanya tertawa mendengar perbincangan dua orang

  • Jerat Tuan Pebinor   123. Aku Sangat Bahagia.

    Tak dapat kuhindarkan pacuan jantung yang memicu sangat cepat kala mendengar perkataan dari papa mertua. Telapak tangan segera berkeringat dan dudukku tak bisa tenang sekarang. Bayangan buruk segera menghampiri kepala ini, membuat dugaan-dugaan buruk di dalam sana. Apakah Joseph mengalami penurunan? Tak sabar aku ingin mendengar penjelasan dari Papa Sudrajat. Dengan sedikit memajukan tubuh, aku lantas bertanya pada beliau. “Jo-Joseph? Apa yang terjadi pada Joseph?” Arsen segera memeluk dan memberikan kata-kata penenang untukku. Tapi suaranya seakan menghilang oleh pikiran buruk yang sudah lebih dulu merasuki pikiran ini. Tak sabar kutunggu papa mertua melanjutkan perkataannya yang tertunda. “Papa Mertua, katakan ada apa dengan Joseph-ku?” “Sayang, tenangkan dirimu. Kau tidak boleh seperti ini,” peringat Arsen, meremas pundakku tempat tangannya bertengger. Kemudian dia berbicara pada papanya. “Biar aku antar Nara ke atas, nanti papa bisa berbic

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status