LOGINMalam prom yang seharusnya menjadi pesta perpisahan terakhir, berubah menjadi malam penuh penyesalan. Dalam keadaan mabuk, Arsen dan Nayla kehilangan kendali, dua jiwa muda yang larut dalam gairah sesaat, tanpa pernah tahu bahwa takdir sudah menyiapkan kejutan besar bagi mereka. Keesokan paginya, keduanya terbangun dengan kepala pening dan hati yang dipenuhi rasa bersalah. Namun keterkejutan yang sesungguhnya datang saat orang tua mereka mengumumkan kabar pernikahan. Arsen dan Nayla, yang baru saja melewati batas yang tak seharusnya, kini resmi menjadi saudara tiri. Sejak itu, rumah yang seharusnya menjadi tempat aman, justru berubah menjadi penjara penuh rahasia. Setiap tatapan mencuri, setiap sentuhan tak sengaja, mengingatkan mereka pada malam kelam itu. Mereka berusaha keras menepis perasaan yang terus tumbuh berpegang pada logika bahwa mereka adalah keluarga. Namun, bisakah logika benar-benar menaklukkan gairah? Atau justru rasa itu akan menyeret mereka semakin jauh ke dalam hubungan yang mustahil diterima? Sebuah kisah tentang cinta terlarang, rahasia yang menyesakkan, dan pilihan yang akan menghancurkan atau menyelamatkan segalanya.
View MoreMobil mewah Porsche 911 melintas dengan pelan di jalanan yang cukup sepi, seorang wanita di depannya menatap kosong ke arah depan.
Sedikit polesan make up membuat wajahnya terlihat lebih sempurna, tetapi siapa saja yang melihat kedua matanya, dapat menebak bahwa saat ini pikirannya dipenuhi dengan banyak masalah. Malam ini ia akan bertemu calon papa tirinya. Belum selesai masalahnya karena tadi pagi, karena dia terbangun di ranjang seseorang, terus sekarang dia harus berhadapan dengan masalah baru yaitu ibunya yang akan menikah lagi. "Berat ternyata!" Helaan nafas terdengar jelas. Ketika tiba di tempat tujuan. Ia disambut dengan cahaya hangat dari lampu gantung kristal. Musik klasik mengalun pelan, menciptakan suasana elegan. Aroma wine dan hidangan mewah menyeruak di udara, berpadu dengan gemerlap lilin yang menghiasi tiap meja. "Sayang, kamu terlihat begitu cantik." Hanya sebuah senyuman yang ia pancarkan untuk menerima pujian dari sang ibu. "Oh iya sayang, nanti anak dari calon papa tiri kamu juga hadir, tolong bersikap yang baik yah," pinta ibunya. Nayla hanya mengangguk kecil, meski hatinya terasa dicekik. Ia tahu apa pun yang ia lakukan malam ini hanyalah pura-pura, demi membuat sang ibu bahagia. Namun entah kenapa, langkah kakinya terasa semakin berat begitu pelayan mengantar mereka ke sebuah meja besar yang sudah disiapkan. Di sana, seorang pria paruh baya berdiri. Rambutnya sedikit beruban, namun tubuhnya tegap dan terawat. Jas hitam elegan membalut tubuhnya, senyum ramah terpancar ketika melihat kedatangan Deeva bersama putrinya. “Deeva,” sapanya dengan suara hangat, kemudian menatap Nayla. “Dan ini pasti putri cantikmu.” Ibunya tersenyum bahagia. “Betul, Pratama. Ini Nayla.” Nayla mengangguk sopan, meski senyumnya terasa dipaksakan. “Selamat malam, Om.” Om Pratama mengulurkan tangan, Nayla pun menjabatnya. Telapak tangan itu hangat, genggamannya mantap. “Selamat malam, Nayla. Senang sekali akhirnya bisa bertemu denganmu. Ibumu sering bercerita banyak tentangmu. Katanya kamu pintar, cantik, dan punya hati lembut.” Nayla hanya menunduk, hatinya makin sesak. Ia merasa seakan-akan dirinya sedang dipamerkan. Mereka pun duduk. Percakapan mengalir, sebagian besar antara Deeva dan Pratama. Keduanya tertawa kecil, membicarakan rencana pernikahan, perjalanan bulan madu, hingga hal-hal kecil yang membuat Deeva tersipu seperti remaja lagi. Nayla hanya menatap kosong ke piringnya, sesekali mengangguk ketika ibunya melibatkan dirinya dalam percakapan. Tapi hatinya berteriak. Semua terasa salah. “Om Pratama,” Nayla akhirnya bersuara, mencoba terdengar sopan. “Maaf kalau saya bertanya terlalu langsung. Kenapa Om memilih Mama saya?” Pertanyaan itu membuat ibunya menatap Nayla kaget, takut kalau ia terdengar kasar. Tapi Pratama justru tersenyum. “Karena ibumu wanita yang luar biasa,” jawabnya mantap. “Dia kuat, lembut, dan penuh kasih. Jarang sekali aku bertemu wanita seperti itu. Dan aku tahu, aku ingin menjaganya… juga menjagamu, Nayla.” Kata-kata itu menusuk. Nayla hanya bisa menunduk lagi. Menjagaku? Kata-kata yang sering aku dengar ketika ibu mengenalkan beberapa pria kepadaku. "Om serius dengan apa yang om katakan?" tanya Nayla. "Kalian baru berkenalan beberapa bulan." "Nayla, kenapa bertanya seperti itu?" Kedua mata cantiknya terpejam sesaat. "Maaf om, tetapi aku tidak ingin ibuku terluka lagi." Om Pratama tersenyum hangat. "Om mengerti dengan apa yang Nayla rasakan. Om tidak akan memberikan sebuah janji lewat kata-kata, tetapi lewat pembuktian, jadi Nayla tolong percaya, yah." "Buktikan dulu dan buat aku percaya." "Baiklah, suatu saat Nayla pasti akan menerima om dengan sepenuh hati, untuk menjadi papa tiri Nayla." Malam semakin larut, dan suasana mulai terasa nyaman, setidaknya bagi Deeva dan Pratama. "Mas, anakmu mana?" tanya Mama Deeva. Om Pratama menatap jam yang bertengger di lengannya. "Tadi dalam perjalanan, kenapa belum tiba." "Nayla," panggil Mama Deeva. "Anak Om Pratama satu sekolah sama kamu." Lagi dan lagi hanya sebuah senyum yang Nayla berikan, ia tidak tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang calon kakak tirinya. "Dia juga anak yang baik, semoga dia bisa menjadi kakak yang dapat menjagamu juga, yah." Nayla mengalihkan pandangannya menatap layar ponsel, ingin sekali ia kembali ke rumah dan menenangkan pikirannya. Seorang pemuda tinggi dengan jas semi formal muncul dari arah pintu restoran. Rambutnya sedikit berantakan, namun tetap memberi kesan karismatik. Matanya tajam, dan cara ia berjalan menunjukkan percaya diri. Pratama berdiri, senyumnya melebar. “Ah, ini dia. Anakku baru datang.” Nayla mengangkat kepalanya. Seketika darahnya berhenti mengalir. Napasnya tercekat. “Kenalkan,” suara Pratama terdengar jelas, penuh kebanggaan. “Ini Arsen, putraku. Dia akan segera jadi kakakmu, Nayla.”Malam sudah begitu larut. Lampu-lampu di dalam rumah mulai meredup, meninggalkan suasana tenang yang hanya diiringi bunyi samar dari suara AC.Nayla baru saja pulang dari kampus. Ia sengaja menunggu sampai sepi, agar tidak harus berpapasan dengan Arsen ataupun kedua orang tuanya. Langkahnya terasa berat, pikirannya penuh dengan peristiwa siang tadi.Tatapan tajam Om Pratama, pelukan Arsen yang terlalu dekat, serta pertanyaan yang membuat jantungnya hampir berhenti masih yakin kau tidak akan jatuh cinta padaku?Napasnya terengah saat membuka pintu apartemen. Hening. Syukurlah.Dengan langkah ragu, Nayla berjalan ke balkon belakang, tepat ke arah kolam renang pribadi yang tenang di bawah sinar lampu remang. Udara dingin malam menyapanya. Ia melepas sepatu, menggulung sedikit celana panjangnya, lalu duduk di pinggir kolam, membiarkan ujung kakinya menyentuh air.“Akhirnya… bisa bernapas.” bisiknya lirih.Karena merasa tidak nyaman, Nayla memutuskan untuk duduk di tepi kolam yang lebih ny
Lorong apartemen itu mendadak sunyi. Hanya ada empat pasang mata yang saling menatap dengan penuh tanda tanya.“Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” suara Pratama terdengar dalam dan penuh wibawa, tatapannya menusuk langsung ke arah Arsen.Nayla menahan napas, jemari tangannya bergetar hebat. Ya Tuhan… jangan sampai semua terbongkar. Tolong…Arsen, dengan wajah tenang khasnya, sedikit mengangkat alis. “Aku?” katanya ringan. “Aku... aku juga menyewa apartemen di sini.”“Di sini?” Pratama mengulang dengan nada tak percaya. “Maksudmu… di unit sebelah?”“Iya.” Arsen mengangguk sopan, senyum tipis terbit di bibirnya. “Aku memang sudah menyewa apartemen ini beberapa waktu yang lalu. Lokasinya kebetulan juga tidak jauh dari kampus. Sangat praktis.”Deeva tampak tersenyum, seolah menerima penjelasan itu begitu saja. “Oh begitu rupanya. Wah, kebetulan sekali ya.”Nayla hampir terjatuh karena lega. Untungnya Arsen pandai menutupi semuanya. Tapi di balik itu, keringat dingin terus mengalir di
Nayla berdiri terpaku di depan lift, jantungnya berdetak begitu kencang seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Pandangannya bergantian antara wajah ibunya, Deeva, dan pria yang kini resmi akan menjadi ayah tirinya, Pratama.“Nayla?” suara Deeva terdengar lagi, kali ini lebih tenang namun penuh tanda tanya. “Kamu… sedang apa di sini?”Otak Nayla bekerja cepat. Ia tak boleh sampai mereka tahu ia baru saja keluar dari apartemen Arsen. Apalagi jika sampai mereka tahu rahasia itu… semuanya akan hancur.“A-aku…” Nayla menelan ludah, memaksakan senyum kaku. “Aku habis… main ke tempat teman. Dia tadi sakit, jadi aku… aku mampir sebentar untuk kasih catatan kuliah.”Pratama mengangkat alis, sejenak menatap Nayla dengan tatapan menyelidik. Namun senyumnya segera kembali, tenang dan ramah seperti biasanya. “Oh begitu? Bagus sekali kamu perhatian sama temanmu. Temanmu tinggal di lantai ini juga?”“I-iya.” Nayla mengangguk cepat. “Tapi aku barusan pamit, jadi… ya, kebetulan ketemu Mama sama Om
Keheningan di antara mereka terasa menusuk. Pertanyaan Arsen menggantung di udara, membuat jantung Nayla berdetak tak karuan. Kata-kata pria itu seolah menekan dinding pertahanan yang selama ini ia bangun. “Apa sebenarnya… kau sudah jatuh cinta padaku?” suara itu kembali terngiang. Nayla menggigit bibirnya, tubuhnya menegang. Sesaat ia hanya bisa menatap mata Arsen, seolah terperangkap. Namun detik berikutnya, ia membantah dengan keras. “Tidak! Itu tidak mungkin!” seru Nayla. Ia mendorong dada Arsen dengan kedua tangannya. Dorongan itu cukup kuat, membuat pria itu mundur beberapa langkah ke belakang. Nafas Nayla terengah, wajahnya memerah bukan hanya karena marah, tapi juga karena takut pada dirinya sendiri. “Aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu, Arsen!” Nayla hampir berteriak. “Aku jamin! Aku… aku lebih baik mati daripada membiarkan hal itu terjadi!” Ruangan itu mendadak senyap. Hanya suara napas mereka berdua yang terdengar, saling memburu. Arsen menunduk sejenak, lalu pe
Pagi itu kampus masih sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang tampak terburu-buru masuk ke gedung perkuliahan. Angin pagi berhembus ringan, membawa aroma tanah yang masih lembap setelah semalaman diguyur hujan. Nayla melangkah cepat, menundukkan kepala, seolah sedang dikejar sesuatu. Tas—nya ia genggam erat, langkahnya nyaris setengah berlari menuju kelas. Ia sengaja berangkat lebih awal, berharap tidak akan berpapasan dengan Arsen. "Apa setiap harinya aku harus berangkat lebih awal seperti ini, aku juga ingin tidur nyenyak seperti biasa." Sempat terlintas di pikiran Nayla, bahwa mungkin lebih baik ia keluar dari rumah dan tinggal di sebuah apartemen. Tetapi jika Nayla melakukan hal tersebut, maka Om Pratama akan berpikir bahwa Nayla tidak suka Om Pratama dan juga Arsen berada di rumah. Bahkan hal terpenting bagi Nayla, ia begitu takut jika ibunya sedih, ketika ia memutuskan hal tersebut. Namun, kenyataan tidak pernah semudah itu. Kenyataan yang sekarang bahwa Nayla harus tinggal sat
Udara malam itu sejuk, jalanan kota tampak ramai dengan lampu-lampu berkilau. Di dalam mobil hitam yang melaju tenang, hanya suara mesin yang terdengar.Nayla duduk di kursi penumpang dengan wajah menunduk, kedua tangannya bertaut di pangkuan. Ia tidak berani menatap ke arah sopir di sampingnya. Arsen tampak fokus mengemudi, namun sesekali matanya melirik ke arah Nayla.Gaun sederhana berwarna pastel yang dipakai Nayla membuat wajahnya semakin lembut diterangi cahaya jalanan. Arsen berusaha menahan diri untuk tidak terus menatap, tapi sulit.“Pakai sabuk pengamannya benar?” suara Arsen terdengar datar namun penuh perhatian.Nayla mengangguk singkat. “Iya.”Hening kembali menguasai mobil.Setelah beberapa menit, Nayla memberanikan diri bicara. “Arsen.”“Hmm?”“Aku… aku minta satu hal.” Suaranya pelan, tapi jelas.Arsen melirik sebentar. “Apa?”“Tolong… selalu jaga jarak denganku. Kita… harus punya batasan. Apa pun yang terjadi.”Arsen terdiam. Ia mengetatkan genggaman di setir. “Kau ma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments