Home / Rumah Tangga / Jodoh Wasiat Ibu / Bab 1. Perjodohan

Share

Jodoh Wasiat Ibu
Jodoh Wasiat Ibu
Author: EL Dziken

Bab 1. Perjodohan

Author: EL Dziken
last update Last Updated: 2023-02-09 20:19:31

"Dengar ya, jangan membantah. Ini sudah keputusan dari Papa dan keluarga Andira. Karena amanat dari Mamamu dan ibu Andira."

"Pah, apa bisa ditunda dulu, kami berteman sejak kecil tapi tak berarti juga harus bersatu dalam pernikahan kan, Pah."

"Sudah Papa, bilang ini amanat dari Mama kamu. Saatnya pun tiba, kau sudah mapan dan umurmu pun sudah cukup, begitu juga Andira. Mau apa lagi."

"Pah —"

"Sudahlah, semua sudah dipersiapkan, jangan membuat Papa kecewa padamu Sean. Malam ini kita akan melamar Andira. Keluarga Andira pun sudah setuju atas perjodohan ini. Paham!"

Sean terdiam. Dira. Kenapa juga kau menerimanya sih? Bisik dalam hatinya kesal.

Akhirnya malam ini keluarga Panji Atmojo, Sebagai Papa Sean Pramuji akan melamar Andira Septarini. Semua persiapan sudah selesai. Rombongan hanya berjalan beriringan ke rumah Andira yang berbeda hanya beberapa Gang.

Sesuai adat walaupun hanya acara lamaran, langkah rombongan di iringi tabuhan rebana.

Tiba, juga akhirnya di rumah calon menantu. Terlihat rumah Andira penuh dengan hiasan dan terpampang nama Dira dan Sean.

Sean, hanya mengembuskan napasnya pelan, saat membaca sekilas namanya berdampingan dengan nama Dira. Tampak Dira dalam balutan kebaya warna marun. Sean tak ambil pusing, matanya tak mau menatap Andira. Untuk meliriknya pun enggan. Dira paham atas perlakuan Sean. Dirinya sudah hapal benar dengan perubahan dari wajah sahabat kecilnya tersebut, sehingga Dira hanya bisa menundukkan kepalanya saja, mengikuti alurnya Sean. Dalam hatinya yang paling dalam, dirinya pun tak mau menerima perjodohan ini, karena ada amanat dari ibunya. Memang harus mau dan menerima semua takdir yang sudah digariskan padanya.

Semua prosesi lamaran sudah berjalan dengan lancar. Kini Sean harus menyematkan cincinnya ke jari manis Dira.

"Ayo, jangan malu-malu, waktu kecil aja gandeng-gandengan kok, eh ternyata memang jodoh ya."

"Iya, cepetan Dira, itu Sean sudah menunggu jarimu itu loh."

Suara-suara dari saudara dan tetangga bersahutan.

"Ayo, jangan kelamaan nih, aku mau foto in kalian."

Suara riuh tawa pun bergema dalam ruangan. Papa Sean dan Ayah Dira tertawa bahagia.

Sean melirik Dira. Ekor matanya menatap wajah sahabatnya. Entahlah apa yang dia rasakan batin Sean.

Dirapun menyodorkan tangannya, kemudian disambut Sean untuk menyematkan sebuah cincin pengikat tanda Dira sudah dilamar. Tepuk tangan mereka pun mengiringi senyum yang menghiasi bibir Dira dan Sean. Namun, hanya mereka saja yang tahu arti senyum mereka.

"Akhirnya amanah dari ibu mereka sudah kesampaian. Mereka sudah tenang. Al fatehah." ucap sesepuh yang di tunjuk dari keluarga Dira. Serempak semua pun membaca surat Al fatehah.

"Terima kasih Pak Panji. Atas kesediaan perhelatan ini."

"Sama-sama Pak. Kini kita tinggal menunggu hari bahagianya. Nanti waktunya kita pikirkan kembali, Betul begitu Pak?"

Tawa mereka pun mengiringi kebahagiaan semu antara Dira dan Sean.

Keluarga Sean sudah kembali ke rumah. Ada setangkup kebahagiaan terpancar dari wajah Papa Sean.

“Maaf, Pah, Sean ke kamar dulu.”

“Iya, istirahatlah. Sean, terima kasih. “

“Iya, Pah.” Sean pun melangkah meninggalkan Papanya dan menuju kamarnya. Tak lama dirinya menelepon seseorang.

“Sonia.” Selanjutnya wajah Sean begitu ceria.

Sementara itu, di dalam kamar terdengar Isak tangis tertahan dari sosok wanita cantik, Entah apa yang ditangisi. Penyesalan atau suatu keberuntungan. Andira. Merasa malu di depan Sean. Karena dirinya menerima perjodohan ini.

Andira Saptarini, wanita berumur 25 tahun, masih terus terisak dalam kesedihannya. Pasalnya, saat ini cita-cita sebagai seorang guru sudah dijalaninya sejak wisuda dua tahun yang lalu. Dirinya sedang asyik menikmati jernih payahnya saat ini.

kini harus, ditinggalkannya, hanya karena perjodohan yang sudah diamanah kan padanya. Batinnya teriris. bulir air matanya luruh seketika.

Lirih dalam bibirnya berucap, "Maafkan aku, Rendi. Hal ini di luar kuasaku."

****

Pagi kembali hadir. Dira melakukan kegiatan seperti biasanya. Di tengah perjalanan, di lihatnya sosok yang dihapalnya. bertubuh tinggi, kekar, dan tampan, siapa lagi kalau bukan Sean.

Dira menghentikan laju motornya ke pinggir jalan. Sean mendekat. "Temani aku sarapan." Katanya pelan.

"Aku sudah sarapan. " jawab Dira.

"Aku , belum. " Tanpa dikomando, Sean mengambil alih kemudi motor Dira.

Mereka pun berboncengan menuju sebuah warung makan.

Sean nampak menikmati sarapan pagi khas kota Malang.

"Dira, apa alasanmu, menerima perjodohan ini?"

"Sean, maafkan aku , aku hanya ikuti amanah ibu dulu , juga Mama kamu kan? aku tidak tahu harus bagaimana, tahu sendiri bagaiman Ayahku."

"Hem, aku bukannya menolak , aku —"

"Ah, kau ini dari dulu nggak punya pendirian., jangan hanya menyalahkan aku saja. lalu apa alasan kamu menerima perjodohan ini?" dira balik bertanya.

"Jangan memutar pembicaraan Dira ...."

"Aku serius tanya padamu." Ditatapnya Sean tajam.

Sean terdiam, "Baik, kita buat perjanjian pra nikah, oke kita menikah, kau, aku bawa ke Batam. tapi —"

"Tapi apa?"

"Kita —apa yah namanya. " Sean termangu sendiri dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.

"Apa maksudmu? kita ada batasannya kan? janji kau tak menyentuhku? "

"Dira ..."

"Aku tahu kamu, Sean. Kau pasti punya pacar di Batam kan? tapi, Papamu nggak tahu hal ini."

"Dira —" Sean serba salah, pasalnya memang dirinya mempunyai hubungan khusus dengan Sonia, tapi hatinya belum terpaut padanya. justru pada Dira lah, dulu Sean pernah jatuh cinta.

Dira tampak cemberut , walaupun kini dirinya lah yang berhak berdampingan dengan Sean, Pasalnya Sean sudah melamarnya. mereka sama-sama terdiam.

Dira memandang Sean , begitu juga sebaliknya. Mereka malu sendiri, dan menundukkan kepala.

Sebenarnya ada desir halus di antara mereka. Tapi tak ada yang saling mengakuinya.

"Sudah Terlambat aku kerja, Aku berang —"

"Tunggu, terus aku pulangnya gimana?"

"Lah, salahnya sendiri, aku antar —"

"Nggak, aku antar kamu kerja, motor aku bawa, pulangnya aku jemput kamu. "

"Sean, nggak gini juga kali ."

"Nurut nggak."

"Ih, belum aja nikah, udah protektif gini.' Dira cemberut. Namun selalu saja menurut apa kata Sean. Walau dalam hatinya, dirinya bahagia..

Sean pun mengantar Dira hingga sampai sekolah di mana Dira mengajar.

***

Setelah sore ini, Sean mengantarkan Dira, dia langsung terbang ke Batam. Dira terdiam. Perbincangan dengan. Sean atas perjanjian pra nikahnya, membuat Dira gamang.

"Aku sebenarnya ada hati denganmu Sean, tapi ada daya, kau jauh di dalam jangkauan ku. apalah aku hanya —"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rudi Hendrik
Om Rudi hadir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 56. Kritis

    Sean berlari di samping ranjang beroda milik sebuah Rumah sakit. Nampak, Dira terbaring, wajahnya pucat pasi. bibirnya membiru. Matanya terpejam rapat. Bila Aisyah tak menangis, mungkin Sean tak tahu, kalau Dira sudah pingsan di sudut nakas."Lebih baik, Bapak tunggu di sini, Pak. Silakan daftar pasien dahulu, percayalah, kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien." ucap salah satu perawat yang mendorong, hingga ke ruangan gawat darurat.Dari jauh, Ilham dan Dewi berlari mengejar Sean."Pak, bagaimana Kak Dira?""Mereka sedang menanganinya," jawab Sean dalam kecemasan, "aku belum daftar pasien." sambungnya pada Ilham."Biar aku saja, Pak. " Dewi segera pergi ke bagian pendaftaran pasien.Sean terduduk, napasnya masih memburu. Dengan ditemani Ilham. Mereka menunggu kabar tentang Dira.Sepuluh menit kemudian, Dewi sudah datang kembali,. dengan membawa minuman, lalu menyerahkan pada Sean."Minumlah dulu, Pak. Tenangkan hati, Pak Sean.""Betul, Pak " Ilham pun menyerahkan minuman pada Se

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 55. Bimbang

    "Boleh aku gabung dengan kalian?" tanya Dira, masih berdiri di depan Dewi.Segera wanita tomboy itu berdiri, dan memberikan kursi padanya. Dewi segera mengambil kursi yang lain, dan menjejeri kursi tadi."Bu Dira? apa yang dilakukan di sini?" tanya Ilham masih dalam kebingungan. Pasalnya Dira yang selama ada di Malang yang dia tahu selalu diam di rumah."Kalian ini kenapa sih? kok kaya lihat hantu saja. " Dira duduk pada kursi yang diberikan Dewi."Kak ..."Dira tersenyum pada mereka. " Mas Sean lagi ada di rumah sakit, menemani Tiara dan Papa yang sedang cek up."Ilham dan Dewi masih, terdiam sambil menatap Dira."Kalian ini? Mas Sean kesini pakai motor, aku bonceng saja. Nggak enak aku ikutan ke rumah sakit. biar Tiara saja yang mengantar Papa, toh, memang sudah terbiasa dengan Tiara 'kan?" jadi aku ... dan akhirnya, aku bisa menemukan kalian. tadinya aku ingin minum espresso dan sepiring roti." "Aku pesankan, Kak." Dewi segera bangkit dari duduknya dan menuju tempat pemesanan.Dir

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 54. Keajaiban Sang Pencipta

    Pagi ini, sinar matahari menyeruak dari sela dedaunan. Riaknya membuat bayangan pada lantai trotoar, hingga bayangan itu membuat bias cahaya.Seorang anak kecil, berlari bebas. Mendekati seseorang, berkerudung lebar dan bercadar."Subhanallah .... jangan berlarian, nanti kau jatuh!" teriak wanita itu, sambil mengejarnya. Bajunya melambai. warna hitam yang pekat. Di belakangnya, seorang lelaki berjenggot tebal, mengikutinya sambil menggendong seorang anak kecil sekitar berumur Lima tahunan."Umi, jangan berlari, nanti kau jatuh!" Seru lelaki tersebut pada wanita yang dipanggilnya Umi.Akhirnya gadis kecil yang berlari itu, sudah digandeng oleh wanita bercadar tersebut.Mereka adalah keluarga Gibran.Lelaki yang dulu pernah menjadi orang yang paling dekat dengan Sonia atau Miss Lola. Istri dari lelaki tersebut adalah adik kandung dari Dewi. Mereka dulu pernah berseteru dalam keluarga. Anak yang sudah dalam genggaman wanita itu adalah anak yang dulu pernah diiadopsi oleh Sonia. Tapi, k

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 53. Clear

    "Mas, foto siapa ini?" tanya Dira pada suaminya, setelah dirinya naik lagi ke dalam truk.Sean memandang foto tersebut, dan mengerutkan dahinya."Foto, kekasih Firman, mungkin. kemarin firman yang bawa truk ini." "Oh, kupikir ...""Janganlah, berpikir yang aneh-aneh sayang, aku tak akan melakukan hal tersebut. Percayalah," ucap Sean menyakinkan istrinya.Dira, hanya tersenyum, lalu memandang Sean."Mas, tak bosen dengan aku?""Tidak, justru senyummu itu yang aku rindukan.""Tak inginkah Mas ... bercumbu?""Oh, pasti itu ada, tapi aku lebih suka mencumbui istriku, aku tipe setia, dulu sudah puas olehku berbuat don juan.""Benarkah?""Dengarlah Dira, saat ini yang aku impikan adalah membuatmu sehat, punya rumah, punya usaha, tinggal melihat anak-anak tumbuh dalam kebajikan. Kita menua bersama."Dira tersenyum dan menitikkan air matanya, segera diraihnya tangan suaminya, dikecupnya berulang kali punggung tangannya.Sean mengerti kesedihan Diri. diraihnya tubuh kurus itu, dan dipeluknya

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 52. Penganggu

    "HAI! LEPASKAN ADIKKU!" teriak keras dari Dewi. Wanita gesit itu langsung berlari mendekati Tiara. Murni pun tergopoh-gopoh seraya membawa pentungan golf milik Papa Panji.Dua lelaki yang menarik tangan Tiara langsung melepaskan tangan Tiara. Mereka langsung berlari meninggalkan tempat tersebut."Kurang ajar! Wei! jangan lari." Murni sudah mengangkat tinggi-tinggi tongkat tersebut.Dewi, menatap tajam dua lelaki tanggung tersebut yang langsung hengkang dengan sepeda motornya. Namun, Dewi mengingat nomor plat itu dengan baik dalam ingatnya.Tiara , bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kau kenal mereka, Tiara?""Iya kak, salah satunya adalah Wawan, dia yang terus mengejarku, aku sudah menolaknya, tapi dia masih main paksa saja. Siapa yang mau pacaran sama preman, kak," jelas Tiara."Oh, naksir sama Non Tiara, ya? tapi preman? jangan Non! enak aja, gadis cantik dan shaleh gini, sama preman." Murni sudah mencicit sebal pada lelaki yang belum dikenalnya."Sudahlah, Mbak, Nggak usah k

  • Jodoh Wasiat Ibu   Bab 51. Terjerat

    "Hai, kurang ajar!" Sonia berteriak, karena rambutnya ditarik dengan keras oleh Murni, Sonia tak tinggal diam, dia membalas tindakan Murni yang tiba-tiba tersebut. Wanita yang sudah dalam keadaan emosi itu menarik lengan Murni, dan membuatnya mengaduh karena kuku-kuku itu menghujam dalam lengannya.Murni menarik tangan Sonia membantingnya hingga tubuh wanita itu tersungkur keras ke lantai toko mainan siang itu.Banyak mata yang melihatnya, namun Murni tak pedulikan lagi, diinjaknya jari jemari Sonia. Otomatis dia berteriak sekencang-kencangnya, seraya menarik betis kaki Murni.Wanita setengah abad itu hampir tersungkur, tapi kakinya segera menahan tubuhnya agar tidak terjerembab. Sonia kaget, melihat kuku tangannya sudah patah, terlihat merah karena bekas injakan keras kaki Murni.Semua yang melihat, tak ada yang melerai. Tiara, segera menyingkir, dan memanggil satpam di depan toko.Terjadi pertengkaran lagi, kali ini lebih ekstrem, mereka sudah bergumul, saling tarik-menarik rambut,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status