Share

Bab 13. Kekacauan

Penulis: KiraYume
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-19 16:00:35

Langkah kaki terdengar dari ruang belakang. Riana muncul dengan wajah panik dan mata merah, napasnya tersengal seolah habis berlari. 

“Kenapa bisa gini Riana!?”

“Sori, Alana... tadi aku cuma keluar sebentar buat cari makan. Cuma bentar, bener … tapi waktu aku balik, keadaannya udah kayak gini ….”

Alana berbalik tajam. “Sebentar katamu?! Kamu tinggal butik ini sendirian? Kamu tadi bahkan nggak angkat teleponku! Dan barusan kamu ga ada disini! Kamu darimana?”

“Sumpah, aku nggak tahu kenapa bisa jadi kayak gini, Alana!” suara Riana mulai serak, nyaris menangis. “Aku baru cek CCTV-nya barusan. Mati, Alana. Ga tau kenapa. Mati dari satu jam lalu.”

Alana tidak menjawab. Ia hanya memandang manekin itu, matanya menatap kosong tapi penuh tekanan. Hancur. Semua kerja keras, kepercayaan klien, reputasinya, proyek bernilai ratusan juta. Semuanya terancam lenyap dalam satu malam. 

Alana jatuh terduduk di lantai butik yang dingin. Air matanya turun pelan, kemudian deras, membasahi pipi tanpa bisa ditahan. Napasnya memburu, dadanya sesak oleh kemarahan, kehancuran, dan rasa tidak berdaya yang menghancurkan harga dirinya. 

Di sekelilingnya, kain sobek, mutiara berserakan, benang emas yang lepas dari tempatnya, semua adalah bayangan dari kesempurnaan yang ia bangun dan kini telah dibinasakan.

“Alana … Aku ….” Riana hendak mendekat,, 

“Jangan!” Alana mengangkat tangan, menolak didekati. Ia butuh ruang. Tangannya menutup wajahnya sesaat, lalu ia usap kasar air mata itu dan berusaha berdiri, namun lututnya lemas. Saat itu matanya menangkap sesuatu yang mengilap di sudut ruangan, tak jauh dari kaki manekin.

Ia menggeser diri perlahan dan meraih benda kecil itu. Sebuah anting mungil berbentuk bunga daisy, bagian tengahnya berhias batu kecil berwarna kuning. Tangannya menggenggam benda itu, tapi tubuhnya membeku.

“Ini…” Ia mengenali anting itu. Sangat mengenalinya.

Ia menatap benda itu lama, lama sekali. Dunia terasa hening. Nafasnya tercekat. Itu adalah anting yang ia berikan pada Dina, adik kandungnya, setahun lalu. Hadiah ulang tahun beberapa tahun lalu. Custom made, hanya ada satu pasang. Ia tahu persis bentuknya, ia sendiri yang menggambar rancangannya.

“Nggak mungkin…” bisiknya pelan. “Dina nggak mungkin…”

Tangannya mengepal, otaknya berusaha menolak kemungkinan yang baru saja menamparnya.

“Ini pasti cuma anting yang mirip. Pasti aku salah ingat. Atau mungkin cuma tiruan dari koleksi yang aku buat untuk aksesoris….” bisik Alana pada dirinya sendiri, nyaris tak bersuara. 

Ia menatap Riana yang berdiri gelisah beberapa langkah darinya, lalu menunduk lagi pada anting yang ada di tangannya. Dingin. Kecil. Nyata.

“Atau mungkin, Dina menjatuhkannya dulu waktu ia main kesini… Ya… pasti gitu….”

Ponselnya tiba-tiba bergetar. Ia hampir menjatuhkannya saking terkejut. Layarnya menampilkan satu pesan singkat.

Brian: "Aku dengar ada masalah di butikmu. Aku akan ke sana."

Alana tercekat, menyeka air matanya dengan punggung tangan, tapi getaran di dadanya belum juga reda. 

Tangannya masih menggenggam anting itu erat-erat, seolah benda mungil itu bisa menjelaskan semua yang tak masuk akal. 

Di dalam kepalanya, pikiran-pikiran berkecamuk tanpa arah. Satu menabrak yang lain. Ia tak bisa bernapas dengan tenang. Isakannya tertahan. Tubuhnya gemetar, sekarang ada ketakutan yang samar dan menjalar.

“Dari mana dia tahu?” pikirnya tajam. “Belum ada satu jam sejak Riana tadi telpon.”

Matanya bergerak ke sekeliling butik. Dinding kaca, meja resepsionis, sudut-sudut plafon. Ia mencari sesuatu yang tak seharusnya ada. 

“Kamera tersembunyi? Mikrofon?” Pikirannya meluncur terlalu jauh, tapi ia tak bisa menghentikannya. Kepalanya terus berdengung.

“Jangan-jangan... dia punya mata-mata di sini?” gumamnya nyaris tak terdengar. Matanya terarah ke Riana yang masih berdiri terpaku tak jauh darinya. Sahabat yang sudah ia percaya sejak awal membangun butik ini. Yang selalu ada. Yang menangis saat Chandra meninggal. Yang memeluknya saat semua terasa ambruk.

“Enggak... enggak mungkin...” desisnya, mencoba menepis pikiran busuk yang hendak meracuni hatinya. Tapi malam ini terlalu banyak hal yang janggal. CCTV yang mati. Anting Dina. Pesan Brian yang terlalu tepat waktu. Setiap detail terasa menyimpan maksud tersembunyi.

Namun dari semua kekacauan yang mendera, satu hal berputar paling nyaring dalam benaknya, mengetuk-ngetuk kesadarannya tanpa ampun.

 "Nggak! Aku gak bisa ketemu dia dalam kondisi begini. Aku gak boleh keliatan saat aku lemah.” 

Lalu tiba-tiba sesuatu terlintas di benaknya.

“Atau … Brian … jangan-jangan, ini ulahmu!?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 16. Kunjungan Mencurigakan

    Beberapa hari setelah insiden itu, butik Valestra Bridal tidak lagi terasa seperti tempat yang sama. Dinding putih yang dulu menenangkan kini seakan menindas. Di balik kaca jendela besar, dua pria bertubuh kekar berdiri tegak memakai jas hitam, bergantian mengawasi sekeliling.Di dalam, suara bor dan langkah sepatu teknisi menggema. Kamera-kamera baru kini tergantung di setiap sudut, berkedip pelan seperti mata-mata yang tak pernah lelah. Detektor gerakan, suhu infrared, hingga kunci biometrik juga sudah terpasang kemarin. Alana berdiri di pojok ruangan, tangannya menyilang di dada, matanya tajam mengamati proses pemasangan.Riana mencoba bekerja. Tangannya menata tumpukan kain satin di rak display, tapi gerakannya terlalu hati-hati, terlalu sadar. Sesekali ia melirik ke atas, ke arah kamera yang seolah menatap langsung ke tengkuknya. Ia menarik napas, me

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 15. Riana

    Bab 15Riana duduk diam di ujung sofa tuanya. Lampu kuning temaram di apartemen kecil itu tidak cukup hangat untuk menenangkan pikirannya. Ponselnya menyala lagi di pangkuan, menampilkan pesan dari Alana. Pesan-pesan yang belum ia balas. Ia menatapnya tanpa benar-benar membaca. Tangannya gemetar. Rasanya seperti ada beban fisik yang mengendap di dadanya, dan semakin berat setiap kali ia mengabaikan notifikasi itu.Ia mengangkat wajahnya, pandangannya tertumbuk pada bingkai kayu di dinding. Foto tua dari masa SMA. Dirinya berdiri di tengah, dengan senyum lebar yang lepas, dikelilingi tawa gadis-gadis yang pernah menjadi dunianya. Salah satunya kini sedang menghancurkan hidupnya perlahan-lahan. Kenangan itu kini terasa busuk. Ia menutup mata. Lalu semuanya mengalir begitu saja, malam itu, dua minggu lalu.“Rianaaa!! Ih gila makin cantik aja lo…” Angel, salah satu temannya memujinya. “Mana gandengan lo?”“Ishh…gandengan gue ada…tuh..”“Eh…mana? Masih di mobil?”“Di masa depan…”“Ahaha…Si

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 14. Kecurigaan

    Pikiran Alana kembali ke kejadian tadi pagi. Ke jam tangan basah yang seharusnya memancing amarah, tapi Brian justru bertindak tenang. Ia merasa sempat tertipu, tapi sekarang akan menjadi jelas.“Jadi begini caramu membalas dendam? Brian.”Alana berdiri mematung, tubuhnya terasa berat, seolah energi terakhirnya tersedot oleh malam yang tak berkesudahan ini. Gaun rusak itu menjulang di hadapannya, saksi bisu dari kehancuran yang begitu pribadi.Ia melihat Riana sedang berbicara dengan dua petugas polisi di dekat pintu masuk. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan. Wajahnya cemas, dan tangannya terus bergerak gelisah.Perhatian Alana terpecah ketika pintu buti

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 13. Kekacauan

    Langkah kaki terdengar dari ruang belakang. Riana muncul dengan wajah panik dan mata merah, napasnya tersengal seolah habis berlari.“Kenapa bisa gini Riana!?”“Sori, Alana... tadi aku cuma keluar sebentar buat cari makan. Cuma bentar, bener … tapi waktu aku balik, keadaannya udah kayak gini ….”Alana berbalik tajam. “Sebentar katamu?! Kamu tinggal butik ini sendirian? Kamu tadi bahkan nggak angkat teleponku! Dan barusan kamu ga ada disini! Kamu darimana?”“Sumpah, aku nggak tahu kenapa bisa jadi kayak gini, Alana!” suara Riana mulai serak, nyaris menangis. “Aku baru cek CCTV-nya barusan. Mati, Alana. Ga tau kenapa. Mati dari satu jam lalu.”Alana

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 12. Gaun Yang Terkoyak

    Alana masih duduk membeku di kursi kulit studio, tubuhnya condong ke depan tanpa sadar, matanya kosong menatap satu titik. Ia menyentuh keningnya sekali lagi, lalu seketika menarik tangannya seperti habis menyentuh bara.Kehangatan aneh itu masih tersisa di kulitnya, membuat tubuhnya gelisah tanpa alasan yang jelas. Ia merasa kotor. Bingung. Tapi juga… ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih sulit diakui. Sebuah sisa hangat yang tak seharusnya bertahan selama ini.Pintu studio terbuka perlahan. Riana masuk sambil membawa segelas air, dahinya mengernyit khawatir.“Alana… kamu pucat banget. Kenapa? Diapain sama suami kamu?” tanyanya, nada suaranya datar tapi matanya jelas menunjukkan kekhawatiran yang tulus. Ia meletakkan gelas di meja kecil dekat sketsa.

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 11. Alana's Touch

    Studio Alana dipenuhi cahaya alami dari jendela besar yang menghadap ke timur. Dinding-dindingnya penuh dengan potongan kain, papan moodboard, dan sketsa desain yang tertempel rapi namun padat. Alana berdiri di tengah ruangan, membungkuk sedikit di atas meja kerja, tangannya sibuk menyesuaikan lipatan kain satin. Hari ini ia tidak ingin berpikir. Ia hanya ingin mencipta.Alana kembali menjadi dirinya sendiri, bukan istri dari pria yang ia benci, bukan boneka di pesta keluarga, tapi seniman. Tangan dan pikirannya bekerja seirama, melupakan insiden pagi itu. Ia tidak ingin ingat jam tangan tua itu. Tidak sekarang.Pintu utama terbuka dengan bunyi bel lembut. Riana masuk terlebih dahulu, "Bu Alana, tamu ibu sudah datang."Riana lalu menep

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status