Share

Jodoh dari Masa Lalu
Jodoh dari Masa Lalu
Author: Ana Merwin

Bab 1

Author: Ana Merwin
Bagas Adhitama selingkuh.

Lintang Handaru berdiri di luar ruang ganti toko gaun pengantin dan melihat calon suaminya berselingkuh dengan wanita lain.

"Bagas… gaun pengantin ini lebih cocok untukku atau tunanganmu?"

"Tentu saja untukmu. Aku hampir mati karenamu. Bukankah itu membuktikan betapa menawannya dirimu?"

Mendapat jawaban yang memuaskan, wanita itu tak kuasa menahan tawa manjanya.

"Aku ingin kamu mengingatku selamanya. Di hari pernikahanmu dan di hari jadi kalian, kamu harus selalu teringat hari ini dan teringat padaku."

Lintang langsung merasa putus asa saat mendengar bisikan-bisikan lembut tersebut.

Menjelang hari pernikahan, Bagas yang biasanya sangat peduli pada keluarganya, sering melakukan perjalanan dinas. Ternyata, dia memiliki wanita simpanan di luar sana.

Lintang menahan rasa mual di perutnya. Dia pun berbalik dan pergi, lalu masuk ke mobilnya.

Selama tujuh tahun bersama, mereka merintis usaha dari nol, bekerja keras bersama dan membangun "Lintama" hingga mencapai kesuksesan seperti sekarang.

Kakak perempuan Lintang pernah mengatakan jika Bagas bukanlah pria yang baik. Sampai sekarang, masih ada pesan dari kakaknya itu yang tersimpan di ponsel Lintang.

[Kami dari Keluarga Handaru, nggak akan menghadiri pernikahanmu dan Bagas. Jaga dirimu baik-baik.]

Lintang membuka ponselnya dengan mata memerah, lalu membalas pesan itu.

[Aku juga nggak akan melanjutkan pernikahan ini.]

Butuh waktu cukup lama sebelum orang di ujung telepon membalas pesan tersebut.

[Sebulan lagi, kembalilah ke ibu kota dan aku akan memercayaimu. Kalau nggak, hubungan persaudaraan kita putus.]

Lintang menjawab oke, sebelum menyimpan ponselnya.

Dia menyalakan mobil dan meninggalkan tempat itu. Di sisi lain, Bagas yang sedang merangkul wanita itu baru saja keluar dari toko gaun pengantin. Melihat pelat mobil yang familier, langkah Bagus pun langsung terhenti.

Saat Bagas masih ragu-ragu, mobil itu sudah melaju pergi.

Bagas menepis tangan wanita di lengannya, merapikan pakaiannya dan kembali menunjukkan sikapnya yang angkuh dan berwibawa.

"Akan kusuruh asistenku mengantarmu pulang."

Wanita di sampingnya menolaknya, "Nggak mau. Tadi kamu bilang mau menemaniku belanja."

Bagas mengangkat tangannya dan mengusap kepala wanita itu dengan sorot mata dingin, yang tidak memberi kesempatan untuk menolak, "Menurutlah."

Wanita itu tidak berani membantah lagi. Dia menarik tangannya dengan enggan dan pergi bersama asisten Bagas.

Setelah wanita itu pergi, Bagas berjalan ke mobilnya. Dari pantulan bodi mobil, Bagas sekilas melihat bayangan dirinya. Pada raut wajahnya, tidak terlihat sedikit pun jejak keserakahan, nafsu, atau alkohol.

Setibanya di rumah, Bagas melihat mobil Lintang di garasi. Wanita itu tengah duduk di kursi pengemudi, sambil melihat ponselnya.

"Kamu tadi keluar?" Begitu membuka pintu mobil, Bagas langsung melemparkan jas yang disampirkannya di lengan ke kursi penumpang di sebelah Lintang, lalu membungkuk untuk mendekatkan diri.

Dua kancing di kemeja hitamnya terbuka begitu saja, yang samar-samar memperlihatkan otot Bagas yang kekar dan terpahat dengan jelas.

Tidak ada jejak wanita lain di sana.

Melihat Lintang tidak mengatakan apa-apa, Bagas pun membungkukkan badan dan hendak menciumnya.

Lintang mematikan layar ponselnya dan mengangkat tangan untuk menahan Bagas. Nada bicaranya terdengar kurang ramah.

"Kamu takut aku keluar rumah?"

Pria itu terdiam sejenak. "Tentu saja nggak. Kamu boleh keluar kapan saja. Aku cuma khawatir kamu akan bosan kalau nggak ditemani."

Setelah berkata seperti itu, Bagas tersenyum, meraih pinggang Lintang dan membujuknya dengan suara lembut.

"Katakan pada suamimu ini, siapa yang membuat sayangku ini kesal?"

Lintang tidak menjawab. Dia hanya menatap wajah tampan Bagas yang menawan itu dengan tenang. Namun, sorot matanya sedingin es.

Bagas masih seperti dahulu. Dia selalu bisa merasakan perubahan suasana hati Lintang dalam sekejap, mencari tahu penyebabnya, menyelesaikannya dan memberikan dukungan emosional yang maksimal.

Lintang menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin lagi melihat Bagas. Suara Lintang terdengar dingin.

"Bagas, kulihat kamu cukup sibuk akhir-akhir ini. Kurasa pernikahan kita nggak perlu lagi dilangsungkan. Aku takut kamu nanti nggak sanggup membagi waktu."

Bagas merasa Lintang saat ini agak tidak tahu diri. Bagaimanapun, sekarang dia adalah orang yang terkenal.

"Coba ulangi sekali lagi." Suara Bagas terdengar agak marah.

Lintang menatap mata Bagas.

"Pernikahan kita nggak perlu dilanjutkan. Aku khawatir kamu terlalu sibuk dan nggak bisa membagi waktu."

Setelah Lintang berkata seperti itu dan hendak pergi, Bagas langsung menarik lengan Lintang dan mencengkeramnya. Kemarahan terlihat jelas di wajah Bagas.

"Kesibukanku ini semuanya demi perusahaan kita dan demi masa depan kita. Kamu mau anak kita memulai hidupnya dengan kekurangan?"

"Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis. Kamu bukan cuma nggak menunjukkan sedikit pun perhatian, malah ngambek dan bikin masalah tanpa alasan. Sejak kapan kamu jadi seperti ini?"

Lintang menatap Bagas dalam-dalam. Mendengarkan tuduhan yang tidak berdasar itu, Lintang hanya merasa semuanya sangat konyol.

Pria yang berdiri di depannya ini terasa begitu asing, sehingga seakan-akan Lintang tidak pernah mengenalnya.

Pria ini penuh dengan kebohongan, sama seperti kebanyakan pria. Bahkan, ketika sudah berselingkuh, dia masih menyalahkan orang lain atas semua kesalahannya.

Seolah-olah, pengkhianatannya adalah pilihan yang terpaksa. Seakan-akan, Lintang-lah yang menodongkan pisau ke leher Bagas dan memaksa Bagas untuk tidur dengan wanita lain.

Masih ada dua bulan sebelum hari pernikahan. Kakak Lintang memberi Lintang waktu satu bulan untuk menyelesaikan urusan di sini.

Satu bulan lagi, Lintang akan membuat Bagas benar-benar lenyap dari hidupnya.

Lintang langsung naik ke atas, masuk ke kamar dan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Bagas menyusul, memeluk Lintang dari belakang dan merendahkan diri.

"Semua ini salahku, Lintang. Belakangan ini aku terlalu sibuk sampai mengabaikan perasaanmu. Dalam beberapa hari ke depan, aku akan membatalkan semua urusan dan jamuan, lalu langsung pulang ke rumah untuk menemanimu, oke?"

Lintang mengangkat pandangannya, menatap pria yang sedang membujuknya dengan lembut lewat pantulan cermin. Senyuman sinis pun tersungging di bibirnya.

"Kenapa mesti repot-repot? Aku…"

Sebelum Lintang bisa menyelesaikan kata-katanya, ponsel Bagas tiba-tiba berdering. Nada deringnya adalah lagu cinta yang hangat dan ceria, yang belakangan ini sedang populer.

Sebelumnya, nada dering Bagas selalu musik bawaan ponsel yang kaku dan standar. Lintang teringat saat mereka masih dimabuk cinta, tepat ketika perusahaan mereka baru dirintis. Saat itu, Lintang ingin Bagas bersamanya mengganti nada dering dengan lagu cinta duet pria dan wanita. Namun, Bagas menolak dengan alasan harus sering bertemu klien, sehingga akan menimbulkan kesan yang kurang baik.

Ternyata bukan karena "menimbulkan kesan yang kurang baik", melainkan karena Bagas merasa tidak pantas untuk menggantinya hanya demi Lintang.

Bagas mengeluarkan ponselnya, sekilas melihat layar, lalu langsung menutup panggilan tersebut. "Telepon penipuan."

Lintang mengatupkan bibir tipisnya hingga membentuk garis lurus. Dia jelas-jelas melihat nama penelepon yang tertera adalah "Bunga Edelweiss". Lintang hanya menggumamkan, "Oh," tanpa berkata lebih lanjut.

Ponsel Bagas kembali berdering. Bagas kembali menutup panggilan itu. Namun, ponselnya terus berbunyi. Akhirnya, Bagas membalikkan badan dan mengangkat panggilan itu dengan membelakangi Lintang.

"Beberapa waktu ke depan akan ada beberapa proyek penting di perusahaan. Aku sangat sibuk, jadi kuharap kamu bisa lebih mengerti. Malam ini aku akan lembur di kantor. Besok pagi aku akan cepat pulang untuk menemanimu mencoba gaun pengantin. Kamu nggak perlu menungguku. Cepatlah tidur."

Lintang tidak menatapnya. Dia hanya melanjutkan menggosok giginya. Melalui cermin, Lintang melihat Bagas keluar dari kamar mandi dan membuka pintu untuk pergi.

Setelah Bagas pergi, Lintang mengeluarkan ponselnya dan mencari arti "Bunga Edelweiss" di internet.

Di antara banyaknya jawaban, ada satu penjelasan yang langsung menarik perhatian Lintang.

[Bunga Edelweiss memiliki makna cinta abadi.]

Lintang menahan rasa perih yang tiba-tiba menusuk di dadanya. Lalu, secara refleks, dia membuka aplikasi penjualan properti dan memasang iklan untuk menjual vila tempat tinggal mereka saat ini.

Sebulan lagi, Lintang akan kembali ke ibu kota. Aset tetap yang dimilikinya di Kota Yora tidak lagi memiliki arti apa pun bagi Lintang.

Segala hal yang ada di sini tidak ingin lagi dipertahankan Lintang, termasuk Bagas.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 100

    Lintang membalas:[Apakah aku puas atau nggak, itu nggak penting. Yang penting adalah apakah Pak Indra puas.]Orang itu tidak membalas.Pak Indra kemungkinan tidak puas. Bagaimanapun, putri tunggalnya sudah sangat menderita oleh kejadian ini selama tiga tahun terakhir.Gilang kemungkinan besar tidak akan bisa menghadiri pernikahan Bagas besok.Bagaimana kelanjutan malam ini, Lintang tidak ingin mengurusi, karena besok dia masih harus menghadapi pertarungan lain yang lebih berat.Setelah selesai mandi, Lintang berbaring di tempat tidur. Pikirannya kacau, tetapi kesadarannya sangat jernih.Hingga malam di luar jendela perlahan berubah menjadi abu-abu samar dan sampai penata rias datang mengetuk pintunya, Lintang sama sekali tidak merasa mengantuk.Bagas semalam mabuk. Pak Ardi mengaturnya untuk menginap di kamar lantai bawah.Bagas juga sudah dibangunkan oleh penata rias pagi-pagi sekali. Hal pertama yang dilakukan Bagas setelah terbangun adalah menelepon Lintang. Bagas menyadari jika ke

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 99

    Lintang mengakui jika memilih Bagas dan baru melihat sifat aslinya setelah tujuh tahun, adalah keputusan yang bodoh."Meski bodoh, itu tetap kebodohan yang berani! Lebih baik dari pada beberapa orang yang merangkak di sudut gelap, nggak berani menghadapi hati mereka sendiri, nggak berani mencintai wanita yang mereka cintai."Faris menatap Lintang dengan wajah serius. Suasana langsung menjadi dingin mencekam.Lintang tahu, dia sudah menyentuh titik kelemahan Faris.Lintang bahkan berilusi jika pria ini akan bergegas mencekiknya.Ketika dua orang saling menatap, salah satu dari mereka pasti akan kalah.Sejujurnya, Lintang merasa sangat rapuh sekarang.Namun, Lintang tidak ingin kalah.Akhirnya, Faris-lah yang pertama mengalihkan pandangannya. Dia berbalik dan berjalan menuju ujung lorong.Lintang mengerucutkan bibirnya. Dia menatap sosok Faris yang tampak sedikit kesepian. Dalam hati Lintang tidak ada sedikit pun rasa menang.Lintang diam-diam berdiri di tempat. Ekspresinya agak merasa b

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 98

    "Pak Faris, Anda tinggal di lantai berapa? Aku bantu tekan tombol lift-nya."Faris tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengangkat tangannya dan menekan tombol lantai 32, lalu menarik kembali tangannya.Meskipun diam, kehadiran Faris sangat terasa.Lintang terdiam. Lintang pun mengangkat tangannya dan hendak menekan nomor lantainya, tetapi lampu di lantainya sudah menyala.Lintang tertegun untuk sesaat."Pak Faris, kamu juga tinggal di lantai 32?"Faris tetap diam."Kebetulan sekali." Suara Lintang terdengar agak canggung.Pria itu tidak menjawab. Lintang juga kehilangan minat.Dalam hati, Lintang diam-diam mengagumi para pelaku perang dingin itu. Bagaimana mereka bisa menahan diri untuk tidak berbicara dengan orang lain?Butuh waktu cukup lama bagi lift untuk mencapai lantai 32. Ruangan sempit itu hanya berisi mereka berdua. Suasana begitu hening hingga Lintang merasa suara napasnya sendiri bisa terdengar begitu jelas.Mereka tidak bisa terus terjebak dalam ketegangan seperti ini.Enta

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 97

    Sopir memarkir mobil di depan Hotel Mahira. Lintang tidak menunggu pria itu keluar untuk membukakan pintu, melainkan membukanya sendiri dan keluar dari mobil."Terima kasih, Pak Faris. Maaf merepotkan."Meskipun mereka berdua tidak bertukar kata selama perjalanan, Lintang tetap merasa perlu menunjukkan sopan santun.Pria yang duduk di dalam mobil itu tidak mengatakan sepatah kata pun.Lintang sedikit mengerucutkan bibirnya. Dia dengan sadar menahan diri untuk tidak melanjutkan percakapan. Lintang pun menutup pintu mobil dengan lembut.Namun, saat pintu hampir tertutup, orang di dalam mobil itu mendorongnya hingga terbuka.Lintang terkejut untuk sesaat. Faris sendiri membungkuk dan keluar dari mobil.Faris berjalan melewati Lintang tanpa ekspresi. Mata hitamnya yang dalam terlihat dingin dan penuh rasa tidak peduli, seakan menyiratkan, "Jangan dekat-dekat!".Lintang melihat Faris masuk ke hotel. Lintang tampak terkejut untuk sesaat. Kemudian, Lintang buru-buru mengikutinya dan bertanya.

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 96

    Lintang tercekat mendengar kata-kata Faris. Dia merasa ada udara kotor yang terhimpit di tenggorokannya."Pak Faris, coba ke depannya kurangi menjilat bibirmu."Faris melirik Lintang dengan bingung.Lintang tetap tersenyum, tetapi menggertakkan giginya. "Aku takut kamu akan meracuni diri sendiri dengan menjilat bibirmu."Faris sangat tahu bagaimana situasi Bagas, tetapi masih saja "mengucapkan selamat" padanya!Lintang menarik napas dalam-dalam. Jika dia tidak mengetahui perselingkuhan Bagas dan Jeny pada beberapa saat sebelum pernikahan, setiap "ucapan selamat" dari orang-orang yang mengetahuinya, kemungkinan besar akan dianggap Lintang sebagai ejekan atas kebodohannya.Jika Lintang baru menyadari semuanya setelah pernikahan, ucapan "selamat" itu akan berubah menjadi pedang yang menusuk jantungnya.Untungnya, Lintang sudah mengetahui semuanya, sehingga tidak memberi kesempatan bagi orang-orang itu untuk menusuknya.Pria yang duduk di samping Lintang tertawa pelan. Cahaya lampu dari lu

  • Jodoh dari Masa Lalu   Bab 95

    Lintang mengerucutkan bibirnya dengan putus asa. Matanya sekilas menunjukkan rasa canggung dan emosi yang agak rumit. Kemudian, Lintang cepat-cepat menepuk pipinya, berusaha untuk menyadarkan diri dan melangkah pergi.Saat berjalan, Lintang baru menyadari jika tiang tempat dia bersandar juga dipenuhi dengan banyak ukiran manusia kecil yang sedang berhubungan intim.Wajah Lintang langsung memerah dan dia buru-buru berjalan meninggalkan tempat itu.Lintang sama sekali tidak bisa mengapresiasi seni perilaku manusia primitif di dinding ini!Saat Lintang keluar dari hotel dengan wajah memerah, sopir Faris sudah memarkir mobil di pintu masuk.Melihat Lintang keluar, sopir itu melangkah ke samping mobil, tersenyum pada Lintang dan memberi isyarat "silakan."Faris sudah berada di dalam mobil.Cahaya lampu jalan di luar jendela masuk ke mobil, menyinari profil Faris yang tegas dan membuat sebagian besar wajah Faris tertutup bayangan.Tampan dan misterius.Dua kancing di kerah kemeja yang sempat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status