Share

2. Tersesat Di Pasar

Raka menghela napas lega, akhirnya ia bisa lolos dari kejaran wanita menor. "Tapi, aku harus kemana sekarang?" Tanyanya bergumam, mobil pick up mulai bergerak. Ia tidak bisa turun apalagi melompat. Namun itu juga menguntungkannya agar bisa pergi jauh dari Hartono.

Selama perjalanan yang cukup lama itu, mobil pick up tiba di sebuah pasar yang berada di perkampungan desa.

Raka yang merasa pick up berhenti. Ia segera membuka terpal, ia sampai merasakan sesak karena oksigen yang di hirupnya terbatas.

"Astaga," Raka melihat sekeliling, ia terkejut dirinya berada di suatu tempat yang asing, tempat yang tidak pernah ia kunjungi.

"Aku dimana?" Raka bertanya bingung.

"Hey! Kau siapa?" Seorang pria memakai kaos coklat itu terkejur dengan kebaradaan Raka di belakang.

Raka menoleh. "Maaf, aku hanya menumpang kendaraanmu," ucapnya merasa bersalah.

"Oh, jangan pikir hanya dengan menumpang kendaraanku, kau dapat tumpangan secara gratis, huh?" Pria itu memarahi Raka, ia merasa kesal.

Ya, Raka sampai lupa kalau di dunia ini tidak ada yang gratis. Terpaksa ia mengambil dompet di saku celana dan memberikan uang 100 ribu.

"Apakah ini cukup untukmu?" Raka menatapnya. Ia harap uang 100 ribu cukup untuk ongkos menumpang pick up.

"Ya! Cukup sekali!" Ia merampas uang itu secara kasar dari Raka.

Raka turun dari pick up, ia saat ini berada di sebuah pasar yang cukup ramai. Beberapa pedagang dan pembeli saling bernegoisasi. Ah, ia jadi mengingat kesederhanaan saat di tahun 2005 waktu itu. Tapi, di desa yang seperti ini tentunya pasar masih ramai dan di minati oleh masyarakat. Berbeda di kota tempat tinggalnya, sudah tidak ada pasar dan di gantikan dengan supermarket serta mall.

Namun, tiba-tiba suara teriakan lantang wanita itu mengalihkan fokus Raka.

"Copet! Astaga! Hey! Kembalikan dompetku!" Teriakan lantang itu menarik perhatian semua orang yang ada di pasar.

Raka segera mencari orang yang mengambil dompet tersebut.

Setelah matanya berhasil menemukan seorang pria yang memakai jaket hitam dan bertopi coklat berlari tergesa-gesa.

"Berhenti!" Teriak Raka, saat ia mendekati pria berjaket, ia langsung menarik jaket itu dengan kuat sehingga langkah pria itu berhenti.

"Apa?" Ia menoleh dan menatap Raka sinis.

"Kau jangan coba-coba ikut campur urusanku," geramnya kesal. Ia mengepalkan tangannya seakan siap menghajar Raka.

"Kembalikan dompetnya," ucap Raka serius.

"Ini milikku," ia tersenyum puas.

'Dia mau bermain-main denganku. Baiklah,' batin Raka, ia mengambil napas dalam-dalam dan bersiap melayangkan pukulan andalannya.

Raka langsung memberikan pukulan namun pria itu berhasil menghindarinya.

"Kembalikan, atau aku laporkan kau ke polisi," desis Raka tajam. Ia memegang kedua tangan pencopet itu, lalu ia mengambil dompetnya.

"Lepaskan! Enak saja kau laporkan aku ke polisi," gerutunya kesal. Ia berusaha berontak dari cengkraman tangan Raka.

Raka melepaskannya. Ia menatap datar pencopet yang tidak bisa melawannya. Ia mengerti pencopet itu takut babak belur.

"Nak! Kamu baik-baik saja?" Seorang wanita menghampiri Raka dengan raut wajah khawatirnya.

Raka mengangguk. "Ini dompet anda?"

Wanita itu tersenyum bahagia dan terharu. "Astaga, terima kasih ya, nak. Kalau tidak ada dirimu, mungkin aku kehilangan dompetku. Huh, tadinya aku ingin belanjar sayur dan garam karena stok di dapur sudah habis."

"Sama-sama, lain kali jangan terlalu ceroboh dan abai dengan keadaan sekitar," ucap Raka, ia ikut lega bisa menyelamatkan wanita itu dari pencopet dompet.

Pandangannya tak bisa beralih dari wajah tampan yang sempurna itu. 'Dia, ganteng banget. Alisnya tebal, bibirnya aduh merah muda gemesin. Rahangnya tegas. Matanya indah. Ganteng tenan cah lanang iki,' batinnya terpesona akan ketampanan Raka.

"Apa kamu belum nikah, nak?" Ia bertanya penasaran. Semoga saja belum, ia ingin menjodohkannya dengan anak perempuan semata wayangnya, Maya.

Raka menggeleng. 'Tapi, aku hampir akan menikah dan ayah menjodohkanku dengan wanita yang seperti tante-tante menor,' jawab Raka dalam batinnya. Tapi beruntungnya ia bisa lolos dan tidak akan pernah bertemu dengan mereka lagi.

"Belum ya?" Wajahnya berseri bahagia. Akhirnya ada lampu hijau untuk menikahkan Maya dengan pria tampan di hadapannya sekarang ini.

"Siapa, namamu?"

"Raka. Nama anda siapa?" Mungkin nama panggilan saja cukup, menyebutkan nama lengkap tidak penting karena ada nama lengkapnya yang mungkin sebagian orang mengetahuinya jika ia adalah anak dari Hartono.

"Manda. Ayo, aku ingin memperkenalkanmu dengan anakku. Aduh, dia kesulitan mencari laki-laki. Umur 29 tahun sudah waktunya menikah. Tapi, Maya tetap saja, fokus kerja, mau cari duit yang banyak. Sampai lupa sama umurnya sendiri. Rasanya, sebagai ibu tidak nyaman kalau omongan tetangga bergosip buruk, Maya perawan tua lah, Maya tidak normal lah, aduhh. Pusing, ibu," keluh Manda, ia menggamit lengan Raka. Ia akan membawakan laki-laki tampan kepada Maya, pasti anak tirinya itu suka dan langsung jatuh cinta.

Raka terdiam, ia akan di kenalkan dengan wanita yang berumur 29 tahun? Sedangkan dirinya saja 24 tahun. Jarak usinya cukup jauh dan selisih 5 tahun.

Tiba di sebuah rumah kayu anyaman yang sederhana.

"Ayo masuk. Emm ... maaf ya, rumahnya begini, tapi tenang saja. Kamu pasti nyaman dan betah disini," Manda membuka pintunya dan mempersilahkan Raja masuk.

"Maya! Maya! Keluar kamu! Ada tamu spesial yang datang nih!" Manda berteriak memanggil Maya, di hari Minggu ini Maya libur bekerja. Dan Maya seharian selalu di rumah.

Maya yang ada di dalam kamar baru saja bangun pun berdecak kesal. "Ibu, kenapa sih teriak-teriak? Aku masih mengantuk juga. Hari minggu begini, memangnya siapa bertamu ke rumah? Spesial, lagi," Maya melangkah lesu ke kamar mandinya. Ia membersihkan tubuhnya lebih dulu sebelum menemui tamu spesial.

Saat keluar dari kamar dan melihat seorang laki-laki yang duduk di ruang tamu bersama Manda, ibu tirinya.

Kedua alis Maya mengernyit heran, siapa laki-laki itu? Ia bahkan tidak pernah mengenal dan melihatnya bertamu.

"Iya, Maya aku suruh nikah selalu jawabannya fokus kerja dulu. Nikah bisa nanti kalau jodohnya datang sendiri," Manda berbincang dengan Raka, tapi Raka tidak banyak berbicara dan hanya mendengarkan.

"Dia siapa? Maksud ibu aku bakal menikah sama dia?" Maya bertanya dan menunjuk Raka heran. Ia saja tidak kenal siapa dan darimana.

Manda menoleh, ia mengangguk. "Ya, kamu bakal nikah sama dia. Besok, dia melamar kamu. Dia tersesat di pasar perkampungan desa kita, nak. Daripada dia hidupnya tidak tau arah, lebih baik menikah sama kamu dan menjalin rumah tangga bersama di rumah ini. Bagaimana ... ide ibu?"

Maya menggeleng. "Maaf, aku tidak mau menikah dengan pria yang tidak aku kenal. Ibu yang benar saja sembarangan menjodohkanku? Memangnya ibu kenal dia siapa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status