“Wow, seperti sebelumnya kau selalu terlihat sangat cantik,” seorang desainer fashion bertubuh kurus melambai terpukau memuji Raihan ketika gaun pesta berwarna lavender tua yang sangat cantik membalut tubuh wanita itu.
Raihan melihat dirinya di cermin, make up natural di wajahnya sudah siap dan ia terlihat sangat elegan dengan gaun dress itu.
“Tapi… sepertinya aku gemukan, ya?”
“Hah? Gemukan? Gemuk apanya?” desainer itu tampak heran menatap Raihan, “cowok-cowok itu tergila-gila dengan bentuk tubuh seperti ini, Nyonya!”
Desainer itu lalu mengambilkan beberapa perhiasan dan membantu Raihan mengenakannya. “Ih, kalau sudah cucok sih, pakai apa saja pasti cucok, ya?” katanya sambil mengenakan anting di telinga Raihan, “andai saja nih ya, kamu belum nikah t
Nico langsung menoleh dan alangkah takjubnya dia memandang Raihan yang kini berjalan memasuki ruangan. Istrinya yang mengenakan gaun indah selutut dengan potongan tak simetris berwarna lavender, memperlihatkan kaki jenjang indahnya, rambut yang disanggul indah serta make up yang tampak natural namun membuatnya terlihat elegan, membuatnya tampak sangat cantik.Bukan hanya Nico, semua tamu yang berada di sana juga ikut memandang takjub atas keindahan wujud wanita itu, mendadak istrinya menjadi pusat perhatian di pesta itu.“Wah… cantiknya…”“Siapa wanita cantik itu?”“Apakah dia artis?”Para tamu memuji Raihan yang kini berjalan menghampiri Nico. Beberapa dari mereka bertanya-tanya, ada hubungan apa wanita itu dengan Nico? Ya, memang sebagian
“Apa maumu, Bily? Kenapa kau menggangguku lagi?” sergah Raihan ketika pria itu melepaskan tangannya.“Sssstttt!” Bily meminta agar Raihan memelankan suaranya. “Aku cuma ingin memberi tahumu bahwa aku merindukanmu, Raihan.”Raihan terlihat tak percaya. “Omong kosong! Untuk apa kau ke sini? Kau membuntutiku? Hingga mencari tahu ulang tahun suamiku?”Bily menatap serius Raihan. “Aku akan melakukan apa saja untukmu! Termasuk membuntutimu!”“Termasuk mencari tahu hari ulang tahun suamiku?”“Jangan katakan kalau dia suamimu!” sergah Bily tak terima, “bagiku, kau masih belum miliknya…”Raihan tertawa sembari menatap aneh Bily. “Apa itu penting bagiku? Aku
“Hah… hah…”Nafas mereka saling memburu di antara kecupan. Lipstick di bibir Raihan tampak berantakan di sekitar bibirnya. Nico melepaskan jas dan dasinya lalu kembali mencengkram pinggang Raihan dan mengajaknya kembali berciuman. Raihan melingkarkan lengannya ke leher Nico sedangkan tangan Nico satunya masuk melalui ujung bawah dress Raihan dan meraba paha hingga meremas bongkahan di sana.Cukup lama mereka melakukannya di depan pintu hingga Nico berinisiatif mengangkat Raihan hingga kedua kakinya mengapit ke pinggang Nico. Sambil terus saling bercumbu, Nico membaringkan tubuh Raihan. Selanjutnya, yang terdengar hanyalah desahan-desahan kenikmatan yang berbaur dnegan hentakan-hentakan yang membuat suasana kamar itu semakin memanas.***“Nanti aku mau ke rumahnya kak Barack, ada barang yang
Bily mengernyit heran, bukannya di telpon tadi wanita itu berbicara baik-baik memintanya bertemu. Tapi, kenapa sikapnya kembali kasar?“Kenapa?”“Kenapa? Ya, karena aku ini istri orang!” sahut Raihan menekankan jawabannya, “apa alasan itu tidak cukup?”“Lalu, untuk apa yang mencariku?”“Aku mau tahu untuk apa kau bekerja di tempat suamiku?”Bily mendecih, dipikirnya wanita itu memintanya bertemu karena sedang merindukannya dan mereka akan kembali seperti dulu. Ternyata…“Aku ingin melihat langsung, pria macam apa yang sudah kau nikahi,” jawab Bily.“Ho… sepenting itukah sampai kau bekerja di sana juga?”
“Nico…”Suara Olive di seberang yang begitu lembut membuat Nico senang sekaligus risau karena begitu merindukan suara itu. Namun, Nico berusaha untuk bersikap biasa saja. “Ya, ada apa?”“Bisakah kita bertemu…”Nico terdiam sebentar. Gadis itu mau bertemu, untuk apa?“Ya, boleh. Kapan?”“Hari ini…”Deg, jantung Nico langsung terasa berdetak lebih keras karena hari ini ia akan bertemu lagi dengan Olive setelah mereka bertemu terakhir kali saat gadis itu memutuskan hubungan mereka.“Baiklah, kita makan siang di restoran biasa.”“Oke, jam berapa?”“Mu
Setelah bertemu dengan Olive, suasana hati Nico menjadi semakin kacau. Ia sebenarnya merasa kecewa dengan keadaan yang seakan mempermainkan dia dan Olive. Kembali ia teringat akan Olive, bagaimana gadis itu menitikkan air mata karenanya. Rasanya, hati Nico juga terasa sakit melihat Olive terluka seperti itu. Hujan di luar semakin lebat, yang terdengar suara derasnya air yang jatuh ke tanah, kadang-kadang suara petir bergerumuh seakan memecah langit.“Ah… andaikan dulu aku menurunkan egoku dan berinisiatif mengejar Olive untuk memintanya kembali ke pelukanku,” kata Nico dalam hati.Nico mulai berandai-andai, jika dia menemui Olive dan memintanya untuk kembali pada dirinya sebelum pernikahan itu dilaksanakan, pastilah mereka sudah bersama saat ini atau pun ia berusaha menggagalkan pertunangan Olive saat itu, pasti yang menjadi istrinya kini adalah Olive. Namun, takdir suda
“Nico?”“Ya, ada apa?”“Kamu jangan makan di luar ya sebelum aku datang! Nanti kita makan berdua.”“Oh, baiklah… apa sih yang tak bisa untuk istriku tersayang…”Segera Raihan mencari resep bekal makan siang melalui internet. Sejak kemarin melihat Nico yang terlihat sedih dan tak semangat membuat Raihan memutar otak untuk mencari cara agar suaminya kembali semangat lagi. Entah ide dari mana ia berinisiatif membuatkan makan siang untuk suaminya. Raihan merasa Nico selama ini sangat baik memperlakukannya dan memperlihatkan betapa pria itu menyukainya. Oleh karena itu, Raihan merasa ia juga harus berusaha membalasnya.Raihan ingin memberi kejutan dengan tiba-tiba datang ke kantor suaminya dengan membawa bekal makan siang. Sebenarnya, Raihan belum tahu makanan apa kesukaan Nico, hampir sebulan ia hidup bersama suaminya namun ia tidak pernah menanyakan apa saja hobi dan makanan kesukaan Nico a
“Apa yang kamu bawa?” tanya Nico.Raihan menoleh dan melemparkan senyum manisnya ke arah Nico. “Aku bawa makan siang untukmu… tadi aku memasak….”“Oh, ya? Coba kita lihat!” kata Nico semangat sembari membuka isi tas bekalnya.Raihan terdiam tidak menanggapi. Menyadari ketiga karyawannya masih ada di depan mereka, Nico berdehem. “Silahkan kalian kembali ke ruangan kalian!”“Baik…”Bily dan karyawan lainnya lalu beranjak dari sana. Sebelum keluar dari pintu, Billy menoleh sekali ke arah Raihan, wanita itu kini berpindah tempat dan duduk di pangkuan Nico. Tidak hanya itu, Raihan juga menyuapi Nico. Bily seakan terbakar api cemburu, ia marah, sangat marah, seakan tak tahan ia memandang wanita yang ia cintai sedang bermesraan tepat di matanya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena dia bukan lagi siapa-siapa wanita itu.***“Bagaimana? Enak ti