Share

11

Author: Widia
last update Last Updated: 2025-10-09 00:50:17

Neil berdiri di ambang pintu, lolipop di mulutnya bergerak perlahan seiring ia memutar batangnya dengan jemari. Pandangannya menyapu ruangan yang kacau, meja terguling, kursi patah, pecahan kaca berkilat di lantai. Bau darah bercampur debu menyengat hidungnya.

Begitu menyadari kehadiran Neil, semua anak buah yang tadi sibuk mengobati luka langsung berhenti. Mereka berlari kecil, membentuk barisan rapi di depannya, kepala mereka tertunduk. Tak ada satu pun yang berani mengangkat wajah. Suasana hati Neil bukan sesuatu yang bisa ditebak.

Neil hanya menggumam pelan. “Hmm…” Pandangannya menelusuri mereka satu per satu, seperti menghitung siapa yang akan ia pecahkan kepalanya lebih dulu.

Keheningan menekan.

“Wow… gempa bumi,” ucapnya dengan nada ringan. Senyum kecil tersungging di bibirnya, namun matanya tetap dingin. Perubahan ekspresinya begitu cepat, dari main-main menjadi tajam, hingga membuat dada mereka semakin sesak.

Karo, yang paling senior di antara mereka, segera berlutut. “Maaf,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Jeratan SANG MAFIA   12

    Sea berdiri di dekat jendela, memperhatikan ayahnya yang sedang memeriksa dokumen di meja kecil, sambil sesekali menyeruput kopi.“Luar biasa sekali, Papih. Kita tangkap dia, kita punya bukti… tapi ternyata, dia bebas secepat kilat seperti tidak terjadi apa-apa.”Charles mengangkat kepala sebentar. “Kalau sejak awal kamu bilang Neil punya resep dokter, papih tidak akan membiarkan anak buah papih membuang waktu sia-sia.”Sea menoleh dengan tatapan tajam. “Aku tidak tahu tentang itu, Papih. Tapi kalau pun tahu… mungkin aku akan menjebaknya dengan cara lain.”“Dan itu menunjukkan betapa cerobohnya kamu.” Charles meletakkan cangkirnya di meja, suara porselen itu memantul di ruangan yang sepi.“Papih ini Ketua Badan Kepolisian, Sea. Beberapa bulan lagi papih akan mencalonkan diri sebagai presiden. Satu kesalahan kecil bisa jadi senjata emas untuk lawan-lawan politik papih.”Sea terkekeh pendek. “Lalu sekarang papih mau menyerah gitu aja? Aku gak tahan dengan sifat arogannya, Pih! Bayangkan

  • Jeratan SANG MAFIA   11

    Neil berdiri di ambang pintu, lolipop di mulutnya bergerak perlahan seiring ia memutar batangnya dengan jemari. Pandangannya menyapu ruangan yang kacau, meja terguling, kursi patah, pecahan kaca berkilat di lantai. Bau darah bercampur debu menyengat hidungnya.Begitu menyadari kehadiran Neil, semua anak buah yang tadi sibuk mengobati luka langsung berhenti. Mereka berlari kecil, membentuk barisan rapi di depannya, kepala mereka tertunduk. Tak ada satu pun yang berani mengangkat wajah. Suasana hati Neil bukan sesuatu yang bisa ditebak.Neil hanya menggumam pelan. “Hmm…” Pandangannya menelusuri mereka satu per satu, seperti menghitung siapa yang akan ia pecahkan kepalanya lebih dulu.Keheningan menekan.“Wow… gempa bumi,” ucapnya dengan nada ringan. Senyum kecil tersungging di bibirnya, namun matanya tetap dingin. Perubahan ekspresinya begitu cepat, dari main-main menjadi tajam, hingga membuat dada mereka semakin sesak.Karo, yang paling senior di antara mereka, segera berlutut. “Maaf,

  • Jeratan SANG MAFIA   10

    Mereka kini duduk berhadapan di sebuah kafe. Aroma kopi bercampur dengan wangi manis roti panggang memenuhi udara. Bagi Caelyn, ini adalah kali pertama ia singgah di tempat itu, meski letaknya persis di seberang rumah sakit.Sementara bagi Neil, ini sudah kali ketiganya ia duduk di kafe ini, bukan bersama wanita lain, bukan pula karena ia menyukai menunya. Semuanya karena Saga. Dua kali sebelumnya, ia pernah mengawasi Saga secara diam-diam. Saga selalu duduk di meja yang sama dengan waktu yang cukup lama seperti sedang menunggu seseorang yang tak pernah datang. Entah siapa.“Jadi, cara apa yang loe tahu biar gue bisa deketin Sea?” tanya Caelyn tanpa membuang waktu. Suaranya datar, tapi matanya menyiratkan ketidaksabaran.Neil hanya menyipitkan mata dan mengapit bibirnya, menahan tawa. Baginya, ekspresi Caelyn saat serius seperti ini justru hiburan gratis.“Gak ada,” jawab Neil santai.“Hah? Gimana?” Caelyn memiringkan kepala, nyaris tak percaya dengan jawaban semudah itu.“Ya gak ada

  • Jeratan SANG MAFIA   9

    Neil kembali menuju markas setelah keluar dari kantor Satresnarkoba. Langkahnya yang mantap membuat para anak buah langsung menoleh, lalu dengan sigap mereka bersiap memberi tanda hormat atas kembalinya bos mereka. Neil tersenyum puas, bangga melihat pengabdian setia mereka.“Kami senang bos kembali lagi ke sini,” ucap salah satu anak buah dengan suara penuh hormat.“Kami sempat khawatir, Bos,” tambah yang lain.Neil membalas senyum dan menepuk pundak anak buahnya. “Gue baik-baik saja. Kalian semua udah makan?”“Sudah, Bos,” jawab mereka serempak.“Kalau belum, gue traktir sebagai perayaan kepulangan gue. Tapi kalau udah…” Neil terdiam sesaat, berpikir, “Pesan minuman aja, kita party malam ini. Biar gue yang bayar semuanya. Tapi ingat! Jangan ada yang pakai narkoba. Gue gak mau kalian terlibat masalah. Ngerti kalian?”“Siap, Bos! Kami mengerti,” jawab mereka serentak.“Ayo-ayo, pesan biar kita bisa party,” seru mereka dengan semangat.Neil kemudian duduk di kursi kantor miliknya. Ia m

  • Jeratan SANG MAFIA   8

    Raka menghentikan mobil tepat di depan pintu masuk Hotel Winner. Begitu mesin dimatikan, Zephyr langsung turun, diikuti Raka yang membawa map berisi surat permintaan resmi. Mereka berjalan cepat melewati pintu kaca otomatis menuju meja resepsionis.Di meja resepsionis, seorang wanita berambut bob menyapa ramah.“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?”Zephyr menyodorkan kartu identitasnya dengan singkat. “Kami perlu akses fisik ke server internal hotel. Terkait penyelidikan.”Mata resepsionis itu sedikit membesar. Namun kemudian ia mengangguk dan meraih telepon meja. “Baik, saya hubungi supervisor IT kami dulu, Pak.”Zephyr dan Raka menunggu di dekat area lounge lobi. Raka berdiri bersandar pada pilar, sementara Zephyr memperhatikan sekitar. Pandangannya tak lepas dari lift utama yang pintunya terbuka dan tertutup bergantian, membawa tamu ke berbagai lantai.Zephyr nampak mengagumi desain mewah hotel tersebut "Waah! hidup Neil terlalu sempurna!" Gumamnya lirih.Beberapa menit berlalu

  • Jeratan SANG MAFIA   7

    Zephyr menjatuhkan diri ke kursi dan membuka laptop kerja. Map laporan operasi semalam masih kosong dari hasil berarti. Ia menatap layar tanpa ekspresi lalu mulai mengetikkan ulang data yang ia terima dari awal. Ia butuh melihatnya lagi—dari awal—dengan kepala yang lebih jernih.Neil White. Usia 34 tahun.Data asli menyebut Neil adalah pemilik salah satu hotel mewah dan klub malam paling prestisius di pusat kota. Hotel Winner di bilangan Menteng dan klub malam eksklusif bernama Velvet room. Tempat para pesohor dan politisi muda sering terlihat berpesta larut malam.Zephyr mengangkat alis. Aneh. Ia mengetikkan lebih dalam, menggali berkas profile tentang Neil. Tak butuh waktu lama sampai matanya berhenti di satu bagian kecil yang sebelumnya lolos dari perhatiannya, tentang hubungan personal.Nama Sea Alverdine muncul.Zephyr menajamkan pandangannya. Ia tahu nama itu. Bukan dari dunia kriminal. Tapi dari papan iklan, majalah fashion, dan berita sosialita.Sea Alverdine, seorang model ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status