Nico terbangun dari tidurnya ketika sinar matahari pagi menembus masuk saat Raihan membuka dan mengikat gorden ke samping. Nico mengerjap-ngerjapkan matanya, berupaya beradaptasi dengan cahaya matahari yang menyorot matanya lalu dipandanginya istrinya yang sudah bersiap-siap. Dress cheongsam berwarna hitam dengan motif bunga yang membalut tubuh istrinya membuatnya terlihat sangat elegan ditambah rambut sebahu yang disanggul sehingga menampilkan leher jenjangnya yang putih.
“Oh, kau terbangun? Maaf, ya!” kata Raihan saat ia menoleh ke arah Nico yang kini duduk di ranjang.
Nico masih mengumpulkan nyawanya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena ia baru bisa tidur saat menjelang subuh. Ya, lelaki siapa yang bisa menahan hasratnya ketika tidur bersampingan bersama gadis cantik yang mengenakan lingerie seksi?
“Kau mau kopi atau teh?” tanya Raihan.
“Um… kopi…”
“Baiklah, akan kubuatkan.” Raihan lalu meninggalkan kamar itu dan menuju dapur.
Nico lega, selain cantik ternyata istrinya juga rajin. Pagi-pagi sudah bangun bersiap-siap lalu membuatkan kopi untuk suaminya.
Setelah mengumpulkan nyawa, Nico beranjak dari kamarnya. Semerbak wangi kopi mulai tercium, Nico mencari sosok istrinya yang berada di dapur. Di dapur, Raihan berkutat dengan cangkir dan gula, gadis itu benar-benar terlihat serius saat membuat kopi.
Nico menghampirinya lalu memeluknya dari belakang saat gadis itu mengaduk kopi di cangkir. “Maaf, ya…” bisik Nico, “semalam, setelah berbicara dengan kakakmu aku malah pergi…”
Raihan berhenti mengaduk kopinya lalu ia berbalik, berhadapan dan menatap mata coklat milik Nico. Gadis itu tersenyum, “aku mengerti, kok,” ucapnya lalu memberi satu kecupan singkat di bibir Nico. Ia lalu mengambil cangkir berisi kopi lalu menyerahkannya ke Nico, “bagaimana? Gulanya cukup tidak?”
Nico menyeruput kopinya sekali lalu menatap mata indah nan tajam milik Raihan. “Sepahit apa pun kopinya, akan terasa manis jika memandangmu…”
Raihan tertawa mendengar gombalan suaminya, ia lalu menjauh dan kembali masuk ke kamar. Beberapa kali Nico menyeruput kopinya lalu ia kembali ke kamar. Raihan mengambil handuk lalu menyerahkannya ke Nico.
“Segeralah mandi, kak Barack dan ayahmu sedang menunggu kita di bawah,” kata Raihan lalu gadis itu keluar kamar lagi. Sepertinya gadis itu sangat sibuk mengurus ini itu.
Nico lalu pergi ke kamar mandi.
***
“Wah… menantuku benar-benar cantik…” puji David saat Nico dan Raihan tiba di meja makan. Kuiper sekeluarga dan Barack sedaritadi menunggu dua orang yang kini telah menjadi pasangan suami istri itu.
“Terima kasih, Ayah…” balas Raihan sembari melemparkan senyuman manisnya.
“Beruntung sekali putraku memiliki istri cantik sepertimu,” lagi-lagi David memuji, “hm… kalau dilihat-lihat… Raihan ini sangat mirip ya sama almarhum istri Barack.”
Raihan diam, ia menatap kakaknya yang kini memejamkan matanya. Ia bingung bagaimana menanggapi ayah mertuanya yang mengatakan ia mirip dengan seseorang yang sebenarnya adalah saudarinya sendiri.
Barack melirik Raihan sekali, isyarat agar Raihan tidak perlu bicara kali ini. Ia berdehem sekali sebelum membuka suara. “Ya, mereka memang mirip,” kata Barack.
Nico melirik sinis ke arah Barack. Bisa-bisanya dia mencari istri yang mirip dengan adiknya sendiri, batin Nico. Nico benar-benar tidak menyangka dan tak habis pikir bahwa orang sedingin Barack ternyata bukan hanya sekedar mengidap sindrom sister complex tapi seleranya akan wanita ternyata adalah seperti adiknya sendiri.
Raihan yang sebenarnya merasa tidak nyaman, mengambilkan nasi dan lauk untuk Nico sebelum mengambil untuk dirinya sendiri. David yang melihat pemandangan itu sangat terharu dan bahagia karena putranya menikah dengan gadis yang tidak hanya cantik tapi mau melayani dan mengutamakan suaminya.
“Kak Raihan nanti kita jalan ke pantai bareng-bareng, ya!” seru Raisya.
“Iya,” sahut Raihan sembari tersenyum manis.
Dan benar saja, setelah sarapan, Raisya dan Hasya langsung menarik Raihan keluar dari hotel dan membawanya ke mobil Jeep milik Nico. Nico yang tahu rencana kedua adiknya sebenarnya merasa agak terganggu karena ini adalah bulan madu ia dan Raihan, seharusnya ini menjadi momen ia lebih dekat dengan istrinya, bermesraan dan menghabiskan waktu berdua tapi mengapa kedua adiknya harus ikut?
“Kenapa malah kau yang duduk di situ?” protes Nico, dengan mata melotot ia menatap si tomboy Hasya ketika gadis itu memasuki mobil dan duduk di depan, di samping Nico. Ia sebenarnya ingin Raihan yang duduk di sampingnya.
“Memangnya kenapa? Tidak masalah kan kalau aku duduk di sini? Kau sendiri tahu kalau aku suka duduk di depan,” Hasya menimpali seenak jidatnya.
Nico melengos kesal, memilih mengalah karena berdebat dengan Hasya tidak akan ada hentinya. “Terserah kamu deh...” lalu ia menyalakan mesin mobil.
Raihan tertawa geli melihat tingkah kedua bersaudara itu. Walaupun ribut tapi sepertinya menyenangkan bisa akrab dan bebas berekspresi dengan saudara sendiri, Raihan merasa nyaman berada di tengah-tengah keluarga Kuiper.
“Maaf ya, Kak Raihan… Kak Nico dan Hasya memang seperti itu,” kata Raisya.
Raihan malah tersenyum senang. “Iya tidak apa-apa…”
Tidak lama kemudian mobil mereka melaju menjauh dari hotel. Sesampainya di lokasi wisata, Raisya lansung menarik Raihan ke toko penjual pernak-pernik. Mereka membeli topi pantai, dan beberapa gelang hingga dream catcher. Raisya sangat menyukai Raihan begitu pun sebaliknya, ia seperti memiliki saudara yang sama-sama ‘girly’ karena kembarannya, Hasya, cenderung tomboy dan sangat kontradiksi dengannya walaupun mereka adalah saudara kembar.
Nico dan Hasya memilih duduk di bangku taman sembari menikmati minuman kaleng dingin. Nico tak bisa mengikuti alur pergerakan para gadis-gadis saat berbelanja sedangkan Hasya tak tertarik dengan kegiatan seperti itu.
Habis belanja mereka lanjut ke pantai. Raisya langsung menarik Raihan dan Hasya menuju ke bibir pantai, bermain-main dengan ombak di sana, sedangkan Nico mulai mengambil foto-foto mereka dengan menggunakan handphone-nya.
“Ayo kita naik banana boat!” seru Raisya. Kemudian ia dan Hasya berlari ke banana boat.
Raihan yang menggunakan dress cheongsam tidak memungkinkan untuk ikut. Ia hanya terdiam memandang Raisya dan Hasya yang kini meninggalkan mereka berdua. Sedangkan Nico, ia malah lega akhirnya ada momen ia berdua dengan istrinya. Ia lalu mendekati Raihan dan menggenggam tangan gadis yang kini menjadi istrinya. Raihan menoleh ke arah Nico. “Bagaimana kalau kita minum dulu?” ajaknya.
Raihan mengangguk sebagai jawaban. Mereka pun menuju penjual minuman dan memesan minuman dingin rasa buah lalu duduk di meja payung.
Beberapa saat mereka hanya berdiaman, Raihan sibuk mengipas-ngipas tubuhnya dengan kipas kertas yang ia beli di toko pernak pernik tadi. Nico lalu memandang Raihan yang menyeruput minumannya sebentar lalu akhirnya ia memulai pembicaraan.
“Raihan…”
Raihan yang menyeruput minumannya menoleh. “Ya? Kau memanggilku?”
“Ah… ada yang ingin kutanyakan…”
“Apa itu? Katakan saja?”
“Apa kau pernah berpacaran?”
“Tentu saja… ya… beberapa kali pernah.”
Nico tampak penasaran. “Lalu… yang terakhir kalian putus karena apa?”
“Aku diduakan.”
Nico terperangah, seakan tak percaya jawaban Raihan. “Kau diduakan?”
“Ya,” jawab Raihan lalu menyeruput minumannya, “itu masalah yang biasa dalam hal asmara, kan?”
“Aku… seperti tidak bisa percaya gadis secantik kamu diduakan…” gumam Nico, “lalu… apa kau masih punya perasaan sama mantanmu itu?”
Raihan melirik Nico sambil menyeruput minumannya. Ia lalu menaruh minumannya lalu memajukan tubuhnya sembari menatap Nico dengan pandangan menantang. “Kalau misalnya aku masih menyukainya, kau mau apa?”
Nico menatap serius Raihan, istrinya yang kini tersenyum jahil padanya. Seolah mencari jawaban dari pertanyaannya. Apa istrinya masih memiliki perasaan ke mantannya?
“Sudahlah…” kata Raihan sembari memundurkan tubuhnya kembali, “kita sudah jadi suami istri, tidak ada gunanya kita membicarakan mantan, kan?”
Tiba-tiba Nico menarik tangan Raihan dengan sedikit kasar dan membuat Raihan terkejut. Raihan semakin kebingungan dan penuh tanya menatap mata Nico yang berkilat-kilat, penuh keseriusan.
“Kau bertanya aku mau apa kalau kau masih menyukainya? Tentu saja aku akan membuatmu melupakannya! Aku tidak akan membiarkan pria lain memiliki hati wanita yang sudah menjadi milikku!” terang Nico.
Mata Raihan membulat, ia tertegun menatap keseriusan Nico. Tak disangkanya Nico menganggapnya begitu serius pertanyaan yang sebenarnya hanyalah pertanyaan iseng. Beberapa menit mereka bergeming di posisi itu, Raihan pun bingung bagaimana menanggapi Nico.
“Hei, Nico!” tiba-tiba suara pria memanggil Nico dari kejauhan.
Nico melepas genggaman tangannya dan mereka menoleh ke arah suara yang ternyata milik Jeremy, pria itu berjalan menghampiri mereka.
Lagi-lagi datang pengganggu berikutnya, nanti siapa lagi yang datang? Batin Nico yang dongkol.
Jeremy yang hanya memakai celana renang, memegang papan selancar, kini berada di hadapan mereka, pandangan Jeremy tertuju pada Raihan. “Ah, kau pasti Raihan…” tebak Jeremy dengan yakinnya ketika memandang Raihan yang duduk di sebelah Nico. Raihan melempar senyuman manisnya sebagai jawaban. “Perkenalkan… aku temannya Nico, sebenarnya sih kita masih ada hubungan keluarga tapi keluarga jauh,” ucap Jeremy sembari menjulurkan tangannya ke arah Raihan.
“Aku Raihan,” balas Raihan sembari menjabat tangan Jeremy.
Jeremy memandang Raihan dengan seksama, dari ujung kepala hingga ujung sandal berhak tinggi yang Raihan kenakan. Ternyata benar kata Nico bahwa istrinya amat cantik dan Jeremy mengakuinya. “Ternyata benar ya, kau sangat cantik….” puji Jeremy mengagumi kecantikan Raihan.
“Ingat istri di rumah!” sindir Nico, mengingatkan Jeremy yang masih memandang kagum Raihan. Jelas ia tak senang jika istrinya ditatap sedemikian rupa oleh pria lain walaupun itu adalah Jeremy.
Jeremy tertawa karena begitu paham akan perasaan sahabatnya. “Dia ada kok di sini,” balasnya menimpali, “itu dia!”
Seorang wanita cantik berambut pendek mengenakan bikini dan memegang papan selancar melambaikan tangannya ke arah mereka dari kejauhan lalu wanita itu berlari ke tepi laut dan menaruh selancarnya di permukaan air, sepertinya wanita itu akan berselancar.
Jeremy yang mendapati mood Nico yang tak bagus buru-buru mengundurkan diri. “Baiklah, sepertinya ada yang kesal hari ini, aku susul istriku dulu, ya,” kata Jeremy, “nanti aku telpon, ada yang mau aku bicarakan,” lanjutnya pada Nico.
“Yah, cepat sana!” usir Nico, “mengganggu saja…” gumamnya sinis.
Akhirnya mereka berduaan lagi.
“Um… Raihan…”
“Ya?”
“Besok, kita akan pulang…”
“Ke rumahmu?”
“Aku punya apartemen, untuk sementara kita tinggal di sana sampai aku membeli rumah untuk kita,” jawab Nico, “tidak apa-apa kan kalau kau pisah dengan kakakmu?”
Raihan tersenyum, digenggamnya tangan Nico dengan lembut. “Ya, tentu saja. Sekarang aku adalah istrimu. Aku akan ikut kemana pun kamu pergi.”
.
TBC
Nico yang sedari tadi mencari Raihan, melangkah keluar karena melihat pintu menuju balkon terbuka. Di sana ia menemukan Raihan yang kini berdiri di balkon, menyandarkan tangannya di pembatas balkon seraya melihat pemandangan pantai. Suara ombak terdengar menderu namun menenangkan hatinya yang sendu. Hawa malam yang dingin menyengat tubuh mungil yang hanya berbalut lingerie namun ia tetap bergeming di sana seakan tak merasakannya. Nico melingkarkan tangannya ke pinggang Raihan dari belakang, menyandarkan dagunya ke bahu istrinya. “Apa yang kau pikirkan…?” bisiknya. Raihan menghela napas. “Nico… menurutmu, bagaimana dengan pernikahan kita?” “Bagaimana kenapa?” “Yah… tiba-tiba kita dijodohkan seperti ini… Apa kau bahagia? Apa kita bisa menjalaninya?” Nico tersenyum, sesekali ia menghirup
Raihan menggeleng lagi, ia menatap mata Nico yang tak tega melihat ia kesakitan. Ia lalu melumat bibir Nico dengan lembut. Beberapa saat Nico hanya diam merasakan lumatan lembut bibir Raihan lalu ia membalasnya dengan lumatan yang lebih bergairah, seakan memberi jawaban bahwa ia mengerti maksud istrinya. Perlahan Nico menyatukan tubuhnya dengan tubuh Raihan semakin dalam. Raihan memejamkan matanya, air matanya spontan menetes bukan hanya karena menahan sakit namun ia kini menyerahkan kesuciannya pada orang yang sebenarnya tidak ia cintai. Tapi, pria itu adalah suaminya dan ia pun harus mengikuti alur pernikahan senormal mungkin termasuk menyerahkan tubuhnya untuk Nico. Raihan hanya bisa merintih kesakitan saat milik Nico menggesek tiap inci dinding dari liang milik Raihan di bawah sana dengan tempo yang semakin cepat. Tubuhnya menegang dan tidak bisa menikmati percintaan mereka walaupun
Alangkah terkejutnya Raihan melihat Bily yang kini berada di bawah gedung apartemen, sambil melemparkan tatapan yang tak gentar atas penolakan wanita yang kini menjadi status istri dari putra keluarga Kuiper. Raihan tidak menyangka, mengapa pria yang tengah menelponnya berada di sana? Bagaimana pria itu tahu keberadaan Raihan? Dan, mau apa pria itu ingin menemuinya di apartemen milik suaminya? Untuk apa pria itu datang setelah Raihan menikah dengan pria lain? Apa dia tidak puas menyakiti hati Raihan lalu mengganggunya yang kini mulai membenah kembali hidupnya bersama pria yang kini menjadi suaminya? Benar-benar gila! Batin Raihan. Kini tatapan keterkejutan Raihan berubah menjadi tatapan yang penuh amarah dan kebencian. Ia mendengus lalu mematikan panggilan pria itu dan berbalik kembali masuk ke kamarnya. Raihan melempar handphone-nya ke ranjang dan dengan kesal ia beranjak turun ke bawah. Sambil menggeram marah Raihan mel
Nico merasa aneh, di halaman kantornya begitu tenang bahkan nyaris tak ada orang yang berlalu lalang apalagi berkumpul. Seperti di jam kerja pada umumnya dimana orang-orang berkutat dengan pekerjaannya masing-masing di ruangan mereka. Berbeda dengan yang ia bayangkan bahwa para pekerjanya kini berkumpul di halaman gedung kantor, membawa spantuk sambil berteriak mengeluarkan protes dan umpatan kepadanya, serta Jeremy yang kewalahan menjelaskan ini itu ke para karyawan mereka. Nico lalu berlari menuju lift dan langsung mencari Jeremy di ruangan sahabatnya itu. Malah terdengar alunan musik jazz yang lembut saat Nico membuka pintu di ruangan Jeremy “Di mana karyawan-karyawan itu? Katamu, mereka mau demo…” tanya Nico panik ketika memasuki ruangan Jeremy yang kini sedang duduk bersandar di kursi kerjanya sambil menatap ke arah jendela. Jeremy membalikkan kurs
Raihan tak bisa menyembunyikan ekspresi keterkejutannya ketika melihat sosok yang kini duduk di sofa dan menatapnya tajam. Sejenak tubuhnya mendadak kaku tak berkutik namun ia segera berusaha menenangkan dirinya, ia melirik barang belanja yang dibawanya, seharusnya Nico pasti mempercayainya, pikirnya. “Darimana saja kamu?” tanya Nico dengan nada curiga. “Seperti yang kau lihat… aku keluar untuk belanja…” jawab Raihan sewajar mungkin sambil mengangkat kantong belanjaannya, “kulkasmu tidak ada bahan makanan jadi aku keluar mencari makanan…” Nico melirik belanjaan Raihan. “Aku menelponmu daritadi, kenapa tidak diangkat?” “Aku lupa bawa hape-ku… kalau kau tidak percaya, hape-ku ada di atas ranjang.” Nico diam sejenak, sorot matanya tampak menyelidik. “Tadi aku melihatmu di jalan, turun da
Raihan mulai mendesah saat kecupan Nico menjamah tiap senti di kulit lehernya, makin lama makin liar. Wajahnya mendongak, memperluas akses Nico bermain-main di sana, menikmati permainan suaminya. Tangan Nico mulai meraba-raba lekukan tubuh Raihan, sesekali ia meremas titik-titik sensitif Raihan. Nico menghentikan aksinya sejenak, menatap mata Raihan yang kini tampak sayu karena terbakar gairah. Tangan Raihan menyentuh wajah Nico, jari-jarinya menyelusuri rahang Nico yang tegas. Nico mengecup jari-jari lentik milik Raihan saat jari-jari itu menyentuh bibirnya. Kembali Nico menatap mata Raihan, mencoba meyakinkan Raihan yang menatapnya takut. Tapi, Raihan belum melupakan bagaimana sakitnya saat tubuh mereka menyatu untuk pertama kalinya. “Nico… aku masih merasa sa-” “Sstt…” potong Nico sembari menaruh telunjuknya di atas
“Jadi, kau menyerahkan proyek itu ke orang baru itu?” tanya Nico, wajahnya terlihat serius menatap Jeremy yang duduk di hadapannya. “Ya, dia berpengalaman dan memiliki track record yang bagus dalam menjalankan proyek di perusahaan tempat dia kerja sebelumnya,” sahut Jeremy. Nico mengernyit, “apa tidak terlalu cepat? Dia kan baru di sini…” “Ya, dia memang baru tapi kemampuan dia seperti profesional, dia sudah tau apa yang harus dia lakukan.” “Lalu, bagaimana perkembangan proyek baru itu?” “Cukup mengejutkan dan sepertinya clien kita puas.” “Hm….” Nico tampak berpikir, “bisakah aku melihat informasi tentang orang baru itu?” “Ya, tentu saja…” Jeremy meraih telpon dan menghubungi sekretarisnya, “Stefani, tolong beritahu
Sesaat tubuh Bily menjadi kaku saat Nico melontarkan pertanyaan tajamnya. Namun, Dengan cepat Bily menenangkan dirinya, menatap mata tajam milik Nico yang tampak berusaha mengintimidasinya. “Tidak ada maksud apa pun, aku bekerja bukan berarti aku mengabdi tapi aku bekerja untuk memuaskan diriku…” Kening Nico mengerut. “Memuaskan diri?” “Ya, aku sudah tahu seluk beluk perusahaan milik Adhinata dan aku butuh tantangan baru. Pyramid, saingan Royal Crown milik Adhinata, adalah salah satu grup perusahaan terbaik. Kurasa itu tempat yang cocok untuk menambah pengalamanku.” “Tapi, bisa saja kau memberitahu kelemahan dan rahasia Royal Crown ke Pyramid?” “Selama ini aku bekerja profesional, aku tidak akan memberitahu kelemahan perusahaan lain apa pun itu, tak terkecuali, termasuk Royal Crown Grup., aku tidak peduli dengan hal it