Share

Salam Kenal

Jam sembilan pagi adalah waktu yang terburuk untuk berada di tengah-tengah pusaran kemacetan. Itu adalah saat dimana kita mesti berjibaku memperebutkan ruang di atas aspal supaya kita bisa melaju lebih cepat untuk mencapai tujuan tanpa terlambat. Belum lagi aroma asap yang semerbak menginvasi rongga hidung bisa membuat tenggorokan bernyanyi batuk-batuk.

Untunglah bagi Sam kemacetan di jam ramai itu hanyalah pemandangan normal setiap hari dari Bars-Man yang juga sudah menjadi tempat tinggalnya. Jadi tidak ada kata ‘berangkat kerja’ di kamus kehidupan Sam selama bertahun-tahun. Melihat orang-orang naik darah ketika terjebak di kemacetan membuatnya amat bersyukur akan hidupnya yang simpel.. mungkin terlalu simpel.

Diiin!!!

Sebuah klakson dibunyikan nyaring oleh sebuah toyota Innova yang berusaha menyingkirkan sebuah motor yang melaju dengan lambat di depannya.

“Sabar Om hehe..” Kata Sam sembari terkekeh puas di atas penderitaan orang lain. Ia kebetulan sedang mengeluarkan jejeran koper untuk di pajang di depan toko sementara kemacetan sudah mengular di jalanan depan tokonya.

Sam senang dengan adanya kemacetan depan tokonya, karena dengan begitu tempatnya berjualan ini bisa dilihat lebih sering oleh orang-orang yang terjebak disana.

Meski jeleknya orang yang mau mampir tokonya juga ikut terjebak diantara kemacetan itu dan mungkin saja malah kehilangan mood untuk belanja. Untungnya kota ini cuma macet di jam sibuk saja, jadi sisanya semua berjalan normal.

Sudah jam sembilan lebih sepuluh menit, tapi si bocah Binar belum juga menampakan batang hidungnya. Sam melirik ke kiri dan ke kanan jalanan barangkali akan ada penampakan gadis itu sedang mengayuh sepedanya.

Aneh banget tumben telat..

Binar anak yang terlalu rajin untuk terlambat dengan sengaja, jadi mungkin ada sesuatu yang menghambatnya.

Sam baru saja hendak masuk ke bagian dalam toko sambil menggantungkan beberapa jaket dan pakaian bekas jualannya ketika suara rem dan derik rantai yang khas tiba di depan tokonya.

“Dari manaaaa...” Sam pura-pura marah melirik Binar yang kerepotan bernapas, sepertinya dia mengayuh sepedanya dengan kekuatan maksimal.

“Aku tuh mau berangkat....” kata Binar sambil mengangkat sepeda BMX nya ke bagian belakang toko (Sam menyuruhnya untuk disimpan di belakang saja supaya tidak dicuri orang). “Nah terus pas mau berangkat eh si Toni anak tetangga kejang-kejang!!! jadi aku ke klinik sebentar buat nyari dokter yang bisa dipanggil.. eh abis itu pas di jalan kesini ada Mbah Parjo, diajak ngobrol segala macam! Mau aku tinggal tapi gak tega karena sudah tua.. kalau nanti dia mati sebelum cerita bisa-bisa nanti arwahnya gentayangan nyari orang buat curhat!!”

Rentetan kalimat dari Binar menghantam Sam sampai dia hanya bisa mendengarkan dengan mulut menganga bak jebakan beruang.

“Itu bohongan kan?”

“Eh suwerr aseli original emang gitu Mas jomblo!”

“Gak usah ditambahin ‘jomblo’ juga dasar....”

Mungkin sepertiga dari kisah Binar adalah kebohongan, tapi anak ini memang jarang sekali terlambat. Jadi Sam memutuskan untuk tidak menghiraukan cerita bombastis Binar dan menganggapnya tidak terlambat sama sekali.

Jam dua belas nanti jangan lupa kita ada jadwal keluar,” Sam mengingatkan.

“Kemana Mas?” tampaknya bocah ini lupa.

Ya ampun kan kamu juga yang awalnya ngasih tau aku kan?? komik di jalan Agro??”

Binar menepuk dahi dan tiba-tiba mengambil kembali sweaternya yang tadi ditaruh di sepedanya.

“Ayo Mas!”

“Eh??” kini giliran Sam yang bingung.

Iya ayooo! Orang yang punya katanya mau keluar siang ini jadi bisanya ketemu pagi doang!”

“Ya ampun bocaah!”

Segera saja kesibukan terjadi di toko, Sam yang sejak pagi mengeluarkan barang dan memajang beberapa diantaranya di depan toko mesti memasukkannya kembali kedalam. Binar pun tak kalah lincah membantu bosnya membereskan kembali pajangan.

Dan setelah beberapa menit yang sibuk Sam pun menarik kembali pintu besi lipat yang sudah bersembunyi rapi di dekat dinding untuk menutup tokonya kembali.

Sam dan Binar kemudian berboncengan memakai motor honda Supra 125 jadul milik Sam.

“Mestinya ngomong dari kemareen..” kata Sam sembari mengendarai motornya.

“Apa!!??” Binar tak mendengar karena suara Sam terbawa angin dan tertutup deru suara knalpot kendaraan lain.

“Mestinya ngomooong!” Sam setengah berteriak.

“Oh ia! Lupa Mas!”

Ampun deh....” sekarang meski jalanan sudah sedikit lebih lengang, Sam sekarang bergabung kawanan perjalanan kerja ikut berjibaku di jalan raya.

Dua puluh menit kemudian (sedikit lama karena sedikit macet), dan satu sweater basah plus tangan belang Sam (ia lupa memakai jaket) kemudian mereka sampai di jalan Agro. Binar mengarahkan Sam hingga mereka tiba di sebuah rumah di sebelah mesjid. Rumah itu di cat warna krem dan memiliki dua lantai. Di bagian kanopinya tampak ada bagian yang masih berupa lapisan semen saja, padahal cat di dinding lainnya malah sudah mulai kusam. Mungkin pembangunan atau finishing rumah ini memang lama tertunda, atau mungkin dibatalkan..

Permisi...” Sam menyapa dengan suara tidak terlalu kencang takut menganggu penghuni di balik pagar garasi setinggi 180 senti ini.

Permisi..” sapa Sam lagi dengan nada sedikit dinaikkan. “coba kamu w******p dulu orang rumah ini..”

“Hp aku ketinggalan hehehe...”

Sam menepuk dahinya..

Tapi selagi rasa sakit masih terasa dahinya sendiri pagar itu tiba-tiba terbuka.

“Iya?” sebuah wajah terlihat dari sela pagar yang dibuka hanya selebar wajah.

Cantik! Sam otomatis berkomentar dalam hati.

“Saa..”

“Kita yang mau beli komik Mbak!” Binar memotong seketika dari samping Sam.

“Oh iya masuk silakan.”

Binar langsung memimpin masuk terlebih dulu kedalam sementara Sam mengikuti dengan tatapan sinar laser kesal karena disela bocah barbar.

Mereka berdua langsung dibawa si tuan rumah ke sebuah kamar yang terletak di samping kanan rumah besar itu.

“Ini komiknya...” kata gadis itu sembari membuka pintu.

Seketika saat pintu itu terbuka bau apak begitu kental tercium hidung Sam. Kamar itu sepertinya bekas kamar anak laki-laki dengan berbagai poster band metal seperti Slipknot, Mastodon, dan beberapa band yang tak Sam kenali tertempel di dinding. Beberapa poster itu sudah ada yang mengelupas dari dinding, dan ranjang yang ada disana pun sudah tidak ada kasurnya. Sepertinya sudah lama ditinggalkan..

Namun yang menjadi bintang terang diantara benda berdebu dan bau-bau absurd disana adalah satu dinding dengan rak yang dibuat tinggi hingga langit-langit. Dan yang terpenting adalah rak itu dipenuhi buku komik dari barisan paling bawah hingga paling atas.

Mata Sam berkaca-kaca melihat deretan komik yang sebentar lagi (jika harga dan kondisinya cocok) akan pindah ke tangannya itu. Mungkin ia bisa menemukan beberapa nomor komik yang bisa menambal koleksi pribadi miliknya di toko. Atau bahkan bisa saja ia menemukan seri lengkap yang masuk ke koleksi pribadinya. Sisanya tentu saja akan dibeli untuk dijual kembali!

“Ini dulunya milik adikku..” gadis itu mulai bercerita ketika Sam dan Binar mulai melihat-lihat..

“Tapi sudah tiga tahun ini dia hidup di Kanada, jadi ia menyerahkan barangnya disini pada kami untuk diurus atau dijual terserah kami..”

“Jadi ini kalau kami mau beli tidak akan apa-apa kan?” Sam memastikan.

Gadis itu mengangguk membolehkan..

Binar mengacungkan jempol dengan senang.

“Oh ia saya Samudera..” Sam mengulurkan tangan bersalaman.

“Nala..” kata gadis itu sambil tersenyum..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status