Share

07. Apa Itu Artinya Cocok?

Author: Nyemoetdz Kim
last update Last Updated: 2024-12-20 21:39:50

"Aku?" Damar menatap dengan senyum tersungging tipis atas pertanyaan yang wanita cantik di hadapannya itu lontarkan.

"Ini hanya misal, Mas, bukan maksud—"

"Iya juga tidak masalah. Jangan tegang begitu, mukamu terlihat pucat sekarang," Goda Damar sambil memegang tangan Jenar yang ada di meja dengann satu tangan lain memegang sedotan di gelas minumnya. Sentuhan itu membuat dokter gigi tersebut menatap terkejut.

"Maafkan aku. Kalau kamu bertanya pendapatku, isteriku harus mengerti apa yang aku lakukan, maka aku akan memberikan apa yang dia butuhkan. Seperti paham akan tanggung jawab seorang isteri abdi negara. Percuma kan jika kita menikah, tapi kamu menuntut apa yang sudah jelas kamu tau." Damar melepaskan tangannya dan menjelaskan pendapat dari pertanyaan yang dilontarkan. Kegagalan berumah tangga membuatnya belajar, jika memilih wanita harus sejalan, dia tidak ingin hal serupa terulang kembali.

"Jadi bagaimana mau Mas, apa isterimu harus menuruti apa yang menjadi kemauanmu, apa begitu?"

"Tidak juga, aku tidak pernah melarang atau menyuruh mantan isteriku menuruti apa yang aku mau. Saat aku sudah mencintai seseorang, aku tidak mau melepaskannya, dan aku belajar dari sebelumnya, apa yang harus aku lakukan kadang tidak dibalas baik oleh pasangan kita."

Kenapa Jenar jadi ingat tentang mantan kekasihnya. Dia diam setelah Damar mengatakan itu. "Meski begitu tidak sekalipun aku ringan tangan padanya. Nanti kamu akan paham saat ingin menikah dengan abdi negara. Kamu akan diminta tanda tangan surat kesanggupan, dan itu yang aku butuhkan dari istriku nanti. Aku tidak ingin setelah menikah nanti, kamu menuntut waktu dariku. Ketika sudah sangat jelas, waktuku lebih banyak untuk negara."

"Apa aku bisa begitu ya? Jauh dari suami, entah apa yang akan terjadi pada suamiku nanti ketika pergi bertugas. Seperti banyak yang terjadi, mereka pulang tinggal jasadnya saja. Bukan aku tidak mau atau ingin keras kepala. Semua pekerjaan memiliki resiko, dan apa yang akan terjadi nantinya, harus siap. Benar begitu kan, Mas?"

"Sepertinya kamu pantas menjadi isteri abdi negara. Apa kita menikah saja secepatnya?"

Jenar yang ingin meneguk air urung, dia meletakkan perlahan di atas meja lagi. "Mas, apa yang keluar dari mulutmu itu sungguh-sungguh atau tidak? Karena sejak awal Mas tau kearah mana hubungan ini akan berlanjut."

Benar juga, jika ingat itu Damar juga ikut terdiam. Dia kembali teringat akan luka hati beberapa tahun lalu dan janjinya tidak mau kenal wanita lain lagi. Sekarang, dia malah mendekati Jenar yang berharap sungguh-sungguh agar tidak melukai hati orang tuanya.

"Sekarang Mas yang diam. Aku hanya mengulangi apa yang kemarin Mas katakan. Jika ini memang untuk hubungan serius, apa hubungan kita kali ini bisa ke jenjang lebih lanjut atau tidak karena setelah aku berpikir beberapa hari ini. Jika aku tidak ingin bermain-main. Aku memiliki masa lalu seperti Mas juga memilikinya. Jika itu akan menjadi masalah, tidak perlu dipaksakan, kita mundur dan bicara baik-baik pada orang tua kita, untuk pelengkap hubungan ini, maka kita jalani saja tanpa menoleh ke belakang."

Kali ini Damar yang tidak bisa menjawab apa yang Jenar katakan. Ingatakan akan luka masa lalu, membuatnya diam.

"Mungkin benar kita jalani saja ini, tapi jika masih ada hati yang dijaga, lebih baik jangan dilanjutkan lagi."

"Kita cukup dewasa untuk menyikapi masalah, tapi kadang masalah itu juga yang membuat diri kita tidak bisa memilih. Aku tidak ingin kau bilang aku menjadikanmu pelampiasan karena masa laluku yang belum selesai, aku juga tidak ingin kita dekat dengan perasaan masing-masing. Itu hanya akan meninggalkan luka. Kalau begitu, kita jalani hubungan ini, kalau selama 3 bulan tidak ada cinta di antara kita, maka kita bisa pergi. Apa kamu mau? Aku tidak ingin dibilang mundur sebelum perang."

"Baiklah, kita jalani hubungan ini. Semoga nanti setelah 3 bulan bukan malah Mas yang meninggalkan luka. Akan membuang-buang waktu ketika hanya menjali hubungan tanpa status. Aku sendiri juga bingung menyebutnya seperti apa."

"Kalau begitu apa pantas diusia ini, kita sebut hubungan kita sedang pacaran?" Dengan senyum menawannya itu, Damar bertanya akan keseriusan mereka berdua.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   97. Tamat

    "Memang Danur punya uang untuk membelinya?" Pertanyaan Prajurit itu membuat bocah itu berpikir. Ekspresinya begitu mengemaskan, selain imut, tampan, dia juga sama seperti ayahnya. Pesona ayahnya turun ke anaknya sekarang. "Danur, Ayah sudah punya anak baru. Bukankah Danur juga punya ayah baru." Damar datang dengan menggendong anak Widi yang baru 10 bulan, dan mengejek putranya itu. Menjadi Komandan Batalyon selama hampir 6 tahun, Damar banyak mendapatkan penghargaan dan prestasi yang dia dapat selama diposisinya. Bukan hanya itu, selain terkenal tegas, Damar juga bersikap baik pada bawahannya. Bukan berarti salah lantas dia akan terus mencari kesalahan, Damar memberikan nasehat yang bisa membuat bawahannya maju bukan malah diam di tempat. Beberapa Prajurit dibantu untuk pendidikan mereka. Dia membantu semampu dia, karena dia tau betul bagaimana berjuang di masa-masa seperti ini. Tegasnya Damar, dia selalu disiplin dan tidak menerima kesalahan yang fatal. "Itu adik Celine, itu b

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   96. Mau Ayah Baru Saja!

    "Om, mana Ayah Danur?" Dengan pertanyaan yang belum jelas, anak usia 4 tahun itu berdiri di hadapan para Prajurit yang sedang berbaring mendengarkan arahan. "Danur, tunggu Bunda!" Langkahnya terhenti ketika melihat putranya sedang berdiri di hadapan para Prajurit. Senyum wanita cantik itu mengembang, anak kecil yang dia cari tanpa rasa malu ikut dalam barisan itu seperti seorang Komandan yang berdiri di depan Prajurit. "Ayah!!" Teriakan itu membuat wanita cantik itu berlari sebelum anak kecil itu berhasil pada ayahnya. Tawa dari para Prajurit yang berbaris terdengar ketika anak kecil itu menyelai ucapan sang ayah ketika sudah dalam gendongan. "Kenapa Ayah pergi sendiri. Bunda memaksa Danur makan, Danur masih kenyang," keluhnya. "Pak Wadan, gantikan aku bicara, anak kecil ini akan terus menggangguku," pintanya pada Wadan yang berdiri di sampingnya. "Ke mana Bunda sekarang?" tanyanya pada sang anak. Dia mundur ketika wakil komandan mengantikannya bicara dengan beberapa Praj

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   95. Menjalani Hidup Setelah Duka

    "Akhirnya anak Ayah bisa pulang hari ini." Dalam gendongan sang ayah keluar rumah sakit, bayi kecil itu tampak tenang. Jenar berjalan selangkah dibelakang Damar yang begitu senang setelah hampir 1 bulan putranya di ruang NICU, akhirnya hari ini diperbolehkan pulang. Kondisinya berangsur membaik walau berat badannya masih kurang. Sore itu akhirnya Danur bisa berbaring di tempat tidur mereka. Damar sangat senang karena bisa menggendong lebih lama dari pada di NICU hanya berapa jam saja dalam sehari. Momen ini yang di tunggu sejak beberapa minggu. Sejak keluar rumah sakit, keseharian Damar berbeda. Pagi dia akan membantu istrinya merawat putranya. Membiarkan Jenar mengurus pekerjaan rumah yang lain. Damar juga menemani putranya berjemur ketika dia selesai Apel. "Aku sudah selesaikan tugasku. Aku pulang lebih dulu," ucap Damar. "Siap, Komandan!" "Sejak ada mainan hidup, aku selalu ingin pulang dan bertemu dengannya." "Siap, Ndan. Namanya juga anak baru lahir. Pastinya senang

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   94. Danurdara

    "Mbak baik-baik saja?" Widi menghampiri Jenar yang termenung di depan ruang rawat. Bukannya istirahat, dia malah diam di sana. Membiarkan Damar yang sedang sakit di dalam di temani ibunya. Kehilangan dan juga kebahagian yang dirasakan sekarang seperti tamparan keras. Bukan hanya itu, Damar juga sakit saat kondisi seperti ini. "Ya, harusnya juga baik-baik saja. Bahkan aku ingin bergegas merawat suamiku yang sedang sakit. Kenapa aku secengeng ini, menjengkelkan sekali." Jemarinya menyeka air mata yang mengalir begitu saja. "Aku yakin Mbak pasti kuat. Aku tidak ingin mengatakan banyak hal karena aku tau jika Mbak mendapatkan itu semua dari keluarga yang mendukung. Mbak harus ingat, masih ada satu anak yang bisa Mbak rawat dan perjuangkan. Ingatlah diriku ini, bagaimana kisahku dengan putriku. Yang tabah, semua pasti akan baik-baik saja." Widi memegang tangan temannya itu. Dia baru bisa bertemu dengan Jenar kali ini. Dia tidak ingin mengganggu ketika di masa duka dan kebahagian y

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   93. Saling Menguatkan

    "Istirahatlah, Nak, kamu terlihat begitu lelah," tutur Susi pada menantunya yang baru sampai dari Jakarta untuk memakam kan putrinya didekat makam ayahnya."Aku masih ingin melihat putraku, Ma. Rasa bersalah ini semakin mencekik ku. Aku tidak becus menjadi seorang ayah, ini terjadi karena diriku." Tangis Damar pecah ketika bicara dengan Susi. Dia menahan agar bisa menerima semua ini, tapi dia tidak sanggup lagi. Rasa sesaknya kian mencekik, dan dia luapkan pada Susi.Wulan yang mengurus semua di sana ketika Damar kembali ke Solo untuk istri dan anaknya yang lain. "Semua sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan. Kamu boleh bersedih, tidak dengan menyalahkan dirimu. Ini semua bukan kesalahanmu, memang kondisi kehamilan istrimu yang tidak baik."Dengan kondisi kaki yang masih dibantu penyangga untuk berjalan, Susi pergi bersama Ragil ke Solo. Dia tidak bisa hanya diam, ketika putra putri mereka membutuhkan mereka orang tuanya."Ikhlas kan, maka kamu akan terima ini semua. Istrimu membutu

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   92. Duka Dibalik Bahagia

    "Saya pikir Mbak Jenar akan mengatakan pada Bapak, jika tadi melakukan kontrol mingguan bersama saya karena tak ingin menganggu istirahat Anda."Mendengar penjelasan Widi, bisa apa Damar ketika ini sudah kejadian. Waktu itu juga, Damar mendengarkan penjelasan Dokter Melati tentang kondisi istrinya.Sudah rasa sakit dia rasakan tanpa hilang, Jenar harus merasakan proses induksi karena ingin persalinan normal. Ada rasa kesal, tapi Damar tidak bisa meluapkan sekarang. Fokusnya ada pada Jenar sekarang."Mbak, bisakah kau datang. Jenar mau melahirkan di usai kandungan 25 minggu, aku harap Mbak bisa datang sekarang." Tidak hanya pada Wulan, dia juga minta doa pada Ibu dan mertuanya agar semua berjalan lancar. Meski dengan resiko yang besar."Maafkan aku, Mas," tutur Jenar dengan rintihan lirih merasakan sakit."Aku tidak ingin membahasnya, kamu harus kuat, agar mereka bisa selamat begitu juga dirimu. Kamu hampir mencelakai dirimu sendiri. Sekarang lihatlah hasilnya, tapi aku tidak mau menya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status