"Tidak fokus akan membuat kalian melakukan kesalahan."
°°°
Seharian ini, tepatnya sejak pembicaraan terakhir antara dirinya dan kedua sahabat, Adinda menjadi terlalu banyak berpikir. Hal yang menjadi masalah ada, apa yang dipikirkannya tidak sesuai dengan situasi yang dialami. Tadi ketika di kelas, saking kacaunya isi pikirannya, Adinda menjawab pertanyaan yang diajukan temannya bukan yang diminta dosennya.
Saat ini pun, ketika Bisma—Pres BEM yang baru—meminta saran darinya Adinda lebih banyak mengalihkan pada Kharisma—Sekretaris BEM periode lalu. Adinda benar-benar dalam kondisi pikiran yang tidak baik, padahal tadi pagi ia sangat bersemangat dan sudah menyusun apa-apa saja yang ingin dia sampaikan sebagai wejangan kepada adik-adiknya.
Bukan ingin menyalahkan dua sahabatnya, Adinda hanya menyayangkan saja waktu mereka menyampaikannya yang tidak tepat. Harusnya bisa disampaikan se
Catatan Penulis: 'Kadang yang orang lain pikir luar biasa menurut kita tidak ada apa-apanya.' Jadi, gimana kalian kalau tahu ternyata salah satu sahabat kalian menikah atau bersaudara sama artis idola? Semoga makin betah ya! Sampai jumpa di bagian selanjutnya!
"Yang paling menyebalkan dalam hubungan adalah ... ketika kita menjadi pihak yang "kepo" terhadap pasangan, sedangkan dia tidak." °°° 6 dari 10 untuk film Damian yang baru selesai Adinda tonton. Awalnya Adinda ingin memberikan nilai 11, tapi begitu mendekati ending dan melihat adegan yang tidak disenanginya (read: ciuman) wanita itu mengurungkan niatnya. Enam sudah cukup, malah menurutnya terlalu bagus. Mood-nya hancur sehabis menonton, artinya filmnya kurang memuaskan. Ya 'kan? Ditariknya selimut sampai dagu yang semula hanya menutup sebatas paha, menenggelamkan wajahnya pada lipatan kain putih tebal itu. Adinda benar-benar kesal sekali menyaksikan adegan terakhir itu, kenapa sih harus ada cium-ciumannya?! Semakin kesal saat mendengar bunyi ponselnya yang berdering tanda ada pesan masuk, dari Damian. Pria itu mengatakan untuk tidak menunggunya. Damian (Mas Suami)
"Yang berhak memutuskan jalan hidupmu adalah kamu sendiri, bukan orang lain." °°° Tidurnya gelisah sejak kepulangan Damian. Hampir setiap setengah jam sekali Adinda terbangun, menatapi langit-langit kamar, dan berusaha tidur kembali. Begitu seterusnya sampai dia menyerah pada pukul tiga pagi. Adinda bangun dan merapikan bab awal skripsinya, dilanjutkan dengan membangunkan Damian, lalu membuat sarapan untuk mereka berdua. Pukul empat pagi, Damian belum juga terlihat. Adinda mengembuskan napas panjang, akhirnya harus kembali ke atas untuk membangunkan sang suami. Damian benar-benar kebo kalau sudah terjun ke alam mimpi! "Mas ...," panggil Adinda dengan suara selembut beludru. Tangan lentiknya menyibak selimut yang menutupi wajah Damian, melipatnya dan meletakkan kain tebal berwarna putih itu di bawah kaki. Adinda naik ke atas ranjang, duduk di dekat kepala Damian. Tangannya secara naluriah membelai rambut Damian yang berantakan. "Mas bangun yuk, udah subuh. Kamu mau salat di mas
"Dan ada saat kita bertemu dengan seseorang yang tidak diinginkankan." °°° Turun dari mobil, Damian langsung disambut oleh jutaan blitz kamera para wartawan yang berdiri di depan lokasi syutingnya hari ini. Pria itu tersenyum, memberikan yang terbaik, pada beberapa wartawan yang menghalangi jalannya. Hampir sebulan tidak terlihat dan alfa posting di I*******m membuat banyak yang bertanya-tanya, kemana artis papan atas kita? Apa yang sedang dikerjakannya? Dan banyak pertanyaan lainnya. "Kak Damian, gimana nih kabarnya hari ini? Kemana aja kok nggak pernah kelihatan dan nggak posting di I*******m?" tanya salah seorang jurnalis muda berpakaian serba hitam dengan logo Garuda di dada kirinya. Damian tersenyum, sejenak ia menghentikan langkah, untuk menjawab juga karena langkahnya dihadang. "Saya sibuk syuting, capek, jadi nggak sempat posting-posting. Maaf ya untuk semua yang menunggu saya," kata
"Ada hal yang tidak harus dibahas sedekat apa pun hubungan yang terjalin." °°° Sepertinya Damian akan lebih sering pulang terlambat mulai sekarang, jadwal syutingnya benar-benar padat. Ada dua proyek film yang baru mulai syuting di waktu bersamaan, satu iklan, dan satu dubbing film yang rencananya akan ditayangkan bulan depan. Pekerjaan yang menuntut dirinya untuk lebih ekstra, sementara ada hal lain yang harus diurusnya. Sang istri, Adinda. Nyatanya pulang malam bukan berarti tidak bisa bersitatap dengan wanita itu jika yang terjadi kini Adinda sedang duduk di ruang tamu, mungkin menunggunya, sambil menikmati camilan dan minuman soda. "Kok belum tidur?" tanyanya ketika mendaratkan bokong di samping Adinda. "Nggak ngantuk." Damian melihat tangan Adinda terjulur ke coffe table di depan mereka, meraih lembaran kertas yang Dam
"Ada saat di mana kita harus melihat dari dekat." °°° Ayara menyeret lengannya sejak turun dari mobil, gadis itu berjalan dengan tergesa sambil sebelah tangannya mengotak-atik ponsel. Di belakang mereka ada Angel yang berjalan sambil misuh-misuh menatap ponselnya, berkali-kali mendumel dengan menyebut nama dosen pembimbingnya. Adinda jadi semakin penasaran, hubungan seperti apa yang sebenarnya terjalin antara mereka? Mereka berhenti di hadapan dua orang berseragam satpam. Sejenak Ayara melepaskan genggaman tangannya, ia beralih menunjukkan layar ponselnya pada di satpam, kemudian kembali menarik tangan Adinda dan mereka memasuki kawasan ramai orang. Beberapa orang sedang berbincang, ada yang memegang sesuatu seperti triplek, mengatur stabilizer, memegang kamera, dan semacamnya. Dari apa yang indra penglihatannya tangkap saja Adinda langsung bisa menebak mereka berada di mana.
"Aku mungkin bukan yang paling sempurna, tapi akan selalu berusaha menjadi lebih baik."°°°Kedua orang tua Damian berkunjung ke apartemen malam ini, keduanya membawa banyak makanan seolah tahu bahwa di dalam apartemen tersebut tidak tersedia banyak makanan. Ya, memang begitu kenyataannya.Adinda masih belum sempat menyiapkan banyak camilan, sedangkan Damian lebih sering makan diluar karena jadwal syutingnya selalu padat. Pasangan pengantin baru itu tidak terlalu mempermasalahkan, tapi kedua orang tua Damian yang merasa hal itu sebuah masalah."Camilan bisa untuk mengisi kebosanan.""Camilan bisa mengganjal perut yang lapar."Adalah kalimat yang pasangan pengantin itu dengar sejak Amira dan Dirga menginjakkan kaki di apartemen milik D
"Rasanya aneh meskipun sudah sering dilakukan."°°°Adinda duduk dengan gelisah di depan ruangan dosen pembimbing skripsinya. Ini bukan kali pertama Adinda menemui dosen pembimbingnya untuk membahas terkait materi untuk seminar proposal pada semester ini, tapi rasa deg-degan masih selalu menghinggapi.Dia langsung berdiri saat mendengar pintu terbuka. Dua orang temannya keluar dengan wajah cemberut, kentara sekali mendapat 'rintangan' dari si dosen."Gimana? Aman?" tanya Kinanti—seseorang yang berdiri di sisi kanan Adinda."Aman sih, tapi banyak revisian.""Judul diterima?""Diterima, tapi bab ketiganya ditolak, cuma acc judul dan bab 1.""Wah, semangat ya! Yuk bisa kok pasti!"Mereka saling memberi semangat satu sama lain, terlihat sangat manis dala
"Ada hal yang harus ditahan untuk tidak keluar dari dua belah bibir kita."°°°Adinda tidak menyangka bahwa selera Damian sangat sederhana seperti ini. Pria itu memesan nasi kepal, ikan asin, tempe dan tahu goreng, serta lalapan, oh minumnya pun hanya es teh manis dingin. Sangat diluar ekspetasi sekali. Dia pikir Damian akan gengsi memesan makanan seperti ini saat diluar rumah. Ah, tidak. Harusnya Adinda sudah bisa menebak hal itu sejak kedatangannya ke angkringan ini. Mereka duduk berhadapan, makan dalam diam, sesekali saling lirik dan membuang pandang