Share

Jodoh Wasiat Ibu
Jodoh Wasiat Ibu
Penulis: EL Dziken

Bab 1. Perjodohan

"Dengar ya, jangan membantah. Ini sudah keputusan dari Papa dan keluarga Andira. Karena amanat dari Mamamu dan ibu Andira."

"Pah, apa bisa ditunda dulu, kami berteman sejak kecil tapi tak berarti juga harus bersatu dalam pernikahan kan, Pah."

"Sudah Papa, bilang ini amanat dari Mama kamu. Saatnya pun tiba, kau sudah mapan dan umurmu pun sudah cukup, begitu juga Andira. Mau apa lagi."

"Pah —"

"Sudahlah, semua sudah dipersiapkan, jangan membuat Papa kecewa padamu Sean. Malam ini kita akan melamar Andira. Keluarga Andira pun sudah setuju atas perjodohan ini. Paham!"

Sean terdiam. Dira. Kenapa juga kau menerimanya sih? Bisik dalam hatinya kesal.

Akhirnya malam ini keluarga Panji Atmojo, Sebagai Papa Sean Pramuji akan melamar Andira Septarini. Semua persiapan sudah selesai. Rombongan hanya berjalan beriringan ke rumah Andira yang berbeda hanya beberapa Gang.

Sesuai adat walaupun hanya acara lamaran, langkah rombongan di iringi tabuhan rebana.

Tiba, juga akhirnya di rumah calon menantu. Terlihat rumah Andira penuh dengan hiasan dan terpampang nama Dira dan Sean.

Sean, hanya mengembuskan napasnya pelan, saat membaca sekilas namanya berdampingan dengan nama Dira. Tampak Dira dalam balutan kebaya warna marun. Sean tak ambil pusing, matanya tak mau menatap Andira. Untuk meliriknya pun enggan. Dira paham atas perlakuan Sean. Dirinya sudah hapal benar dengan perubahan dari wajah sahabat kecilnya tersebut, sehingga Dira hanya bisa menundukkan kepalanya saja, mengikuti alurnya Sean. Dalam hatinya yang paling dalam, dirinya pun tak mau menerima perjodohan ini, karena ada amanat dari ibunya. Memang harus mau dan menerima semua takdir yang sudah digariskan padanya.

Semua prosesi lamaran sudah berjalan dengan lancar. Kini Sean harus menyematkan cincinnya ke jari manis Dira.

"Ayo, jangan malu-malu, waktu kecil aja gandeng-gandengan kok, eh ternyata memang jodoh ya."

"Iya, cepetan Dira, itu Sean sudah menunggu jarimu itu loh."

Suara-suara dari saudara dan tetangga bersahutan.

"Ayo, jangan kelamaan nih, aku mau foto in kalian."

Suara riuh tawa pun bergema dalam ruangan. Papa Sean dan Ayah Dira tertawa bahagia.

Sean melirik Dira. Ekor matanya menatap wajah sahabatnya. Entahlah apa yang dia rasakan batin Sean.

Dirapun menyodorkan tangannya, kemudian disambut Sean untuk menyematkan sebuah cincin pengikat tanda Dira sudah dilamar. Tepuk tangan mereka pun mengiringi senyum yang menghiasi bibir Dira dan Sean. Namun, hanya mereka saja yang tahu arti senyum mereka.

"Akhirnya amanah dari ibu mereka sudah kesampaian. Mereka sudah tenang. Al fatehah." ucap sesepuh yang di tunjuk dari keluarga Dira. Serempak semua pun membaca surat Al fatehah.

"Terima kasih Pak Panji. Atas kesediaan perhelatan ini."

"Sama-sama Pak. Kini kita tinggal menunggu hari bahagianya. Nanti waktunya kita pikirkan kembali, Betul begitu Pak?"

Tawa mereka pun mengiringi kebahagiaan semu antara Dira dan Sean.

Keluarga Sean sudah kembali ke rumah. Ada setangkup kebahagiaan terpancar dari wajah Papa Sean.

“Maaf, Pah, Sean ke kamar dulu.”

“Iya, istirahatlah. Sean, terima kasih. “

“Iya, Pah.” Sean pun melangkah meninggalkan Papanya dan menuju kamarnya. Tak lama dirinya menelepon seseorang.

“Sonia.” Selanjutnya wajah Sean begitu ceria.

Sementara itu, di dalam kamar terdengar Isak tangis tertahan dari sosok wanita cantik, Entah apa yang ditangisi. Penyesalan atau suatu keberuntungan. Andira. Merasa malu di depan Sean. Karena dirinya menerima perjodohan ini.

Andira Saptarini, wanita berumur 25 tahun, masih terus terisak dalam kesedihannya. Pasalnya, saat ini cita-cita sebagai seorang guru sudah dijalaninya sejak wisuda dua tahun yang lalu. Dirinya sedang asyik menikmati jernih payahnya saat ini.

kini harus, ditinggalkannya, hanya karena perjodohan yang sudah diamanah kan padanya. Batinnya teriris. bulir air matanya luruh seketika.

Lirih dalam bibirnya berucap, "Maafkan aku, Rendi. Hal ini di luar kuasaku."

****

Pagi kembali hadir. Dira melakukan kegiatan seperti biasanya. Di tengah perjalanan, di lihatnya sosok yang dihapalnya. bertubuh tinggi, kekar, dan tampan, siapa lagi kalau bukan Sean.

Dira menghentikan laju motornya ke pinggir jalan. Sean mendekat. "Temani aku sarapan." Katanya pelan.

"Aku sudah sarapan. " jawab Dira.

"Aku , belum. " Tanpa dikomando, Sean mengambil alih kemudi motor Dira.

Mereka pun berboncengan menuju sebuah warung makan.

Sean nampak menikmati sarapan pagi khas kota Malang.

"Dira, apa alasanmu, menerima perjodohan ini?"

"Sean, maafkan aku , aku hanya ikuti amanah ibu dulu , juga Mama kamu kan? aku tidak tahu harus bagaimana, tahu sendiri bagaiman Ayahku."

"Hem, aku bukannya menolak , aku —"

"Ah, kau ini dari dulu nggak punya pendirian., jangan hanya menyalahkan aku saja. lalu apa alasan kamu menerima perjodohan ini?" dira balik bertanya.

"Jangan memutar pembicaraan Dira ...."

"Aku serius tanya padamu." Ditatapnya Sean tajam.

Sean terdiam, "Baik, kita buat perjanjian pra nikah, oke kita menikah, kau, aku bawa ke Batam. tapi —"

"Tapi apa?"

"Kita —apa yah namanya. " Sean termangu sendiri dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Apa maksudmu? kita ada batasannya kan? janji kau tak menyentuhku? "

"Dira ..."

"Aku tahu kamu, Sean. Kau pasti punya pacar di Batam kan? tapi, Papamu nggak tahu hal ini."

"Dira —" Sean serba salah, pasalnya memang dirinya mempunyai hubungan khusus dengan Sonia, tapi hatinya belum terpaut padanya. justru pada Dira lah, dulu Sean pernah jatuh cinta.

Dira tampak cemberut , walaupun kini dirinya lah yang berhak berdampingan dengan Sean, Pasalnya Sean sudah melamarnya. mereka sama-sama terdiam.

Dira memandang Sean , begitu juga sebaliknya. Mereka malu sendiri, dan menundukkan kepala.

Sebenarnya ada desir halus di antara mereka. Tapi tak ada yang saling mengakuinya.

"Sudah Terlambat aku kerja, Aku berang —"

"Tunggu, terus aku pulangnya gimana?"

"Lah, salahnya sendiri, aku antar —"

"Nggak, aku antar kamu kerja, motor aku bawa, pulangnya aku jemput kamu. "

"Sean, nggak gini juga kali ."

"Nurut nggak."

"Ih, belum aja nikah, udah protektif gini.' Dira cemberut. Namun selalu saja menurut apa kata Sean. Walau dalam hatinya, dirinya bahagia..

Sean pun mengantar Dira hingga sampai sekolah di mana Dira mengajar.

***

Setelah sore ini, Sean mengantarkan Dira, dia langsung terbang ke Batam. Dira terdiam. Perbincangan dengan. Sean atas perjanjian pra nikahnya, membuat Dira gamang.

"Aku sebenarnya ada hati denganmu Sean, tapi ada daya, kau jauh di dalam jangkauan ku. apalah aku hanya —"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rudi Hendrik
Om Rudi hadir
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status