"Kak, kumohon jangan lakukan itu El takut lepasin kak. Toloooong ... eemmmppp."
Orang yang dipanggilnya kakak itu mencium bibir Ellea dengan kasar, supaya tidak lagi berteriak meminta tolong.
"Dek, kakak janji tidak akan menyakitimu, tapi kamu diam dan menurutlah."
"Aku gak mau kak, tolong lepasin El."
"Nggak, kakak nggak bisa berhenti, Dek. kakak janji akan bertanggung jawab nanti, jadi kamu nggak usah khawatir, ya."
Dengan paksa laki-laki itu mengoyak mahkota kesucian yang berusaha Ellea pertahankan namun akhirnya gagal, laki-laki itu dengan bejatnya melakukan hal terlarang terhadap Ellea, gadis yang usianya bahkan masih 16 tahun. Masih sangat dini untuk menerima perlakuan yang di luar batas kemampuannya.
Ellea tak kuasa menahan perih dan sakit yang dia rasakan ketika laki-laki itu secara paksa memasukinya dengan kasar, air mata seakan tak bisa berhenti keluar dari kedua bola mata Ellea. Semua sudah hancur, masa depan juga hidupnya sudah sirna, Ellea tidak tahu apa yang harus dilakukannya setelah ini.
Laki-laki yang sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri telah begitu tega memperkosanya dengan tidak berperasaan, bahkan ketika Ellea memohon pun dia masih terus memaksanya dan tidak mau berhenti.
Ellea menyesal kenapa dia tidak abai saja dengan kedatangannya ke rumah, yang memang dalam keadaan sepi. Ayah, Ibu, serta kakaknya sedang menghadiri acara di luar. Ellea pikir dia akan bersikap seperti biasanya, yang tidak diketahui Ellea, jika laki-laki itu sedang dalam keadaaan mabuk.
Saat semua sudah selesai entah laki-laki itu akan ingat atau tidak atas perbuatannya, yang telah menghancurkan masa depan Ellea tanpa dia sadari, akibat pengaruh alkohol yang memabukkan dirinya.
Karena malam tidak lama dia melakukan tindakan terlarangnya terhadap Ellea, laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan luka bukan hanya di tubuh Ellea, melainkan jiwa Ellea pun turut merasakan luka yang tak dapat disembuhkan untuk selamanya.
****
"Eh, kalian sudah pada tahu belum, dengar-dengar Ellea sedang hamil. Nggak nyangka ya, selama ini kita sudah tertipu sama wajah polos dan kepintaranya."
"Emang gosip itu benar adanya?"
Bisik-bisik itu sudah biasa masuk ke telinga Ellea, sejak kejadian naas yang dialaminya satu bulan yang lalu. Berita itu dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru sekolah. Entah siapa yang sudah menyebar fakta itu, Ellea tidak tahu karena memang kejadian yang dialaminya cukup singkat, dan tidak ada seorang pun yang tahu kecuali keluarganya.
Hanya satu nama yang Ellea yakini, yaitu Zia sahabatnya sendiri. Hanya dia satu-satunya orang yang saat itu mungkin tahu, karena dialah yang mengantarkan Ellea pulang. Mungkin saja Zia masih ada di sana ketika kejadian itu terjadi, sebab Ellea tidak terlalu memperhatikan keberadaannya.
Ellea tidak menyangka jika Zia bisa setega ini padanya, memang benar apa yang dikatakanya itu, tapi apa tidak cukupkah dia saja yang mengetahui? Kenapa malah membaginya ke semua orang dan menggunjingkan dirinya di belakang. Ellea pikit Zia adalah sahabatnya nyatanya dia sama saja seperti yang lainnya. Munafik!
Hari pertama Ellea menginjakan kaki di sekolah, tatapan sinis dari teman-temannya sudah diterima sebagai bentuk penyambutan. Bahkan ada yang terang-terangan menanyakan perihal itu secara langsung kepadanya.
Sejak saat itu bully-an juga hinaan terus diterima Ellea, tak banyak juga teman laki-lakinya yang ikut melecehkannya baik secara verbal maupun ucapan yang menyakitkan untuk didengarnya. Seperti tidak ada rasa puas mereka melakukannya. Bahkan ada juga yang berani melakukan pelecehan itu secara langsung saat Ellea sedang berada di toilet. Waktu itu jam pelajaran masih berlangsung, suasana toilet yang sepi begitu juga koridor seakan mendukung aksi para siswa yang berniat melecehkan Ellea. Karena semua murid serta guru sedang disibukkan dengan pelajaran yang sedang berlangsung di kelas.
Ada tiga siswa saat itu yang menghadangnya, tepat di depan toilet putri. Ellea sudah merasa takut tapi dia berusaha tetap tenang, tiba saatnya salah satu siswa berusaha menyentuhnya, Ellea memberontak dan berusaha menghindar.
"Nggak usah sok suci Ellea, terima saja apa yang akan kami lakukan padamu, kami pastikan lo akan menikmatinya juga nanti, bukanya lo sudah pernah merasakannya?"
Celetuk salah satu dari siswa itu, mereka lantas mengambil bagiannya masing-masing, sementara satu diantaranya yang akan lebih dulu melakukan aksinya. Dua kancing baju teratas Ellea berhasil dilepas paksa, siswa itu menatap Ellea seperti mangsa yang sudah siap dilahapnya.
Namun ketika tangannya akan menyentuh salah satu bagian sensitif Ellea, tanpa diduga muncul seseorang dengan tendangan yang diarahkan tepat dibagian vital siswa yang sudah akan melecehkan Ellea. Aksinya yang tanpa aba-aba itu membuat pelaku tumbang seketika dengan rintih kesakitan dengan kedua tangan yang menutupi daerahnya.
Melihat rekannya jatuh, kedua siswa lainnya segera melepaskan Ellea dan beralih menolong temannya yang terlihat masih meringis menahan sakit di selangkangannya.
"Lo, nggak papa?"
Sontak Ellea menggelengkan kepala dan bernapas lega, setidaknya masih ada orang yang berbaik hati mau menolongnya, pikir Ellea.
"Terima kasih." Ucap Ellea dengan lirih.
Hanya kata itu yang dapat keluar dari mulut Ellea. Merasa tidak terima kesenangannya diganggu kedua siswa itu lantas menyerang balik dengan mengarahkan pukulannya kepada siswa yang sudah menolong Ellea.
Namun naas pukulan itu malah berbalik kearahnya sendiri, berkat kepiawaian siswa itu dalam membela diri. Sosok penyelamat Ellea itu langsung membuat ketiga siswa tumbang bersamaan, tak lupa satu tendangan keras diarahkan dibagian vital mereka masing-masing.
"Gimana rasanya? Itukan yang ingin kalian rasakan, dengan barang kalian yang besarnya nggak seberapa itu!" Sarkasnya.
"Bencong sialan! Beraninya lo berbuat seperti ini kepada kami, tunggu saja akan ada balasan untuk ini!"
"Gue tunggu! Sampah macam kalian ini memang pantas menerimanya, heran gue masih ada aja orang seperti kalian, yang dipikirkannya cuma seputar isi selangkangan doang, rugi emak bapak lo nyekolahin mahal-mahal."
"Sampah yang sebenarnya di sini itu elo! Manusia setengah jadi! Bahkan keluarga lo aja tidak sudi menerima lo lagi," ucap salah satu siswa tidak mau kalah.
"Mending gue, dibilang manusia setengah jadi tapi otak gue masih fungsi dengan baik. Lo pikir gue nggak tau kelakuan bejat kalian selama ini, sering bertukar pasangan hanya untuk memuaskan nafsu selangkangan kalian itu, masih besaran juga punya gue kemana-mana, apa perlu gue lihatin?"
Mereka semua menatap ngeri siswa yang berdiri dihadapannya itu, sontak ketiganya memberingsut sambil menggelengkan kepalanya.
Perdebatan itu terhenti ketika kedatangan guru BK yang memang sudah diberi tahu siswa yang menolong Ellea, jika ada yang mencoba melakukan tindak pelecehan seksual di toilet, ketiganya langsung digiring menuju ruang kepala sekolah untuk dimintai keterangan berikut Ellea dan juga siswa yang sudah berbaik hati menolongnya.
"Minum dulu."
Satu buah minuman kaleng dingin diberikan kepada Ellea yang saat ini tengah berada di ruang UKS selepas menjalani pemeriksaan, apakah mengalami luka atau tidak atas kejadin yang menimpanya.
"Terima kasih."
"Ck, apa hanya kosa kata itu saja yang lo simpan di otak."
Ellea menatap datar siswa di sampingnya ini, hanya datar tidak ada ekspresi lain yang ditunjukan Ellea, biarpun setelah kejadian yang menimpanya. Tidak ada ekspresi sedih, marah ataupun trauma, yang ada hanya wajah datar tanpa ekspresi. Siswa itu merasa aneh jika biasanya cewek akan menangis histeris setelah mengalami tindak asusila yang diterimanya, tidak bagi Ellea, dia cukup tegar untuk ukuran cewek yang sudah menjadi korban pelecehan.
"Ale," ucapanya mengulurkan tangan bermaksud untuk mengenalkan diri kepada Ellea.
Ellea tak kunjung menerima uluran tangan darinya namun malah fokus sama nama yang terukir di baju bagian dada kanannya. Ale mengambil paksa tangan Ellea untuk menerima uluran tangannya.
"Capek tangan gue lo anggurin, tau gue apa yang sedang lo pikirin, Aliandra itu nama asli gue, tapi karena lo sudah gue tolong jadi lo wajib panggil gue, Ale."
Melihat Ellea akan mengucapkan sesuatu, Ale lebih dulu menyelanya.
"Nggak usah ngomong, jika kata itu lagi yang mau lo ucapin," cetusnya.
Tidak ada perbincangan lagi yang dilakukan keduanya, mereka seperti sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga bel berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas dan membubarkan diri. Pun dengan Ellea yang sudah akan beranjak pulang namun Ale menahannya.
"Mulai saat ini, lo resmi menjadi temen gue."
Ale melangkah mendahului Ellea, sementara Ellea hanya bisa menatap punggung Ale dengan nanar 'teman', bahkan Ellea sudah tidak ada hak lagi untuk memilikinya.
"Non Ellea kami di suruh Tuan Abraham untuk membantu Nona berkemas." Dua pelayan memasuki kamar Ellea dengan menyeret satu koper berukuran sedang."Memang saya mau di suruh kemana?" tanya Ellea yang dibalas gelengan kepala oleh dua pelayan tersebut.'Apa Pria tua itu sungguh-sungguh ingin mengirimku ke Bandung? Dan kembali bersama Kak Ale?' Ellea menduga-duga.'Ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana mungkin pria itu bisa bertindak semaunya seperti ini kepada dirinya.'Dan saking penasarannya ia bangkit dari atas tempat tidurnya untuk menemui Abraham langsung. Sayang aksinya itu terhalang oleh bodyguard yang berjaga di depan kamar pribadi Abraham."Ada perlu apa, Nona? Tuan sedang tidak bisa diganggu.""Aku ingin bertemu dan bicara dengannya. Jadi, buka pintu dan biarkan aku masuk.""Maaf Nona, saya hanya menjalankan perintah dari Tuan jika tidak ada yang boleh masuk ke kamar beliau.""Tapi aku calon istrinya, bukan orang lain lagi bagi Tuanmu itu!" Ellea tetap kekeh dan berusaha membuka
Tiga jari menjelang hari pernikahannya tanpa alasan yang jelas Abraham tiba-tiba membatalkan niatannya untuk menikahi Ellea. Hal itu membuat Ellea berang, entah apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Ellea sekaligus pria tua itu. Yang awalnya Abraham bernapsu sekali ingin sesegera mungkin menikahi Ellea, tapi mendekati hari H Abraham justru membatalkan niatannya. Pun dengan Ellea yang semula menolak keras bahkan sampai pada insiden kabur dari rumah, lalu diselamatkan oleh Alano dan berakhir dirinya yang tertangkap oleh anak buah Abraham. Namun kini tidak ada yang tahu akan rencana apa yang ada di kepala Ellea. Keadaan seolah terbalik bahwa kini justru Ellea lah yang begitu ingin segera dinikahi oleh pria tua julukannya.Di saat Ale dan Esta yang mendapat kabar itu merasa senang bukan main tapi tidak bagi Ellea. Gadis itu terlihat tidak suka dengan keputusan Abraham yang menurutnya tidak masuk akal olehnya.Bahkan Abraham t
Sementara di lantai dasar sebuah butik yang didatangi oleh Ellea, dua wanita yang masih tidak menyangka jika Ellea mampu mendapatkan keistinewaan dari pria tua yang sialnya terlihat begitu memuja Ellea. Keduanya jelas merasa iri, karena sampai kapan pun keduanya tidak akan pernah bisa mendapatkan perlakuan seperti yang Ellea dapatkan."Kak, jangan diam saja lah. Kita juga ingin menemui desainernya langsung seperti jalang kecil itu.""Tutup mulut sialanmu itu, Zia! Kau, segera selesaikan urusanmu di sini karena waktuku terbuang sia-sia demi untuk menuruti kemauanmu yang tidak penting ini.""Kenapa kamu marah? Bukan kah apa yang aku ucapkan itu kenyataanya, Kak. Buktinya adik kesayangan Kakak itu berbuat seperti itu, 'kan? Apa masih kurang jelas apa yang terlihat saat ini?"Tidak ingin meladeni bualan Zia, Elang memutuskan untuk kembali ke tempat semula dan disusul juga dengan Alano. Menun
"Apa bos premanmu sedang tidak di tempat?""Bu Didi ada di ruangnya, Tuan."Tanpa membalas ucapan si pegawai butik, Abraham membawa Ellea memasuki ruangan si pemilik butik. Mengabaikan dua pasang manusia yang masih berdiam diri di tempat. Dan Abraham tentu tidak sebaik itu untuk mengajak serta mereka semua.Dengan lancangnya Abraham sengaja menggunakan lift khusus untuk mengantarkannya ke ruangan yang dituju. Tidak dihiraukan larangan akan pengunjung yang tidak diperbolehkan menggunakan lift pribadi tersebut. Karena hanya sang pemiliknya lah yang punya akses untuk itu. Abraham tidak perduli, dia hanya ingin secepatnya sampai dan menemui desainer preman yang sialnya sangat terkenal itu.Ini kali pertama seorang Abraham menemui seseorang, sebab biasanya Abraham lah yang memungkinkan untuk ditemui bukan menemui. Siapa lagi kalau bukan Ellea yang perlahan tapi pasti dapat merobohkan dinding keangkuhan seorang
"Apa itu artinya kau akan menunda pernikahan lagi, Pak Tua?" "Dan kenapa jadi kamu yang ngebet ingin saya nikahi, Penggoda Cilik!" balas Abraham. "Tentu saja bukan kah itu juga yang kau tunggu dari delapan tahun yang lalu Pria Tua untuk bisa menikahiku?" Entah apa yang sebenarnya direncanakan oleh Ellea, sejak Abraham membatalkan acara pernikahan mereka yang seharusnya dilangsungkan tiga hari yang lalu. Ellea terlihat semakin gencar sekali mendekatkan diri pada sosok Abraham Smith. Pria tua yang sudah sepantasnya menjadi ayah bagi Ellea karena jarak usia mereka yang teramat jauh. "Ah, aku jadi batal pakai gaun rancangan dari Diandra Salim. Kau tahu Pak Tua dia adalah desainer terkenal yang diidolakan setiap wanita." "Jadi kamu ngebet pengen cepat-cepat saya nikahi hanya karena ingin pakai pembungkus badan dari butik wanita preman itu?" "Wanita preman siap
"Kebaikan apa yang dulu aku perbuat, sehingga kedatangan tamu dari pewaris Ryder, juga Hartono Grup." "Berhenti membual Abraham Smith, sebutkan berapa yang kau butuhkan untuk membebaskan Ellea." "Jadi kalian juga mengincarnya? Cukup menarik, rasanya untuk seorang gadis yang sangat banyak peminatnya saya tidak ingin rugi. Karena sudah selapan tahun lamanya saya menanti dirinya. Tapi jika tawaran yang kalian ajukan menguntungkan saya bisa saja menyeragkan gadis itu untuk kalian." Emosi Ale terpatik mendengar itu, tapi berusaha diredamnya. Terlebih dia datang untuk sebuah misi penyelamatan. Salah sedikit akan berakibat fatal, dan, Ale tidak inhin jika Ellea yang akan menanggung akibatnya. "30 persen saham keluarga Ryder." Ucap Ale lantang. Dia tidak memikirkan dampak apa yang akan terjadi dengan keluarga itu, mau hancur pun Ale sudah tidak perduli lagi. Yang terpenting dia bisa menyelama
"Terima kasih." Ucap Ellea tulus. "Silahkan dinikmati nona, maaf jika tidak sesuai dengan selera anda." "Jangan terlalu formal, aku tidak seningrat itu untuk anda panggil nona. Panggil Ellea, hanya Ellea tanpa embel-embel apapun di depannya." "Maaf Nona, saya tidak bisa melakukan itu. Anda calon Nyonya di rumah ini, sudah sepantasnya bagi kami untuk memperlakukan anda dengan sebaik mungkin." "Apa pria tua itu yang menyuruh mu?" "Tidak, dan jangan panggil beliau dengan sebutan itu. Saya tahu mungkin tuan sudah bersikap kurang baik terhadap anda, tapi bagaimana pun beliau tetap tuan kami." "Meski pun orang itu telah berbuat jahat, apa kalian akan tetap membelanya?" Orang itu terdiam mungkin meresapi kata yang diucapkam Ellea, sedangkan Ellea menatap penuh iba sosok wanita yang sudah sepantasnya beristirahat dimasa tuanya. Namun dia masih sibuk mencari
"Makan, El. Kamu pikir dengan mogok makan aku akan langsung membebaskanmu? Jangan mimpi!""Sebenaranya apa mau Kakak? Jika itu uang aku akan berikan itu, berapa pun Kakak minta.""Lebih dari itu, Ellea. Apa kamu sanggup untuk memberikannya padaku?""Katakan!""Aku ingin kejujuran darimu, Ellea. Seperti yang sudah aku katakan sejak awal bertemu, apa dulu pernah terjadi sesuatu antara kita? Sumpah aku benar-benar tersiksa, El. Hidup dengan dihantui rasa bersalah tapi aku sendiri tidak tahu tentang apa itu, yang nampak hanya bayangan wajahmu yang berteriak minta tolong. Sebenarnya apa yang sedang aku alami?""Mungkin otak Kakak yang bermasalah, mending cepat diobati sebelum bertambah parah.""Ya, kamu benar, El. Sudah lama aku berobat dan dari semua dokter yang menanganiku tidak ada satu pun dari mereka yang bisa menyembuhkannya.""Hah! Jadi benar otak Kakak
Setelah mengirim pesan kepada Genta, untuk lebih dulu menuju markas. Ale memilih mengikuti sang ayah pulang. Sesuai permintaannya, dan yang pasti dengan sebuah tujuan. Ale memang tidak dekat dengan sang kakek dulu, karena kesibukannya yang sangat jarang berada di rumah. Hanya sang nenek lah, yang dulu sering menjaga dan menemani Ale kecil saat orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Memilih untuk tetap diam dan menatap manik sayu pria yang sudah teramat ringkih, jauh berbeda sekali saat terakhir Ale melihatnya. Sosok di depannya ini, sudah nampak renta dimakan usia. Rambutnya pun sudah memutih, dengan kulit yang juga mulai mengisut. Hanya satu yang masih melekat pada diri Rustam, yakni tatapan elang yang dimiliki masih mampu membuat lawan bicaranya tak berkutik. "Tidak kah kau rindu dengan laki-laki tua ini, cucuku?" Melihat Ale yang hanya diam, membuat Rustam berinisiatif menyapanya t