Home / Romansa / Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku / Bab 7. Siapa Kau Sebenarnya?

Share

Bab 7. Siapa Kau Sebenarnya?

Author: KiraYume
last update Huling Na-update: 2025-07-16 19:30:19

Mobil mewah itu akhirnya melambat, memasuki gerbang raksasa sebuah properti yang lebih mirip kastil modern daripada rumah. Fasadnya yang terbuat dari kaca gelap dan beton terasa mengintimidasi. Saat Brian membukakan pintu untuknya, Alana menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin. Ia melangkah keluar, mengangkat dagunya tinggi-tinggi.

“Oke. Ini saatnya….”

Langkah Alana menggema di antara dinding-dinding tinggi rumah utama Ravenshade. Marmer hitam di bawah kakinya memantulkan bayangan dingin dari lampu gantung kristal yang tergantung jauh di atas kepala. Dinding putih bersih, lukisan-lukisan modern, dan aroma bunga segar yang terlalu wangi menciptakan suasana museum, bukan rumah. Ini bukan tempat untuk pulang. Ini tempat untuk memamerkan kekuasaan.

Di ruang keluarga, Edgar dan Isabella sudah menunggu, duduk terlalu tegak di sofa kulit abu-abu yang tampak lebih nyaman untuk rapat direksi daripada percakapan keluarga. Alana melangkah pelan mendekat. Ia bisa merasakan mata mereka mengamati dari kepala hingga ujung sepatu.

"Alana, selamat datang," sapa Isabella, suaranya lembut, tapi dingin. Ia berdiri dan memeluk Alana sepintas, tipis,  hanya sentuhan bahu. "Ehm … Penampilanmu … atau haruskah aku bilang, setelanmu ... sangat ... berani."

Alana mengangkat dagunya sedikit. "Maaf tante, Aku cuma mau jadi diri sendiri. Boleh kan?"

Isabella tersenyum, tipis sekali, tapi matanya tidak tersenyum. “Tentu saja sayang, tapi jangan panggil aku tante ya. Kalian kan sudah menikah. Panggil Mama, ya?”

Edgar hanya memberikan satu anggukan kecil, lalu menatap pada putranya. "Brian," katanya pendek, "ikut aku sebentar."

Tanpa menoleh ke arah Alana, Edgar berjalan menjauh. Brian mengikutinya tanpa protes. Tak ada pelukan, tak ada kata manis, hanya perpindahan dari satu ruang ke ruang lainnya seperti pertemuan antar rekan bisnis, bukan hubungan ayah dan anak.

Alana berdiri sendiri, hanya beberapa detik sebelum Leo mendekat dengan langkah malas beserta segelas minuman di tangan. Ia meneguk sedikit sebelum menyeringai.

“Kok kelihatan tegang banget sih, Kakak … Ipar?” ujarnya ringan. “Tenang aja, kami semua di sini ga akan menggigit, kok.”

Alana menoleh pelan ke arahnya. “Aku juga ga pernah takut digigit, kok” katanya, datar.

Mereka duduk di meja makan. Meja panjang dengan lilin-lilin ramping dan peralatan makan yang terlalu banyak. Kursi-kursi berjajar rapi seperti barisan pasukan. Semua anggota keluarga duduk di tempatnya masing-masing dengan koreografi yang sudah tertata. Alana duduk di samping Brian, tapi tak sekalipun menoleh padanya.

Edgar memulai percakapan tanpa basa-basi. “Proyek pembukaan cabang di Asia Tenggara. Sudah ada keputusan soal rekan lokal di Vietnam?”

Brian menyeka sudut bibirnya dengan serbet sebelum menjawab. “Sudah. Aku arahkan mereka untuk negosiasi langsung dengan tim Shanghai. Lebih efisien.”

Edgar menatapnya. “Lalu, bagaimana laporan terakhir untuk proyek Yama Land di Osaka?” tanya Edgar tiba-tiba. “Aku dengar progressnya melambat karena perubahan desain dari pihak Jepang.”

Brian diam sejenak. Alana nyaris bisa mendengar detik dari jam antik di dinding. Jantungnya ikut menahan napas. Jika pria ini gagal menjawab... kalau dia membuat kesalahan kecil...

“Desain utama tetap, hanya ada penyesuaian pada struktur lobi dan akses parkir untuk memenuhi regulasi setempat. Aku juga sudah mengajukan blueprint penyesuaian desain baru pekan lalu, agar lebih manusiawi. Investor Jepang menyetujuinya pagi tadi.” Suaranya tenang. Tajam.

Edgar sempat mengangguk tipis, mulutnya terbuka lagi, tapi belum sempat melanjutkan, Brian menambahkan, “Tapi, Ayah... Bukankah makan malam keluarga bukan tempat yang tepat untuk laporan kerja? Setidaknya beri kami ilusi bahwa ini bukan ruang rapat.”

Isabella terbatuk kecil. Leo menyeringai lebih lebar.

Alana menyembunyikan ekspresinya dengan menyesap air mineral di balik senyum sopannya.

Isabella meletakkan sendoknya dengan elegan, lalu mengalihkan perhatian sepenuhnya kepada Alana. 

“Jadi, Alana,” katanya, suaranya ringan berbasa-basi, tapi matanya penuh penilaian. 

“Kudengar kau sangat terpukul dengan… kecelakaan itu. Tentu sulit sekali harus melanjutkan pernikahan di tengah duka. Tapi yah, bisnis tetap harus berjalan, bukan?”

Alana membeku. Kata-kata itu seperti pisau yang menyayat tanpa suara. Ia menarik napas pelan, menahan bara yang tiba-tiba naik ke dadanya. Lidahnya sudah siap menembakkan jawaban sarkastik.

Tapi sebelum bibirnya terbuka, suara Brian terdengar. Dalam, mantap, dan sangat tenang.

“Duka bukanlah sesuatu yang bisa dijadwalkan, Mam,” katanya. “Dan kemampuan istriku untuk tetap berdiri tegak dan memenuhi kewajibannya di tengah dukanya yang mendalam, bukanlah kelemahan. Itu adalah kekuatan.”

Pisau itu berbalik arah. Semua orang di meja mendongak. Edgar menatap putranya dengan ekspresi tak biasa, seolah tak yakin siapa yang duduk di hadapannya. Isabella mengerjap sekali, lalu kembali mengangkat gelas anggurnya tanpa berkata apa-apa.

Yang paling terkejut justru Alana. Jantungnya berdebar kencang. Pembelaan itu... begitu tulus. Seperti dilakukan Chandra ketika ada orang yang mengganggunya.

Di sisi seberang lain meja, Leo malah terlihat terhibur.

“Luar biasa, Kak,” gumam Leo sambil menyeka sudut bibirnya dengan serbet. “Sejak kapan kau jadi penyair yang membela kehormatan wanita? Kudengar benturan di kepala bisa mengubah karakter seseorang. Tampaknya benar.” Ujarnya sambil tertawa geli.

Kalimat itu ditujukan sebagai lelucon, tapi bagi Alana, itu terdengar seperti sebuah kebenaran yang menakutkan. Pikirannya dipenuhi oleh satu hal, pembelaan dari Brian itu tidak masuk akal. Itu tidak sesuai dengan karakter dingin dan kejam yang selalu mereka tanamkan.

Dan untuk pertama kalinya, Alana menatap pria di sebelahnya bukan dengan kebencian, melainkan kebingungan yang mengganggu di hatinya.

“Siapa kamu sebenarnya?”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 8. Kebetulan ?

    Mobil meluncur mulus di jalanan kota yang mulai sepi. Lampu-lampu jalan memantul lembut di jendela, menciptakan bayangan redup yang bergerak pelan di wajah Alana.Ia duduk diam, pandangannya kosong ke luar, tapi pikirannya ramai. Keheningan di dalam kabin mobil tak lagi terasa seperti benteng dingin, melainkan seperti ruang kosong yang penuh gema.Bukan amarah yang mengisi keheningan itu malam ini, melainkan pertanyaan.“Kenapa dia membelaku? Apa yang dia cari?”Alana mengalihkan tatapannya sejenak ke pria di sampingnya.Brian duduk dengan postur santai, tangannya bertumpu di paha, bahunya tegap. Tapi matanya tetap menatap jalanan di depan, fokus. Tidak ada tanda-tanda ketegangan. Tidak ada getaran

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 7. Siapa Kau Sebenarnya?

    Mobil mewah itu akhirnya melambat, memasuki gerbang raksasa sebuah properti yang lebih mirip kastil modern daripada rumah. Fasadnya yang terbuat dari kaca gelap dan beton terasa mengintimidasi. Saat Brian membukakan pintu untuknya, Alana menarik napas dalam-dalam, merasakan udara malam yang dingin. Ia melangkah keluar, mengangkat dagunya tinggi-tinggi.“Oke. Ini saatnya….”Langkah Alana menggema di antara dinding-dinding tinggi rumah utama Ravenshade. Marmer hitam di bawah kakinya memantulkan bayangan dingin dari lampu gantung kristal yang tergantung jauh di atas kepala. Dinding putih bersih, lukisan-lukisan modern, dan aroma bunga segar yang terlalu wangi menciptakan suasana museum, bukan rumah. Ini bukan tempat untuk pulang. Ini tempat untuk memamerkan kekuasaan.Di ruang keluarga, Edga

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 6. Brian Ravenshade

    Langit Kaliandra baru saja kehilangan warna terakhirnya. Sisa cahaya jingga tenggelam di antara gedung-gedung tinggi. Di dalam butik Valestra Bridal yang kini mulai sepi, Alana sedang menyelesaikan catatan untuk tim penjahit ketika ponselnya bergetar.Pesan masuk. Dari Brian.“Aku sudah di depan Valestra Bridal.”Alana mengetik cepat tanpa banyak pikir. “Aku lagi tanggung. Tunggu dulu di lobi.”Ia menyimpan ponselnya lalu berdiri, mengambil jeda sejenak sebelum meninggalkan ruang kerjanya. Langkahnya menuju ruang tamu lantai bawah pelan tapi mantap, seolah tengah bersiap menuju panggung yang enggan ia pijak.Brian berdiri di depan jendela besar, siluet tubuh atletisnya terbingkai oleh cahaya lampu jalan dari luar. Tangannya diselipkan ke dalam saku celana, santai. Alana berhenti di ambang pintu, menyandarkan tubuhnya sejenak di kusen kayu putih."Aku tidak mau pergi," katanya pelan, tapi tidak ragu. Suaranya bening dan dingin.Brian menoleh. Sorot matanya tak menunjukkan keterkejutan.

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 5. Siapa Dia?

    Alana membuka mata perlahan. Cahaya pagi yang masuk dari celah tirai jatuh lurus ke sisi bantalnya, menyilaukan tapi tak menghangatkan. Ranjang di bawah tubuhnya empuk dan bersih, namun tak membuatnya tidur nyenyak.Dari luar pintu, ia mendengar suara pelan, langkah kaki. Brian sudah bangun. Ia bangkit dan berdiri sebentar, menyentuh permukaan meja rias dengan ujung jarinya.Ia tahu apa yang ingin ia lakukan pagi ini. Sesuatu kecil. Tapi cukup untuk mengingatkan siapa yang sebenarnya punya kuasa."Permainan akan segera dimulai, Tuan Ravenshade," bisik Alana sambil melangkah ke dapur.Ia membuka lemari dapur dengan gerakan perlahan. Tangannya bergerak cepat. Dua lembar roti dimasukkan ke pemanggang, lalu ia membuka selai kacang dari toples kaca mewah yang dibeli khusus untuk isi pantry mereka. Ia tahu pasti, Brian Ravenshade memiliki riwayat alergi ringan terhadap kacang. Tidak mematikan. Tapi cukup mengganggu.“Rasakan,” gumamnya sinis.Ia menyusun roti panggang di atas piring putih d

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 4. Pernikahan Paksa

    Sebulan kemudian. Di balik tirai ruang rias, Alana berdiri diam. Gaun pengantinnya jatuh dengan sempurna. Potongan leher sabrina memperlihatkan tulang selangkanya yang jenjang, sementara renda halus menjalar dari lengan hingga pergelangan tangan. Setiap detail pada gaun itu adalah rancangannya sendiri.Dina, berdiri di sampingnya, membenarkan kerudung tipis di atas kepalanya sambil tersenyum lebar.“Kak... kamu kelihatan cantik banget. Sempurna,” bisiknya. “Kalau aku Brian, aku pasti langsung jatuh cinta saat melihatmu.”Alana hanya menoleh sebentar. Bibirnya menarik garis senyum yang datar, tanpa makna.“Bagus…,” ucapnya lirih. “Kalau dia jatuh cinta. Akan lebih mudah menghancurkannya”Bunga-bunga putih menggantung dari langit-langit, membentuk lengkung sempurna di sepanjang lorong altar. Harumnya memenuhi ruangan, menyamarkan ketegangan yang merayap di antara tamu undangan. Di sisi kanan, keluarga Ravenshade duduk tegak dan dingin. Di sisi kiri, keluarga Valestra terlihat gelisah.

  • Jiwa Kekasihku di Tubuh Suamiku   Bab 3. Cinta dan Dendam

    Alana tercekat. matanya membelalak. Nafasnya kembali terhenti. Nama itu. Dua kata yang membawa beban lebih berat dari apa pun dalam hidupnya.Brian. Nama itu kini Kini nama itu punya wajah.Dua tubuh. Satu tragedi. Tapi di dalam kepala Alana, segalanya sudah jelas.Satu korban. Satu pelaku.Di rumah sakit, Alana duduk diam, punggungnya menyentuh sandaran Kursi yang keras di koridor rumah sakit. Udara terlalu dingin, menusuk hingga ke tulang.Di sisi kanan, keluarga Valestra berkumpul dalam barisan senyap. Ayahnya duduk tegak, wajahnya datar, mulutnya terkunci rapat. Di sisi kiri, berkumpul keluarga Ravenshade. Lebih berjarak, lebih asing. Tak lama kemudian pintu ruang rawat terbuka.Seorang perempuan keluar. Langkahnya tenang, tak tergesa. Wajahnya bersih tanpa riasan, jas putihnya jatuh rapi sampai lutut, papan nama kecil di dada kanan menampilkan tulisan sederhana, dr. Nadia.Alana langsung berdiri. “Dokter... Nadia?” suaranya pelan. “Bagaimana keadaannya? Kondisi... Chandra?”Nad

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status