Beranda / Rumah Tangga / Jodoh Wasiat Ayah / 2. Nyonya Alexander

Share

2. Nyonya Alexander

Penulis: IR Windy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-29 13:48:06

"Ah! Jadi benar kau ini pria licik yang berusaha mengambil keuntungan dari keluargaku!?" tuduh Anna seraya mengerutkan kening.

Melihat raut wajah Darren yang tidak tersinggung dengan ucapannya lantas saja membuat Anna semakin yakin bahwa dia memanglah pria berbahaya. Anna pun mengembuskan napas kasar, "Jika kau berani macam-macam denganku, akan kupastikan kau menyesal," katanya dengan tegas.

Akan tetapi alih-alih merasa terancam dengan perkataan itu, Darren tiba-tiba tertawa, "Menyesal katamu!?"

Lelaki itu seolah meremehkan dan menganggap ancaman itu hanya sekadar bualan, Darren bahkan tidak gentar sedikitpun dan membuat amarah Anna semakin meluap  dengan sikapnya yang arogan dan terlalu percaya diri.

Akan tetapi saat Anna hendak kembali berkata sesuatu, Darren dengan cepat menimpali, "Sudahlah, apapun yang kamu pikirkan aku tidak peduli. Aku lelah dan hanya ingin beristirahat, aku akan tidur di ruang kerjaku," katanya seraya berbalik hendak pergi.

"Kau-" Ucapan Anna tiba-tiba terhenti saat pria itu mengangkat tangannya tanpa menoleh sedikitpun.

"Kau juga sebaiknya istirahat dan tenangkan pikiranmu, bukankah kau pun harus mengumpulkan tenaga untuk melawanku?"

Belum sempat Anna menjawab, Darren telah lebih dulu berkata, "Selamat malam!" lalu pergi dengan langkah kasar meninggalkan istrinya dan kekesalan yang masih menggebu-gebu dalam diri perempuan itu.

"Sial! Apa dia berniat menantangku?" umpatnya menerka-nerka.

Seketika saja perasaan wanita itu tidak nyaman, Anna semakin takut dengan hal yang akan terjadi dalam hidupnya di dalam rumah itu. Tanpa sadar Anna pun hanya berjalan mondar-mandir berusaha memikirkan beberapa cara untuk bisa bertahan hidup.

"Tidak! Aku harus segera merencanakan sesuatu untuk mengalahkannya, aku tidak akan membiarkan dia mendapatkan apapun dari keluargaku."

Malam semakin larut, namun Anna tidak bisa menenangkan pikirannya meski sudah membersihkan diri dan berbaring di atas ranjang. Anna mencoba memejamkan mata berharap akan terlelap tetapi tidak semudah itu karena pikirannya kali ini terlalu kalut.

Bagaimana tidak? Kejadian demi kejadian buruk terus menimpanya. Bahkan kesedihan yang terasa belum sepenuhnya pulihpun harus ditambah dengan kehadiran Darren yang terus menganggu pikirannya hingga mengancam keselamatan wanita tersebut.

"Mah, pah ... aku tidak tahu apa yang kalian rencanakan dengan membuatku harus hidup bersama pria itu, tapi mohon ... lindungi aku dari sana."

Anna melewati malam dengan penuh keresahan sampai-sampai tidak bisa tidur nyenyak meski berada di dalam ruangan yang luas serta tidur di atas ranjang empuk. Anna benar-benar merasa seperti di dalam neraka hingga saat dia terbangunpun tubuh dan pikirannya terasa tidak segar.

"Aku harus segera bersiap dan melakukan sesuatu," gumamnya beranjak dari tempat tidur.

Anna bersiap dengan pakaian yang dibawa dari rumah, tidak lupa merias diri meski sedikit kesulitan karena rambut panjangnya yang sedikit bergelombang.

"Ck! Apa yang harus kulakukan dengan rambut sialan ini!?" umpatnya kesal karena tidak rambut itu tidak kunjung rapi, "Aku tidak mungkin meminta tolong pada salah satu pelayan pria itu, bukannya tertolong mereka malah berusaha mencelakaiku nanti."

Setelah menghabiskan hampir satu jam, akhirnya dia selesai meski tidak berhasil mengikat rambutnya dan hanya mengenakan bando kecil berwarna ungu dan membiarkannya tergerai begitu saja.

Betapa tidak? Anna yang lahir dari keluarga konglomerat dan tidak pernah kurang kasih sayang hingga memiliki beberapa pelayan khusus untuk sekadar mengurus semua keperluan dirinya. Namun ketika menikah dengan Darren, wanita itu tidak diperbolehkan membawa para pelayannya hingga membuatnya sedikit kesulitan. Untung saja Anna masih bisa mengurus dirinya meski memerlukan waktu yang sedikit lama.

Ingatannya pun melompat pada saat-saat kehidupannya yang dulu. Betapa bahagianya  ketika keluarganya masih lengkap dan selalu menghabiskan waktu bersama, kecuali saat orang tuanya tengah melaksanakan perjalanan bisnis, Anna tidak pernah ingin ikut serta karena menurutnya itu adalah hal yang membosankan, bertemu orang-orang munafik yang berusaha bersikap baik di depan keluarganya. Hingga pada suatu waktu, alih-alih menyambut kepulangan orang tuanya dengan suka cita, Anna justru berlinang air mata dan menyambutnya dengan duka saat kedua orang tuanya mengalami kecelakaan tragis hingga meninggal saat dalam perjalanan bisnis.

Anna menangis berhari-hari dan tidak ingin menemui satu orang pun. Sampai saat itu, tuan Freddy datang untuk mengurus beberapa dokumen salah satunya terkait surat wasiat. Bahkan yang lebih mencengangkan lagi, pria itu datang bersama pria bernama Darren Alexander. Pria yang ditunjuk tuan Donovan untuk menikahi Anna sebagaimna yang tertukis dalam surat wasiat peninggalan ayahnya. Meskipun Anna menentang keras pernikahannya, hal itu hanya akan sia-sia karena suka atau pun tidak, wanita itu akhirnya harus mengabulkan permintaan tersebut semata-mata tidak ingin membuat orang tuanya kecewa padanya.

Ingatan itu masih begitu melekat dalam benaknya. Di tengah-tengah itu tiba-tiba suara ketukkan pintu pun terdengar.

"Maaf, Nyonya? Apakah anda sudah bersiap? Tuan sudah menunggu anda di ruang makan," ujar seseorang dari balik pintu.

Anna pun mendengkus kesal dengan panggilan yang tiba-tiba seperti itu bahkan dalam keadaan dirinya belum selesai bersiap, "Ck! Ya, ya. Aku turun sekarang!" sahutnya bernada kesal.

"Baiklah, saya akan menyampaikannya pada tuan."

Anna pun bergegas menyelesaikan riasannya dengan gerakkan kasar, "Apa-apaan orang itu!? Apa dia berusaha membuatku luluh? dan lagi ... aku tidak pernah berharap melewati sarapan dengan pria itu."

Wanita itu mencebik kesal dan terus menggerutu tidak jelas, "Sepertinya aku harus menemui tuan Freddy, mungkin dia akan membantuku."

Saat ia baru saja beranjak dari meja rias, gerakkannya terhenti saat seseorang kembali mengetuk pintu kamar tersebut. Hal itu tentu membuatnya kembali geram.

"Astaga, tidak bisakah dia menunggu sebentar saja!?" umpatnya dalam hati.

"Ya, ya, sebentar. Aku sudah-"

"Ini aku."

Suara bariton itupun sontak membuatnya terkejut dan diam mematung tanpa berkata apapun. Suara yang membuat kebenciannya semakin besar kala ia mendengarnya.

"Apa saja yang kamu lakukan sehingga menghabiskan waktu lama?" cecarnya dari balik pintu, "Segeralah turun, jangan berbuat seenaknya di rumahku, aku tidak suka menunggu."

Anna tiba-tiba mengepalkan tangannya, mendengar perkataan suaminya yang sangat mengesalkan. Dia hendak menimpalinya dengan berbagai cercaan namun dia pikir itu tidak akan berguna, wanita itu hanya akan membuang energi jika berdebat dengan Darren.

Anna lantas menghela napas panjang berusaha menguasai diri, "Baik, aku akan segera keluar. Tunggulah satu menit lagi," jawabnya berusaha bicara dengan nada yang amat rendah meski kekesalannya menggebu-gebu.

Tanpa menunggu lama, Anna segera menuntaskan riasannya dan pergi dari meja rias dengan langkah kasar. Begitu ia membuka pintu, sosok pria bersetelan rapi tengah menatapnya dengan nyalang. Dia berpangku tangan sembari memposisikan badannya tepat di depan pintu kamarku.

"Apa kau sudah selesai dengan dandananmu, Tuan putri? Aku sudah menunggumu begitu lama," ucapnya bernada menyindir.

"Tidak ada yang memintamu untuk menungguku," balas Anna singkat.

Wanita itu pun segera berlalu berjalan melewatinya, tanpa menghiraukan ekspresi kesal yang tengah diperlihatkan oleh suaminya. Bahkan saat pria itu menyusul Anna dan berusaha berjalan sejajar dengannya, Anna dengan sengaja mempercepat langkah kakinya karena tidak ingin bersampingan dengan suaminya sendiri.

"Ck! Apa kau menganggapku virus? Sampai-sampai kau tidak sudi berjalan bersamaku?" Darren mendengkus kesal karena tidak berhasil menyusul, pun tidak mendapat tanggapan dari istrinya.

Sedangkan Anna terus berjalan menyusuri lorong menuju tangga dengan sesekali menoleh ke arah belakang, namun dia ternyata kurang mengontrol langkah kakinya sehingga tak menyadari bahwa langkahnya telah menyentuh bibir tangga.

"Awas di depanmu!" Darren tiba-tiba terpekik hingga membuat Anna terkejut sampai-sampai keseimbangan tubuhnya mulai terganggu dan terhuyung karena mendengar teriakkan dari pria itu. Anna lantas mencoba meraih pegangan tangga namun yang dirasakannya ternyata sebuah tangan kekar tengah meraih tangan serta menangkap tubuhnya.

Dalam sekejap mata, tubuh wanita yang ringkih tersebut kini berada dalam dekapan Darren. Saat itu pula pikirannya kembali dibayangi oleh ingatan singkat mengenai tubuh kekar yang memiliki dada bidang serta perut berkotak-kotak bak roti sobek milik pria itu.

"Apa kau terkesima dengan wajah tampanku sampai ekspresimu seperti itu?"

Suara itu lantas membuyarkan lamunan Anna, dia segera mengerjapkan mata berusaha menyadarkan diri. Belum sempat menjawab, Darren pun kembali menimpalinya.

"Ah! Atau kau berusaha menggodaku agar aku kembali menerjangmu, seperti semalam?" beo Darren.

"Apa!?" Secara refleks Anna melepaskan diri dan menjauh dari lelaki itu lalu membenahi dirinya yang sedikit berantakkan,  dia pun kembali menatap Darren yang tersenyum seolah membanggakan dirinya, "Ck! Harapanmu terlalu tinggi!"

Melihat reaksi Anna dengan wajahnya yang memerah tentu semakin membuat Darren terpancing untuk terus menggodanya, pria itu berdecih seraya menyapukan pandangannya pada setiap lekukan wajah perempuan di hadapannya.

"Tapi sayang sekali aku tidak memiliki hasrat padamu, atau mungkin lain waktu aku akan mengajarkan beberapa hal terkait-"

"Sialan! Omong kosong macam apa itu!?" Anna tiba-tiba menyela perkataan Darren sembari melepaskan diri dengan kasar. Tanpa menunggu tanggapan darinya Anna pun kembali berjalan meninggalkannya dan menuruni tangga, meski saat ini gemuruh di dadanya terasa sesak dan bergetar hebat, juga merasakan panas di sekitar wajahnya. Anna yakin saat ini wajahnya tengah memerah.

Sedangkan Darren? Lelaki itu hanya tersenyum sinis seraya memicingkan matanya melihat Anna yang berjalab menuruni tangga dengan langkah kasar dan terdengar beberapa umpatan.

Setelah tiba di ruang makan, mereka melewati sarapan pagi ini dengan hening karena hanya ada Anna dan Darren yang berada di dalam ruang makan itu, Sepanjang sarapan berlangsung hanya terdengar suara alat makan yang saling beradu tanpa perbincangan apapun.

Anna pun menghela napas panjang, meski ruang makan itu terlihat luas namun entah mengapa dia merasa pengap dan tidak bebas bergerak karena mungkin tempat itu masih asing baginya.

"Kendalikan dirimu, Anna! Kau harus bersikap biasa dan jangan pernah memperlihatkan kelemahanmu pada musuh yang duduk di hadapanmu, seperti tadi," titahnya pada diri sendiri.

"Makanlah dengan tenang, tidak akan ada yang menyerang atau meracunimu karena rumahku aman," ucap Darren tiba-tiba.

Anna hanya mendengkus tanpa menanggapi ocehannya, lalu kembali menyantap makanannya karena sebelumnya dia hanya mengaduk-aduk makanan itu tanpa memakannya.

"Ck! Menyebalkan!" umpat Anna berusaha menguasai diri dan kembali menyantap makanan sampai habis.

"Sebelum kau pergi, tolong tinggalkan kunci mobil untukku, aku ada urusan," ujarnya  tanpa basa-basi.

Darren tampak terkejut dan menaikkan kedua alisnya, "Mobil? Memangnya kamu mau kemana? Harusnya kau tidak memerlukan itu. Kau cukup diam saja di rumah."

"Bukan urusanmu," jawab Anna singkat tanpa memandang ke arah lawan bicaranya.

Darren pun terdiam dan menatap Anna dengan heran seolah memikirkan sesuatu dengan pikirannya. Lalu pada detik berikutnya lelaki itu menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak, kamu tidak boleh pergi kemana-mana tanpa seizinku atau tanpa ditemani olehku," jelasnya.

Anna tentu terkejut dengan perkataan Darren yang seolah benar-benar ingin mengekang dirinya. Bahkan saat hendak menanggapinya, Darren terlebih dulu menimpalinya.

"Kebetulan ada yang ingin kuperkenalkan padamu," ucapnya lagi lalu menoleh ke arah pintu, "Bawa dia kemari!"

"Ah! B-baik, Tuan!" sahut seseorang dari balik pintu.

Tak lama kemudian muncullah sosok pria berpostur tubuh tinggi dan mengenakan setelan rapi memasuki ruang makan. Dia membungkukkan tubuh memberi hormat pada dua orang yang duduk di meja makan.

"Dia Jason, dia akan menemani dan menjagamu selama di rumah. Kalau kau benar-benar ingin berjalan-jalan bawalah dia, aku yakin dia akan berguna untukmu," ungkap Darren dengan begitu santai.

"Apa!?"

Kekesalan Anna kembali mencuat setelah mendengar tindakkannya yang semena-mena terhadapnya, namun detik berikutnya raut wajah Anna berubah muram dengan kerutan di kening yang menandakan rasa heran.

"Menjagaku katanya? Ck! Bilang saja kalau kamu memakai dia untuk mengawasiku," batin Anna menduga-duga. "Aku masih ingat bagaimana perilaku kasarnya semalam terhadapku. Tapi sekarang? Dia bersikap seolah mengkhawatirkanku. Tch! Menjijikkan!"

"Aku tidak mau! Aku bukan anak kecil dan bukan pula putri rapunzel yang terkurung di Menara," tolak Anna dengan tegas.

Akan tetapi Darren sama sekali tidak mendengarkan penolakkan itu dan malah bangkit dari kursi setelah menghabiskan sarapannya.

"Disini aku tuan rumahnya, jadi turuti saja dan jangan banyak protes. Aku masih banyak urusan di Kantor dari pada harus mendengar ocehanmu," tukasnya lalu beranjak pergi.

Melihat sikapnya yang seperti itu tentu membuat Anna gusar, tetapi dia tidak sempat menahan kepergian suaminya karena pria itu lebih dulu berkata pada Jason.

"Jaga dan awasi wanita itu, kalau ada apa-apa segera hubungi aku," titahnya.

Jason pun mengangguk paham, "Baik, Tuan. Saya akan menjaga istri anda dengan baik."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Wasiat Ayah   22. Hari tanpa Darren

    Hari-hari Anna tanpa Darren berjalan seperti yang ia bayangkan. Ia menikmati kebebasan yang baru, menjalani setiap momen tanpa perlu merasa terkekang. Tidak ada lagi Darren yang menegurnya karena pulang larut, tidak ada lagi perdebatan panjang tentang siapa yang ditemuinya, atau mengapa ia mengenakan pakaian tertentu. Anna merasa ringan, seperti beban yang selama ini menahannya telah terangkat.Seperti saat ini, wanita itu telah siap dengan pakaian ternyamannya dan menuruni tangga menuju ruang makan."Selamat pagi, Nyonya. Anda terlihat bersemangat sekali," sapa bu Ratna.Dengan mengembangkan senyumnya, Anna menjawab. "Apakah jelas terlihat? Aku hanya merasa kembali seperti dulu, menikmati waktu-waktu kesendirianku."Bu Ratna pun mengangguk pelan. "Saya turut senang melihatnya."Anna lalu memulai sarapannya dengan lahap, dengan asyik memainkan tab di sampingnya melihat beberapa tempat menyenangkan yang hendak ia kunjungi."Sepertinya tempat ini menyenangkan," gumamnya membayangkan. "

  • Jodoh Wasiat Ayah   21. Aku bebas!

    "Nyonya??"Terdengar suara Jason dari balik pintu berusaha membangunkan Anna sembari mengetuk pintu beberapa kali. Anna lalu mengerjap-ngerjapkan matanya, tubuhnya menggeliat di atas kasur besar."Ya, ya ... aku sudah bangun.""Baiklah. Sarapan juga sudah siap, sebentar lagi bu Lasmi juga izin masuk ke dalam untuk membersihkan kamar Nyonya."Anna lalu berdecih. "Ya, ya, ya ... aku mengerti.""Baiklah, saya pamit menunggu di bawah, Nyonya."Anna hanua berdeham, mengiyakan pernyataan Jason.Suasana pun hening mendandakan bahwa Jason sudah tidak ada di balik pintu itu lagi. Sedangkan Anna tidak langsung bangkit dari tempat tidurnya. Begitu Anna tersadar dari tidurnya yang tak nyenyak, hal pertama yang terlintas di benaknya adalah sosok Darren yang tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Rasa marahnya masih tersisa, tetapi rasa penasaran yang lebih besar mendorongnya untuk segera mencari tahu lebih banyak. Ia berjalan cepat ke arah pintu, keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju ruang depan

  • Jodoh Wasiat Ayah   20. Hari tanpa Darren

    "Dia belum turun? Tumben sekali," gumam Anna, sembari mengunyah sarapannya.Wanita itu seketika menyapukan pandangannya ke seluruh ruang makan bahkan sesekali melirik ke arah pintu masuk ruang makan tersebut. Namun, ia tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Darren."Apa dia berangkat pagi-pagi sekali?" terkanya lagi, kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, "kalau benar, aku tidak peduli."Ya, Anna akhirnya tidak terlalu mempedulikan keberadaan suaminya. Ia malah segera menyelesaikan sarapannya dan bergegas pergi bersama Jason karena hari ini ia akan mendatangi makam mendiang kedua orang tuanya. Di dalam mobil, Anna melihat ke arah luar jendela, entah mengapa perasaannya sedikit tak menentu. Ia pun melihat ke arah Jason yang tengah fokus di balik kemudinya."Jason?""Ya, Nyonya?" sahut Jason, sekilas melirik majikannya melalui kaca spion tengah."Kau tahu kemana Darren? Aku belum melihatnya pagi ini, apakah dia berangkat sejak pagi buta?" tanya Anna, tanpa sadar memberondingi Jas

  • Jodoh Wasiat Ayah   19. Jagalah dirimu, kumohon!

    "Ah! T-tidak apa-apa, Nyonga." Jason berusaha menutupi raut wajahnya setelah berbincang dengan Darren, "apakah anda sudah siap?"Anna mengangguk pelan, meski masih merasa penasaran dengan apa yang terjadi pada Jason.Ya, setiap pagi, Jason sudah menunggu Anna di depan pintu, siap mengantarnya ke berbagai tempat. Bagi Anna, kehadiran Jason adalah semacam pelarian, seseorang yang bisa ia ajak bicara tanpa perlu merasakan tekanan atau pengawasan yang selalu ia rasakan dari Darren. Meski Jason tetap menjaga profesionalisme sebagai pengawal, Anna mulai merasa lebih nyaman bersamanya, dan bahkan mulai menyadari betapa pentingnya Jason dalam rutinitas barunya."Jason, apakah Darren tidak bicara apapun padamu?" tanya Anna, setelah berada di dalam mobil.Ia masih merasa penasaran dengan sikap Jason yang tiba-tiba terlihat canggung bahkan cenderung tertekan. Walaupun Anna sudah menahan dan berusaha untuk tidak membahasnya, tetapi sikap Jason terlalu kentara untuk dilewatkan.Jason sejak tadi me

  • Jodoh Wasiat Ayah   18. Kau kupecat!

    "Aku pergi dulu," ucap Darren, pamit setelah selesai menyantap sarapannya.Anna hanya diam tanpa menanggapi, lalu melihat sekilas kepergian suaminya yang langsung menghilang dari balik pintu.Betapa tidak? Setelah malam perdebatan keduanya malam itu, suasana di rumah tampak berbeda dari biasanya. Ada ketegangan yang terasa di antara mereka, seakan keduanya berada dalam dunia masing-masing tanpa saling menyapa. Darren yang akhir-akhir ini menghabiskan waktu di ruang kerjanya, sibuk dengan tumpukan dokumen dan menerima panggilan telepon, seolah-olah tidak ada waktu atau perhatian yang tersisa untuk Anna. Sebaliknya, Anna sibuk dengan kegiatannya sendiri, menghabiskan waktu di luar rumah, sering kali ditemani oleh Jason, pengawal yang kini lebih banyak mengisi kekosongan di hidupnya daripada suaminya sendiri.Sedangkan di luar rumah, begitu Darren muncul dari balik pintu dengan memasang wajah dinginnya, Rhodes dan Jason yang tengah asyik berbincang sambil duduk pun segera bangkit dan men

  • Jodoh Wasiat Ayah   17. Pesta selesai, Tuan Putri!

    "Pesta sudah selesai, Tuan Putri." Darren berdiri dengan tatapan tegas di hadapan Anna."K-kau??" Anna terkejut bukan main seraya mengemhentikan gerakkan badannya yang sebelumnya meliuk-liuk menikmati musik.Suasana di sekeliling mereka mulai berubah tegang. Anna yang tadinya tersenyum dan menikmati waktunya, mendadak merasa terganggu oleh kehadiran suaminya yang tiba-tiba muncul di klub malam ini tanpa peringatan. Tatapan Darren tak lepas darinya, sorot matanya penuh dengan ketidaksetujuan yang tak tertutupi. Ia bahkan tak perlu bicara banyak, satu pandangannya saja cukup untuk menyingkirkan pria-pria yang mengelilingi Anna, membuat mereka pergi dengan wajah ragu-ragu."Kita pulang sekarang," ujar Darren, suaranya terdengar tegas tetapi rendah, lebih seperti perintah daripada ajakan.Anna yang sudah setengah mabuk dan dikuasai suasana malam yang menyenangkan, menatap Darren dengan wajah kesal dan menolak mentah-mentah. "Tidak. Aku belum ingin pulang. Aku sedang bersenang-senang, tol

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status