Share

Bab 0004

Ciuman Wano selalu kuat dan mendominasi, tidak memberi kesempatan pada Yuna untuk melepaskan diri.

Dia menekan Yuna ke meja, memegang dagunya dengan satu tangan dan menggenggam erat pinggangnya dengan tangan lainnya.

Sentuhan lembut dan manis itu membangkitkan setiap saraf di tubuhnya.

Binatang buas yang terpendam di dalam tubuhnya terus menghantam sangkarnya, menuntut pembebasan diri.

Selama dia dan Yuna bersama, segalanya akan terasa sangat harmonis.

Sebesar apa pun keinginannya, Yuna akan selalu menurutinya.

Terkadang Yuna sampai pingsan saking lelahnya, tetapi dia tak pernah mengeluh sedikit pun.

Namun, saat ini Yuna yang berada di bawahnya begitu menolak dan terus berjuang mati-matian.

Air mata yang hangat mengalir dari sudut matanya.

Wano pun menghentikannya.

Jari rampingnya dengan lembut menyeka air mata dari sudut mata Yuna.

Suaranya serak sarat ketidakpuasan.

"Yuna, permainan diantara kita hanya berakhir saat aku menyetujuinya! Apa kamu mengerti?"

Yuna menatapnya dengan air mata berlinang. Bibirnya yang berdarah sedikit terbuka.

"Wano, aku nggak akan tinggal dan membiarkanmu merendahkan diriku!"

Wano menundukkan kepala dan menjilat darah yang mengalir di bibir Yuna tanpa sorot bahagia dalam matanya.

"Kalau kamu nggak takut kehilangan Keluarga Qalif, silakan coba saja!"

Setelah mengatakan itu, dia berdiri dan secara tidak sengaja melirik rok Yuna yang berantakan.

Kaki yang ramping dan jenjang di bawah roknya pun tak luput dari perhatian Wano.

Yuna merasa sangat terhina.

Dia segera merapikan pakaiannya dan berjalan keluar.

Akan tetapi, begitu membuka pintu, dia melihat Qirana berdiri di depan pintu dengan gaun berwarna putih.

Dia tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Kak Wano, aku membawakanmu sarapan."

Ini pertama kalinya Yuna melihat Qirana dari dekat.

Mereka memang terlihat agak mirip.

Terutama mata dan hidungnya.

Kecurigaan dalam hati Yuna akhirnya terbukti.

Meskipun saat itu Wano salah paham terhadap Yuna, dia masih ingin Yuna tetap berada di sisinya.

Ternyata, dia hanya menganggap Yuna sebagai pengganti Qirana.

Setelah tiga tahun hidup bersama, faktanya Yuna hanya berakhir sebagai seorang pengganti.

Hati Yuna terasa diiris sebilah pisau.

Dia mencoba menenangkan diri sebaik mungkin, mengangguk ke Qirana dan melangkah pergi.

Saat pintu kantor ditutup, Wano memandang Qirana dengan tatapan dingin.

"Ngapain kamu ke sini?"

Mata Qirana memerah seketika.

Dia menundukkan kepalanya seperti anak kecil yang tengah sedih dan merajuk.

Suaranya sedikit tercekat.

"Maaf, Kak Wano. Dengar-dengar belakangan ini kamu sudah jarang sarapan dan maagmu mulai kambuh lagi. Makanya aku datang membawakanmu sarapan."

Wano mengerutkan kening, suaranya terdengar ketus.

"Taruh saja di sana."

Qirana langsung berlari ke arahnya dengan berseri-seri.

Dia meletakkan kotak makan siang berwarna merah muda ke atas meja.

Suaranya terdengar lembut dan manis.

"Kak Wano, aku ingat kalau kamu paling suka roti lapis tuna dan daging sapi. Ayo coba! Enak, nggak?"

Saat melihat roti lapis yang tertata dengan cantik di dalam kotak makan berwarna merah muda, Wano tetap saja tak merasa lapar.

Dia mendorong kotak makan itu ke samping dan berkata dengan suara yang dalam, "Sebentar lagi ada rapat, akan kumakan setelah kembali."

Qirana sedikit kecewa, namun tetap mengangguk patuh, "Baiklah, kalau begitu pergilah dan urus pekerjaanmu. Aku akan menunggumu di sini dan nggak akan mengganggumu."

"Ada ruang tamu di sebelah, tunggu saja di sana."

Setelah mengatakannya, dia membuat panggilan internal kepada Zakri.

"Antar Nona Qiara ke ruang tamu dan suruh seseorang untuk menemaninya."

Zakri bertindak cepat, kurang dari satu menit kemudian dia sudah muncul di pintu, lalu memberikan isyarat kepada Qirana untuk mengikutinya.

"Nona Qirana, ruang tamu di sebelah sudah disiapkan lengkap dengan teh dan kudapan. Saya akan meminta Listi untuk menemani Nona."

Qirana menatap Zakri dengan tulus, "Kudengar Sekretaris Yuna adalah orang yang sangat baik, aku ingin dia yang menemaniku."

"Maaf, Sekretaris Yuna adalah sekretaris utama presdir, jadi dia harus hadir dalam rapat tersebut."

Zakri tidaklah bodoh.

Presdirnya sedang ada masalah dengan Sekretaris Yuna akhir-akhir ini.

Apakah hubungan mereka masih bisa membaik jika membiarkan gadis ini campur tangan lagi?

Qirana tersenyum tipis, "Baiklah, aku dengar kopi yang dia seduh sangat enak. Setidaknya, mintalah dia untuk menyeduhkan secangkir untukku."

Ada tatapan dingin di antara alis Wano yang menegang. Mata gelapnya kini mulai tampak lebih suram.

Yuna adalah miliknya, jadi bukan sembarang orang boleh memerintahnya.

Namun, saat memikirkan Yuna bersikeras untuk pergi bahkan dengan risiko taruhan nyawa, dia merasa marah tanpa alasan yang jelas.

Sepertinya, Wano tak seharusnya terlalu memanjakannya.

Wano kemudian berkata dengan dingin, "Lakukan apa yang dia katakan."

Zakri menatap Wano dengan tatapan kosong selama beberapa detik, lalu menghela napas tak berdaya dan bergumam dalam hatinya.

Pak Wano, dengan membiarkannya melayani masa lalumu, bukankah bisa membuatmu kehilangan kekasihmu?'

Dengan enggan, Zakri membawa pergi Qirana.

Ketika Yuna duduk di meja kerjanya sambil menata dokumen yang akan digunakan dalam rapat, Zakri tiba-tiba mengetuk meja kerjanya sekali.

"Bu Yuna, Pak Wano memintamu untuk membawakan secangkir kopi untuk Nona Qirana di ruang tamu nomor 02."

Yuna mengangkat kepalanya dan dengan tenang menjawab, "Baik, aku akan segera melakukannya."

Setelah Yuna selesai memilah berkas, dia pergi menuju dapur kantor.

Yuna mengeluarkan biji kopi dari lemari dan menggilingnya di mesin kopi.

Saat dia bersiap untuk menyeduh minuman, ada sosok mungil yang muncul di sisinya.

Wajahnya terlihat sangat tenang, "Nona Qiara, kopinya akan siap dalam lima menit lagi."

Wajah Qirana yang polos dan cantik menunjukkan sedikit sentuhan dingin.

"Apa Nona Yuna nggak merasa aneh saat melihatku?"

Sambil terus mengaduk, Yuna tetap fokus meskipun alisnya mengernyit begitu dalam.

Yuna menjawab dengan tenang, "Ada banyak sekali wanita yang menyerahkan diri ke pelukan Pak Wano setiap hari. Apa yang harus membuatku merasa aneh?"

"Apakah kamu belum mengerti? Alasan kenapa Kak Wano bersamamu itu karena kamu sangat mirip denganku."

"Dia nggak pernah menyukaimu dan selalu menganggapmu sebagai penggantiku."

"Sekarang aku sudah kembali. Saatnya bagimu yang menjadi pengganti untuk pergi."

Yuna menuangkan air mendidih ke dalam cangkir kopi. Dalam sekejap, aroma kopi memenuhi seluruh ruangan.

Yuna mengendusnya dengan nikmat dan berkata sambil tersenyum, "Biji kopi yang diimpor dari Istaria sangatlah enak. Nona Qirana mau seberapa manis?"

Qirana merasa bahwa ocehannya tak diacuhkan oleh Yuna.

Dia mengepalkan tangannya dengan marah.

"Yuna, jangan berpura-pura. Apakah kamu berhubungan dengan Kak Wano hanya karena uang? Ini adalah cek senilai 20 miliar. Cepat tinggalkan dia!"

Yuna menyembunyikan emosi dalam hatinya.

Yuna malah dengan santai memasukkan sebongkah gula ke dalam kopi dan mengaduknya dengan lihai.

Suaranya terdengar santai dan tenang.

"Aku dengar Nona Qirana sedang nggak sehat. Lebih baik Nona simpan saja untuk berobat. Kalau nggak, mungkin saja Nona nggak akan bertahan sampai menikah dengan Pak Wano. Itu akan sangat disayangkan."'

"Yuna, kamu ...."

Qirana sangat marah hingga menggertakkan giginya.

Dia tidak menyangka bahwa Yuna rupanya begitu sulit untuk dihadapi.

Qirana menatap Yuna dengan tajam.

Lalu, dia mengambil kopi di atas meja dan menuangkannya ke arah Yuna.

Kopi mendidih itu membentuk lengkungan yang indah di udara dan tetumpah ke arah wajah Yuna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status