Home / Romansa / Jodoh Jebakan Dari Opa / Bab 6 ~ Tiket Honey Moon

Share

Bab 6 ~ Tiket Honey Moon

last update Last Updated: 2025-09-24 11:17:24

Pagi itu, suasana rumah Opa Hartono kembali ramai dengan suara semangat yang nggak kira-kira.

“Kalian mau bulan madu ke Turki! Tiket udah Opa siapin, hotel udah dipesan, koper tinggal angkut. Gimana? Senang nggak?”

Opa Hartono menyeringai lebar sambil mengangkat dua lembar tiket pesawat. Anaya melongo, Raka mendesah.

“Opa... kita nikahnya nikah kontrak lho, bukan ikut kuis jalan-jalan gratis.”

“Ssst! Jangan rusak suasana!” Opa pura-pura nggak dengar.

Di Kamar, setelah Semua Ribut

Anaya duduk di ranjang sambil menatap tiket yang sekarang sudah resmi di tangan mereka.

“Mas…” katanya pelan.

Raka menoleh. “Hm?”

“Gimana kalau... tiket ini kita jual aja?”

Raka nyaris keselek udara. “Apa?!”

“Iya, kita bisa dapat duit lumayan! Terus tinggal pura-pura upload foto di Turki pakai AI, kan banyak sekarang…”

Raka menggeleng pelan, lalu tertawa.

“Kamu ini ya... yang paling semangat teriak ‘nikah kontrak’, tapi malah paling niat akalin semuanya.”

“Lho, ini kan buat logistik rumah tangga. Kita realistis dong, Mas.”

Tapi Raka menggeleng lembut.

“Aku nggak butuh bulan madu. Bukan buat malam pertama atau semacamnya. Tapi... aku pengen punya waktu. Buat kenal kamu lebih dalam.”

Anaya diam. Raka terlihat lebih dewasa saat bicara serius.

"Kenapa sih kadal buntung ini kadang bisa bikin jantungku nggak stabil?"

Hari Kemudian – Di Bandara Internasional Istanbul, Turki

Angin dingin menyapa kulit mereka saat keluar dari bandara. Langit cerah, dan udara khas Eropa mulai menusuk lembut di kulit.

Anaya menggeliat kecil sambil memeluk jaket. Lalu, ia mendekat ke Raka… sangat dekat… hingga bibirnya nyaris menyentuh telinga suaminya.

“Mas… Mas…” bisiknya pelan.

Raka yang sedang fokus lihat G****e Maps, langsung kaku.

Jedag. Jeuk.

Sensasi hangat menjalar dari telinga sampai leher.

“Kalau nanti aku diem aja... maaf ya. Aku nggak bisa bahasa Turki. Bahasa Inggris aja terbata-bata... Bahasa Betawi sih bisa, Mas.”

Raka melirik geli. “Selain itu bisa bahasa apa lagi?”

Anaya mendekat lagi, kali ini lebih nakal, bibirnya masih di dekat telinga suaminya.

“Bahasa isyarat...”

Lalu ia cekikikan sendiri sambil memegang tangan Raka.

“Sama bahasa tubuh, Mas. Hehe ...”

Raka terdiam. Wajahnya memerah setengah geli, setengah... deg-degan.

“Eh kamu... ini tempat umum, loh…”

Tapi senyumnya nggak bisa disembunyikan. Mereka berjalan menyusuri jalanan Istanbul. Langkah pelan, suara tawa pelan, dan… kedekatan yang mulai terasa nyata. 

Hari ketiga di Istanbul.

Langit sore berwarna keemasan. Aroma roti panggang dan teh apel menyeruak dari kios-kios di sekitar Grand Bazaar, tapi Anaya justru merasa... gelisah. Meski tempat-tempat wisata di Turki begitu indah, tapi...

“Aku ngerasa kayak alien, Mas,” gumamnya sambil menarik lengan Raka.

“Kenapa?” tanya Raka, tetap santai berjalan.

“Aku nggak ngerti mereka ngomong apa. Semua orang terdengar keren, cuma aku yang plonga-plongo.”

Raka menoleh dengan senyum geli.

“Bukannya kamu jago debat di kampus?”

“Itu kan pakai bahasa Indonesia... bukan Turki! Aku bahkan bahasa Inggris aja ngos-ngosan!”

Mereka berhenti di pelataran luar Blue Mosque. Langit makin cantik. Orang-orang sibuk ambil foto.

Anaya menarik napas, lalu berbisik pelan, lagi-lagi ke telinga Raka.

“Mas... kalau ‘apa kabar’ dalam bahasa Turki itu apa?”

“Nasılsın,” jawab Raka.

“Kalau ‘senang bertemu denganmu’?”

“Tanıştığıma memnun oldum.”

“Kalau ‘aku tersesat dan ingin pulang ke Indonesia’?”

“Sasetin kafası karışık,” kata Raka sambil menahan tawa.

Anaya menyipitkan mata curiga.

“Itu artinya apa?”

Raka mengangkat bahu. “Coba tanya orang sini, kalau berani.”

“Ish! Mas ini nyebelin!”

Mereka duduk di bangku taman, menatap air mancur dan pepohonan yang mulai menggugurkan daun.

Anaya sibuk menggerutu soal rute jalan, sedangkan Raka... justru terdiam lama.

Matanya terpaku pada wajah Anaya, pipinya yang kemerahan tertiup angin, dan matanya yang berbinar penasaran, serta gaya bicara yang cerewet tapi manis.

“Cantik banget…”pikir Raka. “Apa iya ini istri kontrakku?”

Raka tersenyum kecil, lalu menunduk ke arah Anaya. Dengan suara pelan dan penuh makna, ia berbisik dalam bahasa Turki:

“Sana ilk günden beri âşığım.”

Anaya menoleh cepat.

“Eh? Tadi Mas bilang apa?”

Raka masih tersenyum, ekspresi jahilnya muncul.

Artinya... Kemasan Saset, kamu jelek sekali.”

“APA?!”

Anaya mendelik, langsung mengambil botol air minum dan mengangkatnya.

“Sini kepala Mas aku pukul.  biar rusak tuh lidah!”

Raka kabur sambil tertawa.

“Heh! Nanti kucek di G****e Translate loh!!”

“Silakan, Saset!”

**

Hari kelima di Turki.

Hari terakhir mereka di Istanbul sebelum kembali ke Indonesia.

Anaya dan Raka tengah duduk di kafe pinggir jalan, menikmati kopi Turki dan baklava.

“Enak juga ya hidup begini,” gumam Anaya. “Cuma duduk, makan manis-manis, dan... enggak mikir KUA.”

Raka tertawa kecil.

“Nikah kontrak nggak seburuk yang kamu bayangin, kan?”

Anaya hendak menjawab, tapi suaranya tercekat karena wajah Raka tiba-tiba berubah.

Mata pria itu tertuju pada seorang wanita yang baru masuk kafe. Rambutnya cokelat panjang, jaketnya elegan. Wanita itu menoleh, dan...

“Raka?”

Suara lembut itu langsung menggetarkan suasana.

“Lara?” jawab Raka, setengah kaget.

Anaya hanya bisa melirik cepat ke arah wanita itu. Cantik, matang, dan jelas... punya sejarah.

"Mampus... mantannya?" batin Anaya.

Lara duduk tanpa diminta. Ia tak menggubris Anaya, seolah menganggapnya asisten pribadi Raka.

“Aku enggak nyangka ketemu kamu di sini. Masih suka teh melati?”

“Sekarang lebih suka teh jahe,” jawab Raka sambil melirik Anaya sekilas.

“Kamu ke sini sama siapa?” tanya Lara, manja.

“Sama istri,” jawab Raka datar.

Lara menoleh ke Anaya, matanya menelusuri dari atas sampai bawah.

“Oh… kalian sudah menikah toh. Lucu juga. Muda banget ya.”

Anaya tersenyum manis.

“Iya. Aku juga kaget bisa nikah sama orang sepopuler Mas Raka.”

Lara tersentak, tapi tetap tersenyum palsu.

Setelah Lara pamit, Anaya terdiam cukup lama. Raka memecah hening.

“Itu mantan aku waktu kuliah di sini. Dulu kami hampir tunangan.”

Anaya pura-pura cuek.

“Kok putus?”

“Karena aku sadar, yang bikin hati tenang bukan yang sempurna. Tapi yang... bikin hidup jadi rame.”

Anaya menoleh. “Mas baru nemu itu dari quote I*******m?”

Raka tertawa. Tapi matanya tetap menatap Anaya.

“Nggak. Aku baru sadar waktu lihat kamu... lagi nggoreng telur ceplok gosong kemarin.”

Anaya memukul lengannya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 8 ~ Bioskop

    Malam minggu seharusnya jadi malam biasa, tapi tidak untuk Anaya, istri kontrak yang kini malah ikut suaminya nonton film romantis di bioskop.Awalnya, dia senang. Suaminya ngajak nonton? Itu kemajuan besar!“Mas, kita nonton film horor ya, biar kalau aku takut bisa pegangan,” kata Anaya sambil bercanda.Raka melirik, senyum miring.“Pegangan ke pundak aku?”“Enggak, Ke botol minum aja.”Mereka tertawa berdua, namun, begitu sampai di dalam bioskop, baru terjadi tragedi kecil yang tak terduga…“Mas... kursi kita di mana?”“E12 dan E13,” jawab Raka santai sambil melihat tiket elektronik di HP-nya.Saat sampai di deretan kursi... Anaya mengerutkan dahi. Hanya ada satu kursi kosong.Kursi di sebelahnya? Sudah diduduki pasangan yang sibuk main HP.“Mas... ini kenapa cuma satu?”“Tunggu bentar, aku tanya petugas...”Beberapa menit kemudian, Raka kembali. Wajahnya datar tapi sebal.“Kesalahan sistem. Mereka ngasih dua tiket tapi cuma ada satu kursi kosong. Harusnya kursi satunya nggak dijual

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 7 ~ Balik Ke Realita

    Setelah kembali dari Turki, hidup kembali ke rutinitas.Anaya kembali menjadi mahasiswi tingkat akhir yang sedang masuk fase penyusunan skripsi. Liburannya habis, realita menyambut dengan laptop, referensi jurnal, dan… begadang tak berkesudahan.Tengah MalamKamar mereka seperti kapal pecah. Kertas berserakan. Laptop terbuka. Kopi tumpah sedikit di sisi meja. Anaya tertidur sambil duduk. Masih memakai kacamata dan hoodie. Skrip skripsinya terhenti di paragraf ke-14.Raka pulang kerja, membuka pintu kamar, dan langsung... tertawa pelan.“Istriku ini bisa banget ngacak-ngacak kamar kayak abis syuting film perang.”Bukan kekacauan yang membuat Raka menatap lebih lama, tapi wajah Anaya yang lelah tapi tenang.Ia mendekat, pelan-pelan melepas kacamata dari wajah Anaya, memindahkannya ke tempat tidur.Lalu… ia membaca skripsi yang ditulis Anaya.“Hm... struktur ini bisa diperkuat. Narasinya bagus, tapi masih berantakan. Ini bisa diperbaiki.”Dibukanya laptop, dibacanya satu-satu, dan...Raka

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 6 ~ Tiket Honey Moon

    Pagi itu, suasana rumah Opa Hartono kembali ramai dengan suara semangat yang nggak kira-kira.“Kalian mau bulan madu ke Turki! Tiket udah Opa siapin, hotel udah dipesan, koper tinggal angkut. Gimana? Senang nggak?”Opa Hartono menyeringai lebar sambil mengangkat dua lembar tiket pesawat. Anaya melongo, Raka mendesah.“Opa... kita nikahnya nikah kontrak lho, bukan ikut kuis jalan-jalan gratis.”“Ssst! Jangan rusak suasana!” Opa pura-pura nggak dengar.Di Kamar, setelah Semua RibutAnaya duduk di ranjang sambil menatap tiket yang sekarang sudah resmi di tangan mereka.“Mas…” katanya pelan.Raka menoleh. “Hm?”“Gimana kalau... tiket ini kita jual aja?”Raka nyaris keselek udara. “Apa?!”“Iya, kita bisa dapat duit lumayan! Terus tinggal pura-pura upload foto di Turki pakai AI, kan banyak sekarang…”Raka menggeleng pelan, lalu tertawa.“Kamu ini ya... yang paling semangat teriak ‘nikah kontrak’, tapi malah paling niat akalin semuanya.”“Lho, ini kan buat logistik rumah tangga. Kita realist

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 5 - Singkuh

    Malam itu, kamar pengantin baru... terasa seperti medan perang.Di tengah tempat tidur king size, terbentang tali rafia warna merah muda, dipasang rapi dari ujung kepala sampai kaki.“Inget ya, ini pembatas. Batas wilayah. Kalau kamu lewat ke zona aku, kamu kena sanksi,” tegas Anaya sambil menunjuk tali itu dengan tatapan waspada.Raka hanya melirik malas.“Oke, Bu Komandan.”Anaya menyiapkan selimut dan bantalnya sendiri, bahkan bawa guling tambahan dari rumah orangtuanya.Saat ia sibuk merapikan sisi ranjangnya, terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.Anaya menoleh... dan langsung syok.Raka keluar dari kamar mandi hanya pakai celana training tanpa baju, rambut masih basah, dan... dia terlihat sangat santai.“APA NGGAK PUNYA MALU?!” teriak Anaya refleks, langsung menutup mata dengan tangan.Raka mengangkat alis. “Lho, ini rumahku. Kamarku. Masa ganti baju harus izin?”“KAMU ITU COWOK! Aku cewek! Kita baru kenal TIGA HARI! TIGA, Om! Bukan tiga tahun!”Raka terkekeh sambil mengambi

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 4 ~ Pembatas

    Anaya berdiri di depan pintu kamar yang ditunjukkan Raka, matanya menyipit curiga.Kamar itu besar, luas, bersih... tapi tetap saja, ...satu kamar, satu tempat tidur.Dia harus berbagi dengan kadal buntung paling menyebalkan se-planet ini.“Ini kamarnya,” ujar Raka santai sambil bersandar di pintu.“Mulai malam besok, kita resmi jadi suami-istri. Setidaknya di mata Opa.”Anaya melangkah masuk perlahan, lalu memutar badan sambil menunjuk ke tengah ranjang.“Besok kita beli tali. Kita pasang di sini. Tengah-tengah. Pembatas. Garis demarkasi. Siapa yang lewat batas, kena sanksi.”Raka menaikkan alis. “Serius amat. Kita nikah kontrak, bukan perang dunia.”Anaya melipat tangan di dada. “Laki-laki itu pada dasarnya pencuri ulung. Bisa saja kamu tiba-tiba menerkam aku pas aku tidur.”Raka terkekek.“Halah, mana nafsu lihat kemasan saset kayak kamu.”Matanya mengarah ke tubuh Anaya sekilas. “Itumu aja kecil… nggak selera.”DEG.Anaya melotot. “APA?! SIAPA BILANG?!”Raka menyengir makin lebar.

  • Jodoh Jebakan Dari Opa   Bab 3 ~ Sarang Kadal Buntung

    Jam di ponsel Anaya baru menunjukkan pukul 08.55 ketika ia sudah berdiri di depan pintu rumah mewah milik Raka atau yang lebih tepat, rumah Opa Hartono.“Dasar kadal buntung nggak laku,” gumamnya dalam hati sambil menekan bel.Tapi lima menit berlalu… dan belum juga ada yang keluar.Anaya mendesah, lalu melangkah masuk, memutuskan menunggu di ruang tamu yang luas dan dingin.Matanya tertumbuk pada sebuah kotak kaca kecil di sudut ruangan.Di dalamnya ada hewan kecil unik yang langsung menarik perhatiannya: seekor landak albino yang sedang memejamkan mata di tumpukan jerami.Anaya mendekat perlahan, penasaran.“Ah, durinya pasti tajam ya?” gumamnya sambil menyodorkan ujung jarinya ke kotak itu.Saat jarinya nyaris menyentuh duri landak, tiba-tiba pintu samping terbuka!“JARI!” teriak seseorang dari balik pintu, membuat Anaya terkejut dan spontan menarik jarinya.Tak disangka, yang muncul adalah Opa Hartono, yang langsung latah kaget.“Astaga! Kenapa bisa kesakitan? Biar Opa lihat!” kat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status