Beranda / Romansa / Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku / Bab 12. Gaun Yang Terkoyak

Share

Bab 12. Gaun Yang Terkoyak

Penulis: KiraYume
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-19 11:00:55

Alana masih duduk membeku di kursi kulit studio, tubuhnya condong ke depan tanpa sadar, matanya kosong menatap satu titik. Ia menyentuh keningnya sekali lagi, lalu seketika menarik tangannya seperti habis menyentuh bara. 

Kehangatan aneh itu masih tersisa di kulitnya, membuat tubuhnya gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia merasa kotor. Bingung. Tapi juga… ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih sulit diakui. Sebuah sisa hangat yang tak seharusnya bertahan selama ini.

Pintu studio terbuka perlahan. Riana masuk sambil membawa segelas air, dahinya mengernyit khawatir. 

“Alana… kamu pucat banget. Kenapa? Diapain sama suami kamu?” tanyanya, nada suaranya datar tapi matanya jelas menunjukkan kekhawatiran yang tulus. Ia meletakkan gelas di meja kecil dekat sketsa.

Alana menggeleng cepat, nyaris terlalu cepat. 

“Nggak. Dia cuma... kaya biasanya.” Suaranya serak, dan ia segera menutupinya dengan batuk ringan. 

“Arogan.” 

“Yakin ga ada yang mau kamu ceritakan sama aku?”

“Ga apa-apa kok Riana. Beneran.”

Ia tersenyum paksa, mencoba menertawakan ucapannya sendiri. Tapi wajahnya tidak mendukung. Bahkan bibirnya terasa kaku. Ia tahu Riana bisa melihat ada yang disembunyikan, tapi ia juga tahu sahabatnya cukup tahu diri untuk tidak mendesak. Ia tidak bisa menceritakan tentang ciuman itu. Mengucapkannya akan menghidupkannya, dan ia belum siap menghadapi kenyataan itu.

Hari berlalu lambat setelahnya. Alana memaksa dirinya untuk tetap sibuk, walaupun ia sudah pulang dan berada di Penthousenya. Menyibukkan tangan dan matanya di ruang kerjanya. Dengan sketsa detail renda dan pola desain gaun. Tapi pikirannya seolah tak mau berhenti.

“Itu pasti cuma buat unjuk kekuasaan,” ulangnya dalam kepala. “Biar ada kesan di depan Nyonya Tirtayasa.”

“Enggak, Sentuhan itu ga ada artinya. itu pasti karena aku… terlalu merindukan Chandra. Itu bukan kenyataan. Ya…pasti itu cuma karena aku kangen Chandra.” Ujarnya dalam lamunannya.

Matahari sudah mulai condong saat ia membereskan kain-kain sisa di atas meja panjang. Ruangan sepi, hanya ada suara lembut alat pemotong kain saat ia menggulung bahan satin. Ponselnya tiba-tiba berdering. Nama Riana muncul di layar. Alana mengernyit. 

“Alana!” suara Riana terdengar panik, terburu-buru, “kamu mesti segera ke butik sekarang. Ada masalah besar.”

“Apa? Masalah apa?”

“Aduh Alana, maaf…Tapi ga bisa diceritain di telpon. Pokoknya cepetan kesini ya!?”

“OK, Tunggu. Aku langsung jalan.”

Alana melangkah cepat ke dalam lift, tombol lantai bawah ditekan nyaris kasar. Langkahnya seperti irama ketukan keras di dadanya sendiri. Di parkiran, seorang supir sudah siap mengantarnya. 

“Ke Valestra Bridal, buruan…!”

Mobil meluncur cepat. Begitu berada di dalam mobil, ia langsung mencoba menelepon Riana lagi, tapi tidak diangkat. Suara nada tunggu terdengar tiga kali sebelum berakhir di voicemail. Ia memaki pelan di antara giginya.

“Astaga, Riana... Kenapa ga diangkat? Kenapa malah ngilang sih…?” Ia meremas sandaran tangan kuat-kuat, mencoba menahan kegelisahan yang merayap pelan tapi pasti. Otaknya menebak-nebak. 

“Apakah ada klien penting marah? Atau jangan-jangan ada yang nyontek desain? Atau… ada maling? Aduhh…ga tau ah.” Semua kemungkinan buruk melintas bersamaan, membuat jantungnya tidak tenang.

Saat mobilnya berhenti di depan butik, ia sempat merasa kebingungan. Dari luar, semuanya terlihat biasa. Penerangan jendela tetap terang, manekin di etalase berdiri sempurna, bahkan pintu kaca tidak menunjukkan tanda kerusakan. Namun, firasat itu tidak pergi. Ia turun dari mobil dan masuk dengan langkah waspada.

Dan di detik berikutnya, dunianya terasa runtuh.

Pandangan Alana langsung terpaku pada manekin utama di tengah ruang display. Gaun pengantin berpotongan klasik yang ia kerjakan selama berminggu-minggu kini robek di bagian-bagian paling rumitnya. 

Kain sutra halus asal Prancis itu tercabik di bagian lengan dan sisi rok, benang emas yang ia bordir sendiri terlihat seperti dicakar dengan pisau tajam. Tapi yang paling menghancurkan adalah noda merah gelap yang membasahi bagian dada. Ia tahu bau itu. Red wine. Mungkin seluruh botolnya ditumpahkan di sana.

“Riana!” teriak Alana, suaranya pecah oleh marah dan gemetar. Ia berlari ke arah panggung kecil tempat gaun itu berdiri, menyentuh kain dengan tangan yang tak bisa percaya. “Riana, astaga, DI MANA KAMU?!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 16. Kunjungan Mencurigakan

    Beberapa hari setelah insiden itu, butik Valestra Bridal tidak lagi terasa seperti tempat yang sama. Dinding putih yang dulu menenangkan kini seakan menindas. Di balik kaca jendela besar, dua pria bertubuh kekar berdiri tegak memakai jas hitam, bergantian mengawasi sekeliling.Di dalam, suara bor dan langkah sepatu teknisi menggema. Kamera-kamera baru kini tergantung di setiap sudut, berkedip pelan seperti mata-mata yang tak pernah lelah. Detektor gerakan, suhu infrared, hingga kunci biometrik juga sudah terpasang kemarin. Alana berdiri di pojok ruangan, tangannya menyilang di dada, matanya tajam mengamati proses pemasangan.Riana mencoba bekerja. Tangannya menata tumpukan kain satin di rak display, tapi gerakannya terlalu hati-hati, terlalu sadar. Sesekali ia melirik ke atas, ke arah kamera yang seolah menatap langsung ke tengkuknya. Ia menarik napas, me

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 15. Riana

    Bab 15Riana duduk diam di ujung sofa tuanya. Lampu kuning temaram di apartemen kecil itu tidak cukup hangat untuk menenangkan pikirannya. Ponselnya menyala lagi di pangkuan, menampilkan pesan dari Alana. Pesan-pesan yang belum ia balas. Ia menatapnya tanpa benar-benar membaca. Tangannya gemetar. Rasanya seperti ada beban fisik yang mengendap di dadanya, dan semakin berat setiap kali ia mengabaikan notifikasi itu.Ia mengangkat wajahnya, pandangannya tertumbuk pada bingkai kayu di dinding. Foto tua dari masa SMA. Dirinya berdiri di tengah, dengan senyum lebar yang lepas, dikelilingi tawa gadis-gadis yang pernah menjadi dunianya. Salah satunya kini sedang menghancurkan hidupnya perlahan-lahan. Kenangan itu kini terasa busuk. Ia menutup mata. Lalu semuanya mengalir begitu saja, malam itu, dua minggu lalu.“Rianaaa!! Ih gila makin cantik aja lo…” Angel, salah satu temannya memujinya. “Mana gandengan lo?”“Ishh…gandengan gue ada…tuh..”“Eh…mana? Masih di mobil?”“Di masa depan…”“Ahaha…Si

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 14. Kecurigaan

    Pikiran Alana kembali ke kejadian tadi pagi. Ke jam tangan basah yang seharusnya memancing amarah, tapi Brian justru bertindak tenang. Ia merasa sempat tertipu, tapi sekarang akan menjadi jelas.“Jadi begini caramu membalas dendam? Brian.”Alana berdiri mematung, tubuhnya terasa berat, seolah energi terakhirnya tersedot oleh malam yang tak berkesudahan ini. Gaun rusak itu menjulang di hadapannya, saksi bisu dari kehancuran yang begitu pribadi.Ia melihat Riana sedang berbicara dengan dua petugas polisi di dekat pintu masuk. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. Wajahnya cemas, dan tangannya terus bergerak gelisah.Perhatian Alana terpecah ketika pintu buti

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 13. Kekacauan

    Langkah kaki terdengar dari ruang belakang. Riana muncul dengan wajah panik dan mata merah, napasnya tersengal seolah habis berlari.“Kenapa bisa gini Riana!?”“Sori, Alana... tadi aku cuma keluar sebentar buat cari makan. Cuma bentar, bener … tapi waktu aku balik, keadaannya udah kayak gini ….”Alana berbalik tajam. “Sebentar katamu?! Kamu tinggal butik ini sendirian? Kamu tadi bahkan nggak angkat teleponku! Dan barusan kamu ga ada disini! Kamu darimana?”“Sumpah, aku nggak tahu kenapa bisa jadi kayak gini, Alana!” suara Riana mulai serak, nyaris menangis. “Aku baru cek CCTV-nya barusan. Mati, Alana. Ga tau kenapa. Mati dari satu jam lalu.”Alana

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 12. Gaun Yang Terkoyak

    Alana masih duduk membeku di kursi kulit studio, tubuhnya condong ke depan tanpa sadar, matanya kosong menatap satu titik. Ia menyentuh keningnya sekali lagi, lalu seketika menarik tangannya seperti habis menyentuh bara.Kehangatan aneh itu masih tersisa di kulitnya, membuat tubuhnya gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia merasa kotor. Bingung. Tapi juga… ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih sulit diakui. Sebuah sisa hangat yang tak seharusnya bertahan selama ini.Pintu studio terbuka perlahan. Riana masuk sambil membawa segelas air, dahinya mengernyit khawatir.“Alana… kamu pucat banget. Kenapa? Diapain sama suami kamu?” tanyanya, nada suaranya datar tapi matanya jelas menunjukkan kekhawatiran yang tulus. Ia meletakkan gelas di meja kecil dekat sketsa.

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 11. Alana's Touch

    Studio Alana dipenuhi cahaya alami dari jendela besar yang menghadap ke timur. Dinding-dindingnya penuh dengan potongan kain, papan moodboard, dan sketsa desain yang tertempel rapi namun padat. Alana berdiri di tengah ruangan, membungkuk sedikit di atas meja kerja, tangannya sibuk menyesuaikan lipatan kain satin. Hari ini ia tidak ingin berpikir. Ia hanya ingin mencipta.Alana kembali menjadi dirinya sendiri, bukan istri dari pria yang ia benci, bukan boneka di pesta keluarga, tapi seniman. Tangan dan pikirannya bekerja seirama, melupakan insiden pagi itu. Ia tidak ingin ingat jam tangan tua itu. Tidak sekarang.Pintu utama terbuka dengan bunyi bel lembut. Riana masuk terlebih dahulu, "Bu Alana, tamu ibu sudah datang."Riana lalu menep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status