Home / Romansa / Jodoh Jebakan Dari Opa / Bab 3 ~ Sarang Kadal Buntung

Share

Bab 3 ~ Sarang Kadal Buntung

last update Last Updated: 2025-09-24 10:16:16

Jam di ponsel Anaya baru menunjukkan pukul 08.55 ketika ia sudah berdiri di depan pintu rumah mewah milik Raka atau yang lebih tepat, rumah Opa Hartono.

“Dasar kadal buntung nggak laku,” gumamnya dalam hati sambil menekan bel.

Tapi lima menit berlalu… dan belum juga ada yang keluar.

Anaya mendesah, lalu melangkah masuk, memutuskan menunggu di ruang tamu yang luas dan dingin.

Matanya tertumbuk pada sebuah kotak kaca kecil di sudut ruangan.

Di dalamnya ada hewan kecil unik yang langsung menarik perhatiannya: seekor landak albino yang sedang memejamkan mata di tumpukan jerami.

Anaya mendekat perlahan, penasaran.

“Ah, durinya pasti tajam ya?” gumamnya sambil menyodorkan ujung jarinya ke kotak itu.

Saat jarinya nyaris menyentuh duri landak, tiba-tiba pintu samping terbuka!

“JARI!” teriak seseorang dari balik pintu, membuat Anaya terkejut dan spontan menarik jarinya.

Tak disangka, yang muncul adalah Opa Hartono, yang langsung latah kaget.

“Astaga! Kenapa bisa kesakitan? Biar Opa lihat!” katanya sambil meraih tangan Anaya.

Namun belum sempat Opa benar-benar memeriksa, terdengar suara berat dari tangga lantai atas.

“DASAR AKI-AI MESUM DOYAN DAUN MUDA!” teriak Raka dengan nada ngamuk, tapi suaranya penuh candaan.

Anaya terperangah. Raka baru saja turun dari lantai atas, ekspresinya campuran marah dan geli.

Opa membeku, tangan masih menggenggam tangan Anaya, wajah polosnya berubah jadi ‘kambing kesandung’ karena dimarahin cucunya.

Anaya cuma bisa menahan tawa, merasa seperti masuk ke sebuah drama keluarga yang penuh warna.

Raka mengambil tisu dan cairan antiseptik dari meja kecil. Dengan gerakan cekatan, dia mulai membersihkan luka di jari Anaya.

“Eh, kemasan saset,” katanya sambil tetap fokus mengobati, “kamu tanda tangani kontrak itu, Opa jadi saksinya.”

Anaya langsung memalingkan muka, matanya menyipit. “Namaku Anaya, bukan saset.”

Raka mengangkat alis, nyaris tersenyum. “Kalau kamu bete, nggak usah pedulikan.”

Anaya meneguk napas dalam-dalam. Raka sudah menaruh dokumen kontrak di meja.

“Baca dulu sebelum tanda tangan,” katanya santai.

Dengan hati-hati, Anaya mulai membaca satu per satu isi kontrak itu. Wajahnya berubah dari penasaran jadi terkejut.

Kontrak itu tampak sangat menguntungkan Raka. hak dan kewajibannya hampir tanpa batas. Sedangkan Anaya harus tunduk pada banyak aturan, mulai dari penampilan di depan keluarga hingga ‘larangan’ bersikap terlalu mesra kecuali disepakati bersama.

Anaya langsung merapatkan bibir., sejujurus kemudian dia menunjukkan reaksinya.

“Ini nggak adil!” protesnya keras. “Aku tidak mau dipaksa untuk terlihat mesra di depan keluarga atau siapa pun!”

Raka menatapnya dengan setengah senyum menyindir.

“Huh, kalau kamu mau nikah sama aki-aki tua yang bau minyak angin itu, ya silakan.”

Anaya melotot. “Aku mau kita jalanin ini dengan cara masing-masing saja. Aku nggak akan pura-pura sayang kalau hati nggak mau.”

Raka tertawa pelan. “Sip. Itu baru gaya kemasan saset sejati.”

Anaya langsung garuk kepala kesal. “Jangan panggil aku itu lagi!”

Hartono yang dari tadi duduk di sudut ruangan hanya menggeleng, sambil sesekali melempar senyum jahil.

Pagi itu, rumah besar milik Opa Hartono mendadak ramai. Suara langkah kaki, denting gelas dari dapur, dan obrolan plus sedikit teriakan, mengisi sudut-sudut rumah yang selama ini terlalu sunyi.

Opa Hartono duduk santai di kursi santainya, menyeruput teh manis sambil menikmati keributan dari ruang tengah.

Sudah lama rumah itu tidak seramai ini.

Biasanya hanya dia dan Raka. Itupun sibuk sendiri-sendiri. Kadang sehari bisa tak saling sapa. Tapi pagi ini… segalanya berbeda.

“Saset! Mana KTP kamu? Saya mau daftarin ke KUA!” teriak Raka dari ruang tengah.

yang sedang duduk membuka bungkusan roti langsung mendongak tajam.

“Berani-beraninya…”

“Dengar nggak? KTP-nya, Saset. Mau saya ambis sendiri di tas kamu?”

Dengan cepat, Anaya berdiri dan menginjak kaki Raka sekuat tenaga.

AUH!” Raka melompat kecil.

“Aku tidak suka dipanggil saset!” seru Anaya. “Dan aku juga nggak mau kasih KTP! Kita ini cuma nikah kontrak, buat apa ke KUA segala?!”

Raka mencibir. “Karena kalau nggak dicatatkan, Opa bakal terus ngusik. Biar kelihatan sah, kita catat aja.”

Ya cari cara lain! Bukan maksain!”

Anaya banyak bicara, Raka mendekat dan langsung membuka ransel Anaya yang diletakkan di sofa.

“Hoi! Hei! Itu tas aku!”

“Aku cari KTP. Biar cepet beres.”

Merasa terancam, Anaya panik. Refleks, ia menggigit tangan Raka yang sedang mengaduk isi tasnya.

AARGHHH!” jerit Raka sambil menarik tangannya. “Gila! Kamu manusia apa hamster?!”

“Dasar kadal buntung nggak laku!” semprot Anaya sambil merapikan ranselnya.

Opa Hartono yang sedari tadi mengintip dari balik dinding akhirnya muncul, menahan tawa.

Wajah terkejutnya hanya bertahan sebentar sebelum akhirnya ia tertawa lepas. Tawa itu begitu keras… bebas… dan bahagia.

Anaya dan Raka sama-sama terdiam, menoleh ke arah Opa. Tawa sang kakek menggema di ruangan yang selama ini terlalu hening.

“Sudah lama… sudah lama sekali Opa nggak tertawa seperti ini,” katanya pelan sambil mengusap mata.

Raka terdiam. Ada sesuatu dalam dirinya yang mendadak hangat. Ia tak pernah menyangka, rumah yang biasanya dingin itu… kini terasa hidup kembali.

Semua itu karena seorang gadis keras kepala, yang suka menggigit, menginjak, dan memanggilnya kadal buntung.

Urusan pagi itu, belum juga selesai, Raka sudah membuka suara dengan nada serius.

“Besok ketemu di KUA. Nggak usah bawa apa-apa. Semua berkas aku yang urus. Kamu tinggal datang, tepat waktu. Awas kalau terlambat, kamu tau akibatnya.”

Nada perintahnya bikin telinga panas. Anaya langsung meradang.

“Nggak usah ngancam! Kalau begitu caranya, ya nikah aja sendiri!”

Ia berdiri dengan wajah cemberut, mengambil tasnya dan hendak beranjak pulang, belum sempat melangkah, tangan Raka menahan lengannya.

“Saset.”

Anaya mendengus. “Jangan panggil...”

“Kamar kita di atas.”

JLEPP!

Anaya terdiam di tempat. Matanya membelalak pelan.

“K-kamar... kita?” ulangnya nyaris tak terdengar. “Maksudnya... satu kamar?”

Raka mengangguk, wajahnya datar. “Iya, satu kamar. Emangnya kamu kira nikah itu tidur di dua tempat beda?”

Anaya menelan ludah. Panas dingin.

“Nggak... nggak! Aku tetap tinggal di rumah orangtuaku!”

mendekat setengah langkah. Nada suaranya mulai meninggi.

“Kau ini gimana sih? Namanya orang nikah, ya pasti satu kamar. Masa pisah ranjang kayak pasangan gagal!”

Anaya masih gelagapan.

“Tapi... kita ini cuma nikah kontrak! Kontrak! Nikah bohongan! Harusnya ya tinggal masing-masing juga dong… ih, kamu tuh lupa ya?!”

Raka mendesah panjang, seolah sedang bersabar menghadapi murid remedial.

“Oke, dengar ya, Saset...”

“Anaya!”

“Dengar ya, Anaya...” Raka akhirnya menyebut namanya benar. “Kalau kita tinggal terpisah, nanti keluarga curiga. Opa curiga. Satu rumah itu wajib. Satu kamar itu... ya bonus.”

Anaya melotot. “Bonus apaan?!”

Raka nyengir santai. “Tenang aja. Aku nggak suka menyentuh barang yang belum kubeli secara penuh.”

“Apa maksudmu?!”

“Tenang. Kamu aman. Aku punya batas, oke?”

Anaya merasa pusing. Bukan karena Raka menyebalkan, tapi karena... ia sadar ia benar-benar akan menikah dengan pria ini besok.

bahkan sebelum akad dimulai, hidupnya sudah terasa seperti sinetron episode 758.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 8 ~ Bioskop

    Malam minggu seharusnya jadi malam biasa, tapi tidak untuk Anaya, istri kontrak yang kini malah ikut suaminya nonton film romantis di bioskop.Awalnya, dia senang. Suaminya ngajak nonton? Itu kemajuan besar!“Mas, kita nonton film horor ya, biar kalau aku takut bisa pegangan,” kata Anaya sambil bercanda.Raka melirik, senyum miring.“Pegangan ke pundak aku?”“Enggak, Ke botol minum aja.”Mereka tertawa berdua, namun, begitu sampai di dalam bioskop, baru terjadi tragedi kecil yang tak terduga…“Mas... kursi kita di mana?”“E12 dan E13,” jawab Raka santai sambil melihat tiket elektronik di HP-nya.Saat sampai di deretan kursi... Anaya mengerutkan dahi. Hanya ada satu kursi kosong.Kursi di sebelahnya? Sudah diduduki pasangan yang sibuk main HP.“Mas... ini kenapa cuma satu?”“Tunggu bentar, aku tanya petugas...”Beberapa menit kemudian, Raka kembali. Wajahnya datar tapi sebal.“Kesalahan sistem. Mereka ngasih dua tiket tapi cuma ada satu kursi kosong. Harusnya kursi satunya nggak dijual

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 7 ~ Balik Ke Realita

    Setelah kembali dari Turki, hidup kembali ke rutinitas.Anaya kembali menjadi mahasiswi tingkat akhir yang sedang masuk fase penyusunan skripsi. Liburannya habis, realita menyambut dengan laptop, referensi jurnal, dan… begadang tak berkesudahan.Tengah MalamKamar mereka seperti kapal pecah. Kertas berserakan. Laptop terbuka. Kopi tumpah sedikit di sisi meja. Anaya tertidur sambil duduk. Masih memakai kacamata dan hoodie. Skrip skripsinya terhenti di paragraf ke-14.Raka pulang kerja, membuka pintu kamar, dan langsung... tertawa pelan.“Istriku ini bisa banget ngacak-ngacak kamar kayak abis syuting film perang.”Bukan kekacauan yang membuat Raka menatap lebih lama, tapi wajah Anaya yang lelah tapi tenang.Ia mendekat, pelan-pelan melepas kacamata dari wajah Anaya, memindahkannya ke tempat tidur.Lalu… ia membaca skripsi yang ditulis Anaya.“Hm... struktur ini bisa diperkuat. Narasinya bagus, tapi masih berantakan. Ini bisa diperbaiki.”Dibukanya laptop, dibacanya satu-satu, dan...Raka

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 6 ~ Tiket Honey Moon

    Pagi itu, suasana rumah Opa Hartono kembali ramai dengan suara semangat yang nggak kira-kira.“Kalian mau bulan madu ke Turki! Tiket udah Opa siapin, hotel udah dipesan, koper tinggal angkut. Gimana? Senang nggak?”Opa Hartono menyeringai lebar sambil mengangkat dua lembar tiket pesawat. Anaya melongo, Raka mendesah.“Opa... kita nikahnya nikah kontrak lho, bukan ikut kuis jalan-jalan gratis.”“Ssst! Jangan rusak suasana!” Opa pura-pura nggak dengar.Di Kamar, setelah Semua RibutAnaya duduk di ranjang sambil menatap tiket yang sekarang sudah resmi di tangan mereka.“Mas…” katanya pelan.Raka menoleh. “Hm?”“Gimana kalau... tiket ini kita jual aja?”Raka nyaris keselek udara. “Apa?!”“Iya, kita bisa dapat duit lumayan! Terus tinggal pura-pura upload foto di Turki pakai AI, kan banyak sekarang…”Raka menggeleng pelan, lalu tertawa.“Kamu ini ya... yang paling semangat teriak ‘nikah kontrak’, tapi malah paling niat akalin semuanya.”“Lho, ini kan buat logistik rumah tangga. Kita realist

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 5 - Singkuh

    Malam itu, kamar pengantin baru... terasa seperti medan perang.Di tengah tempat tidur king size, terbentang tali rafia warna merah muda, dipasang rapi dari ujung kepala sampai kaki.“Inget ya, ini pembatas. Batas wilayah. Kalau kamu lewat ke zona aku, kamu kena sanksi,” tegas Anaya sambil menunjuk tali itu dengan tatapan waspada.Raka hanya melirik malas.“Oke, Bu Komandan.”Anaya menyiapkan selimut dan bantalnya sendiri, bahkan bawa guling tambahan dari rumah orangtuanya.Saat ia sibuk merapikan sisi ranjangnya, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.Anaya menoleh... dan langsung syok.Raka keluar dari kamar mandi hanya pakai celana training tanpa baju, rambut masih basah, dan... dia terlihat sangat santai.“APA NGGAK PUNYA MALU?!” teriak Anaya refleks, langsung menutup mata dengan tangan.Raka mengangkat alis. “Lho, ini rumahku. Kamarku. Masa ganti baju harus izin?”“KAMU ITU COWOK! Aku cewek! Kita baru kenal TIGA HARI! TIGA, Om! Bukan tiga tahun!”Raka terkekeh sambil mengambi

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 4 ~ Pembatas

    Anaya berdiri di depan pintu kamar yang ditunjukkan Raka, matanya menyipit curiga.Kamar itu besar, luas, bersih... tapi tetap saja, ...satu kamar, satu tempat tidur.Dia harus berbagi dengan kadal buntung paling menyebalkan se-planet ini.“Ini kamarnya,” ujar Raka santai sambil bersandar di pintu.“Mulai malam besok, kita resmi jadi suami-istri. Setidaknya di mata Opa.”Anaya melangkah masuk perlahan, lalu memutar badan sambil menunjuk ke tengah ranjang.“Besok kita beli tali. Kita pasang di sini. Tengah-tengah. Pembatas. Garis demarkasi. Siapa yang lewat batas, kena sanksi.”Raka menaikkan alis. “Serius amat. Kita nikah kontrak, bukan perang dunia.”Anaya melipat tangan di dada. “Laki-laki itu pada dasarnya pencuri ulung. Bisa saja kamu tiba-tiba menerkam aku pas aku tidur.”Raka terkekek.“Halah, mana nafsu lihat kemasan saset kayak kamu.”Matanya mengarah ke tubuh Anaya sekilas. “Itumu aja kecil… nggak selera.”DEG.Anaya melotot. “APA?! SIAPA BILANG?!”Raka menyengir makin lebar.

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 3 ~ Sarang Kadal Buntung

    Jam di ponsel Anaya baru menunjukkan pukul 08.55 ketika ia sudah berdiri di depan pintu rumah mewah milik Raka atau yang lebih tepat, rumah Opa Hartono.“Dasar kadal buntung nggak laku,” gumamnya dalam hati sambil menekan bel.Tapi lima menit berlalu… dan belum juga ada yang keluar.Anaya mendesah, lalu melangkah masuk, memutuskan menunggu di ruang tamu yang luas dan dingin.Matanya tertumbuk pada sebuah kotak kaca kecil di sudut ruangan.Di dalamnya ada hewan kecil unik yang langsung menarik perhatiannya: seekor landak albino yang sedang memejamkan mata di tumpukan jerami.Anaya mendekat perlahan, penasaran.“Ah, durinya pasti tajam ya?” gumamnya sambil menyodorkan ujung jarinya ke kotak itu.Saat jarinya nyaris menyentuh duri landak, tiba-tiba pintu samping terbuka!“JARI!” teriak seseorang dari balik pintu, membuat Anaya terkejut dan spontan menarik jarinya.Tak disangka, yang muncul adalah Opa Hartono, yang langsung latah kaget.“Astaga! Kenapa bisa kesakitan? Biar Opa lihat!” kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status