Share

Bab 02

Author: Olivia Yoyet
last update Last Updated: 2025-08-26 09:26:14

02

"Bu, Ayah nggak bisa tidur kemaren," tutur Haikal sembari memandangi makam Isnindar. "Kangen, Bu," bisiknya. 

Haikal terdiam sejenak untuk menenangkan dirinya yang masih syok. Pria berambut cepak itu mengerjap-ngerjapkan matanya dengan cepat, supaya tidak mengeluarkan butiran air. 

"Dedek juga merengek terus. Dia belum paham kalau Ibu sudah nggak ada," cakap Haikal. "Abang dan Kakak juga masih sering nangis, sambil meluk daster Ibu," lanjutnya. 

Isakan dari belakang menyebabkan Haikal menoleh. Dia tertegun melihat Lula dan Namira, Adik Isnindar, tengah menangis sembari berpelukan. 

Seperti halnya Haikal dan anak-anaknya, kedua perempuan tersebut juga terpukul atas kepergian Isnindae. 

Kendatipun mereka tahu jika itulah takdir yang harus dijalani Isnindar, tetap saja Lula dan Namira sangat kehilangan Kakak tertua mereka. 

Kedua perempuan itu tinggal berdekatan dengan kediaman Haikal. Mereka turut mengasuh ketiga anak Haikal dan Isnindar, saat sang kakak tertua tengah menjalani perswatan di rumah sakit sejak beberapa bulan silam. 

Kanker kelenjar getah bening yang diderita Isnindar, ternyata sulit untuk disembuhkan. Selain karena kankernya sudah stadium lanjut, kondisi fisik Isnindar yang lemah juga menjadikan kemoterapi terhambat. 

Berbagai upaya telah dilakukan Haikal untuk menyelamatkan istrinya. Dimulai sejak setahun silam, saat Isnindar divonis mengidap kanker itu. 

Haikal sudah membawa istrinya berobat ke Singapura dan kondisi Isnindar sempat membaik, hingga diizinkan pulang ke Jakarta oleh tim dokter yang menanganinya. 

Akan tetapi, takdir berkata lain. Seminggu lalu, kondisi Isnindar tiba-tiba drop. Dia dilarikan ke rumah sakit dan sempat menjalani perawatan intensif selama 4 hari di ICU. Hingga mengembuskan napas terakhirnya 3 hari silam. 

Haikal dan keluarganya tengah mencoba untuk mengikhlaskan Isnindar. Mereka tahu, itulah yang terbaik, karena mereka juga tidak tega melihat Isnindar tersiksa terlalu lama. 

Detik berganti menjadi menit. Sinar matahari yang kian menyorot dan membuat udara cukup panas, membuat Haikal memutuskan untuk pergi. 

Pria berkaus putih itu berdiri. Dia memutar-mutar pergelangan kaki selama beberapa saat, kemudian dia mengajak yang lainnya untuk pergi. 

Tidak berselang lama kelompok kecil itu telah berada di mobil MPV hitam milik Haikal. Diaz Zidane, sang ajudan, mengemudikan kendaraan dengan kecepatan sedang. 

Pria muda berusia 23 tahun tersebut, juga ikut sedih atas kepergian Isnindae. Menjadi ajudan Haikal sejak setahun terakhir, membuat Diaz sangat dekat dengan Isnindar. 

"Bang, Kak May nanya, takziahnya dimulai jam berapa?" tanya Namira yang tengah berbalas pesan dengan direktur utama Pramudya Grup tersebut. 

"Ba'da Asar," jawab Haikal. 

Namira mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Mayuree, yang langsung membalasnya dengan cepat. "Kak May yang nyiapin kue. Lagi dipacking di toko Falea." 

Haikal mendengkus pelan. "Harusnya dia nggak usah turun tangan. Kita masih bisa nyiapin." 

"Abanglah yang ngajuin keberatan ke dia. Aku, sih, nggak berani," seloroh Namira.

"Aku juga ngeri. Bisa-bisa Madre Arjuna itu marah dan melototin aku terus," kelakar Lula. 

"May sebetulnya baik. Dia marah cuma kalau lagi kesal ke si bule," cakap Haikal. 

"Padre usil, sih. Sudah tahu Madre cepat tersinggung, malah dikerjain terus," sela Diaz seraya tersenyum. 

"Begitulah. Dari pertama kenal Varo, dia tetap nggak berubah," ungkap Haikal sambil mengingat sosok junior kesayangannya tersebut. "Tapi, May justru kepincut gara-gara jahilnya itu. Ngeselin memang, tapi ngangenin," sambungnya. 

Perjalanan belasan menit itu pun usai. Mobil berhenti di depan pagar hitam. Keempat penumpangnya turun dan jalan menuju rumah. 

Haikal merunduk untuk mengambil Baadal yang lari menyambanginya. Haikal menggendong putra bungsunya, sembari jalan memasuki rumah. 

Haikal memberikan Baadal pada Lula. Kemudian dia menaiki tangga untuk menuju lantai dua. Haikal meneruskan langkah menyisuri koridor jingga tiba di kamar paling ujung. 

Pria bertopi bisbol putih, membuka pintu dan memasuki kamar tidur utama. Haikal menutup dan mengunci pintu, lalu memindai sekitar. 

Haikal seolah-olah masih melihat bayangan Isnindar yang tengah duduk di kursi balkon, yang merupakan tempat favorit istrinya tersebut. 

Haikal mengayunkan tungkai menuju balkon dan berhenti di dekat pintu kaca. Dia memandangi ayunan yang biasa ditempati Isnindar, sembari membaca buku. 

Tatapan Haikal beralih ke rak buku di dekat meja rias. Dia menyambangi tempat itu untuk memeriksa buku terakhir yang dibaca Isnindar. 

Haikal mengambil buku psikologi itu dan berpindah duduk ke tepi kasur. Dia membuka halaman yang ditandai dengan kertas pembatas beraroma wangi. 

Haikal tercenung saat melihat selembar kertas bertuliskan tangan Isnindar. Dia mengambil kertas itu dan membaca deretan kalimat yang ditulis rapi oleh istrinya. 

*Assalamualaikum, Ayah. Jika Ayah membaca surat ini, berarti Ibu sudah kembali pada Allah SWT. Ayah tidak perlu sedih, karena Ibu sudah tidak sakit lagi. Terima kasih atas 13 tahun pernikahan kita. Ibu sangat bahagia, Yah. Teramat sangat bahagia bersama Ayah.*

Haikal berhenti membaca, karena matanya mengabut. Dia mengusap mata dengan ujung jari, kemudian membalik kertas dan meneruskan membaca halaman kedua yang kalimatnya lebih panjang.

*Ibu minta maaf, jika selama menjadi istri Ayah, Ibu banyak kekurangan. Ibu yakin, Ayah pasti memaklumi itu, karena tahu jika Ibu bukan malaikat.*

*Maaf, Yah. Ibu harus pergi terlebih dahulu. Titip anak-anak dan rawatlah mereka semaksimal mungkin hingga dewasa, dan bisa lepas dari pengawasan Ayah.*

*Ayah ingat permintaan Ibu, kan? Tolong disegerakan, Yah. Jangan ditunda terlalu lama. Demi masa depan anak-anak dan juga Ayah. InsyaAllah Ibu ikhlas.*

*Selamat tinggal, Ayah. Hiduplah dengan lebih bahagia. Jaga kesehatan dan jangan sering bergadang, karena orang tua anak-anak tinggal Ayah.*

*Ibu sangat mencintai Ayah dan anak-anak kita. Semoga di akhirat nanti kita bisa bertemu dan berkumpul kembali. Sekeluarga. Aamin Yaa Rabbal Alaamin. Wassalamualaikum.*

Haikal meletakkan lembaran kertas itu ke paha kanan. Tatapannya mengabur, sebelum tangisannya pecah. Haikal berbaring miring ke kanan. Dia menarik guling untuk menutupi wajahnya. 

Diaz yang berada di depan pintu, membatalkan niatnya untuk mengetuk pintu. Lelaki muda berkaus biru itu, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. 

Diaz memutar badan, lalu jalan menjauh. Dia menuruni tangga, kemudian menyambangi komisaris 4 dan 6 PBK yang datang sejak beberapa saat lalu. 

"Komandan nangis lagi, Padre," tutur Diaz dengan suara pelan, supaya tidak terdengar yang lainnya. 

Alvaro melirik sahabatnya di samping kiri, kemudian dia mengangguk paham. "Oke, nggak apa-apa. Kami tunggu di teras," ungkapnya. 

"Mau minum kopi?" sela Sufyan. 

"Teh aja, Bang. Dari tadi aku ngopi terus," sahut Wirya Arudji Kartawinata, komisaris 6 PBK. 

Sufyan memesankan minuman ke istrinya, yang segera beranjak ke dapur. Sufyan mengajak kedua tamu menuju teras. Diaz menyusul bersama Fikram, Adik Isnindar, sekaligus Kakak Namira. 

Waktu bergulir dengan cepat. Haikal keluar dari kamarnya, beberapa saat seusai menunaikan salat Asar. Dia menuruni tangga dengan langkah gontai, hingga tiba di lantai bawah yang ramai orang. 

Haikal tertegun menyaksikan sekelompok orang asli luar negeri, yang tengah berkumpul di ruang tamu. Haikal mendatangi orang-orang tersebut dan mendekap mereka satu per satu. 

"Kapan kalian datang?" tanya Haikal, sembari duduk di dekat Hugo Elazar Baltissen, Adik Alvaro. 

"Tadi, jam 11. Sama pasukan Kuncoro," terang Hugo. Dia menyerahkan amplop kuning pada Haikal sembari berkata, "Ini titipan dari Paman Javier dan Paman Jose Luiz. Serta beberapa bos GWG rekanan kita." 

"Makasih banyak Hugo." 

"Sama-sama, Bang." 

"Ane kagak nyangka, ente bakal datang." 

Tiba-tiba tim PBK kompak berseru yang mengejutkan tamu lainnya. Haikal mengerutkan dahi menyaksikan para sahabatnya yang tengah melakukan toss. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
jadi mewek lagi baca surah dari teh iis
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
untung aja ada orang" PBK dan yang lain nya seenggaknya ngga galau terus ya Bang
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 105

    105Bulan demi bulan berganti. Sore itu Haikal tengah berada di rumah sakit milik Benigno dan teman-temannya. Lula telah selesai operasi caesar tadi pagi, dan sedang beristirahat di paviliun VVIP.Bayi kedua Lula ternyata berukuran besar, yakni 4,2 kilogram. Sebab panggul Lula sempit, tim dokter menyarankan untuk dilakukan operasi caesar, dan Haikal mematuhinya. Demi menjaga kenyamanan Lula, Haikal terpaksa melarang banyak sahabatnya untuk datang menjenguk. Hanya Hamid, keluarga Pramudya dan Baltissen, serta semua komisaris PB dan PBK, yang diizinkan datang. Yang lainnya baru diperbolehkan berkunjung, setelah Lula pulang ke rumah. Haikal mengamati Bariq yang tengah duduk di sofa, sambil memangku sang bayi jumbo. Sebab ukuran adiknya besar dan panjang, hanya Bariq yang sanggup menggendongnya, sedangkan Ghazwa tidak bisa. Baadal memandangi bayi berselimut biru yang telah berpindah ke gendongan Namira. Baadal tampak ragu-ragu sesaat, sebelum merunduk untuk mengecup dahi adiknya. Zefa

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 104

    104 Hari yang dinantikan Lula telah tiba. Dia berpamitan pada para tetangga yang ikut melepas kepindahan mereka, di depan rumah Haikal. Lula menaiki mobilnya sambil menggendong Zefa. Dia membiarkan sang suami yang tengah mengucapkan salam perpisahan, pada rumah yang telah menjadi saksi hidup Haikal selama belasan tahun. Selain Haikal, Bariq dan Ghazwa juga sempat termenung lama di ruang tengah. Mereka mengenang berbagai peristiwa yang dialami di tempat itu. Mulai dari saat mereka masih kecil, hingga tumbuh besar.Haikal menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia mengusap foto pernikahannya dengan Isnindar yang tergantung di ruang kerja. Pigura itu tidak dibawa pindah dan akan tetap berada di sana.Ruang kerja dan dua kamar utama di lantai 2, tidak akan digunakan sebagai mess. Hal itu sesuai dengan perjanjian Haikal dan Hisyam, sebelum penandatanganan nota penyewaan tempo hari. Semua perabot yang memiliki histori bersama Isnindar, dikumpulkan di kamar utama satu. H

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 103

    103Sepasang insan berdiri di depan bangunan dua lantai bercat hijau muda. Mereka terlihat senang, karena rumah baru itu sudah siap ditempati. Haikal mengajak Lula memasuki rumah. Mereka menemui Satrio yang sedang mengawasi para pekerja cleaning service, yang sedang berjibaku membersihkan setiap sudut ruangan. Lula berpindah ke ruang tengah. Dia mengamati satu dinding panjang yang akan dilukisnya bersama anak-anak. Lula sangat antusias mengerjakan proyek baru itu, yang menandakan kepemilikannya atas bangunan tersebut."Barang-barang mau masuk kapan, Bang?" tanya Satrio."Nanti sore," jawab Haikal. "Sebagian besar dari tokonya si bule. Karena yang dari rumah sana hanya dibawa sedikit," lanjutnya. "Rumah lama, siapa yang nyewa?" "Hisyam and the gank. Itu buat mess karyawan kantor mereka yang perempuan. Buat karyawan laki-laki, mereka nyewa rumah Lula." "Mereka niru 3 robot. Nyediain mess, untuk mengurangi beban pegawai." "Ya, dan itu ide yang bagus. Ane juga kepikiran buat bikin me

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 102

    102Giovanni memandangi perempuan berjilbab hitam, yang berada di seberang kaca. Giovanni mengambil gagang telepon dari meja, lalu dia memberi kode agar perempuan itu juga mengangkat gagang telepon di meja seberang. "Terima kasih sudah mau datang," ucap Giovanni. "Aku hanya memenuhi permintaan suamiku. Dia bilang, aku harus menemuimu dan melepaskan semua kemarahan padamu," jawab perempuan tersebut. "Aku terima kalau kamu mau marah. Dimaki pun, aku siap." "Aku sebetulnya pengen mukulin kamu. Tapi ada kaca ini, jadi nggak bisa." "Aku minta izin penjaga dulu. Supaya kamu bisa ke sini." Lula membeliakkan matanya. "Emang bisa?" "Bisa. Suamimu juga pernah menemuiku, dan kami ngobrol di ruang itu." Giovanni menunjuk pintu di sisi kiri. Kemudian dia meletakkan gagang telepon ke meja, lalu berdiri untuk menemui sang penjaga. Tidak berselang lama, Lula diizinkan mendekati pria berpakaian khas tahanan, yang menunggu di ruangan samping kanan. Rita turut masuk untuk mengawal sang nyonya. G

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 101

    101Waktu terus berjalan. Jumat malam, ballroom hotel J&A dipenuhi ribuan orang. Mereka yang merupakan seluruh pengawal PBK, beserta segenap komisaris dan banyak bos dari PG, PC, PCD, PCT serta PCE.Akhtar dan Hana menaiki tangga menuju tepi kanan panggung. Keduanya menempati area khusus MC, dan memulai acara dengan ucapan salam, yang dibalas hadirin dengan semangat. Akhtar dan Hana terlihat akrab serta bisa berkomunikasi dengan lancar. Keduanya berulang kali melemparkan candaan, yang memancing tawa penonton. Setelahnya, Akhtar mempersilakan kedua komisaris utama PB dan PBK untuk menaiki panggung. Sultan menyapa hadirin dengan kalimat salam, yang disambung Gustavo dengan salawat. Kedua pria tua itu memberikan pidato singkat. Mereka sangat bangga dengan hasil kerja seluruh petinggi PB dan PBK 2nd Generation. Selain itu, Sultan dan Gustavo juga menyampaikan kebanggaan mereka, akan keberhasilan seluruh tim luar negeri, yang turut mengharumkan nama kedua perusahaan itu di mancanegara.S

  • Jodoh Wasiat Istri    Bab 100

    100Jalinan detik bersatu menjadi menit, hingga menggulirkan jam yang menyebabkan hari berganti minggu, dan bulan bergeser dengan kecepatan maksimal. Pada penghujung minggu itu, kediaman Haikal didatangi banyak ibu-ibu sekitar kompleks, dan istri para sahabat Haikal. Teman-teman dan karyawan Lula di dua tokonya juga turut hadir, untuk melaksanakan acara empat bulanan. Lantunan ayat suci dibacakan Riani Silvia, anggota tim lapis 17. Gadis berjilbab putih itu merupakan salah satu qoriah andalan PB dan PBK, yang kerap mengisi acara serupa yang diadakan para istri bos.Setelahnya, Ghea menunaikan tugasnya sebagai saritilawah. Adik Gunandar tersebut telah resmi bergabung sebagai anggota pengawal angkatan terbaru. Ghea bertugas menjadi ajudan Winarti, yang turut menghadiri acara tersebut bersama Ira, Elis (Emak Yanuar), dan beberapa Ibu dari para sahabat Haikal di tim lapis satu. Seorang ustazah memberikan tausiah dengan santai. Istri Ustaz Sulaiman tersebut (guru spiritual tim PG), seka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status