Share

BAB 4

BAB 4

Tok, Tok, Tok.

“Senja, Senja, bangun nak! ayo kita sarapan,” suara ibu terdengar mengetuk kamarku. Aku sedang bersiap berangkat kerja. Pagi ini akan aku katakan pada ibu kalau aku menerima dijodohkan olehnya. Sedikit deg-deg an diriku mengatakannya. Karena jika aku mengatakan hal itu artinya aku harus siap dinikahkan secepatnya dengan orang yang belum aku lihat dan kenal. 

Tapi apa boleh buat, aku akan pasrah menerima ini. Mengingat umurku sebentar lagi sudah kepala tiga dan pastinya aku akan menjadi buah bibir para tetangga jika tak kunjung menikah. 

Ku Kuatkan mental dan bersiap keluar untuk sarapan menemui Ibuku. Ibu terlihat sibuk menyiapkan makanan dan teh di pagi hari. Apa sudah kubilang, kalau aku hanya tinggal berdua dengan ibuku. Ayahku sudah meninggal sejak aku SMP dan semenjak itulah kami hanya tinggal berdua, ibuku tak menikah lagi sepeninggal ayah. Aku tak tahu alasannya kenapa ibu sangat betah melajang.

“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibuku yang cantik sekali seperti bidadari,” kataku bercanda.

“Wa’alaikumsalam, ada apa ini? sepertinya ada yang ingin disampaikan sama ibu,” katanya. Ibuku memang sangat peka. 

“Kamu mau ngenalin calon suami kamu pada ibu ya?,” sambung ibu. Aku hanya diam saja dan langsung duduk di kursi untuk makan. 

“Ibu mulai lagi deh, bukan itu bu. Sini duduk dulu deh bu,” kataku sambil menarik kursi untuk ibuku. 

“Ada apa sih?,” Ibuku bertanya. 

“Bu, kalau Senja nggak nikah apa ibu marah?,” kataku. 

“Lho, lho, lho nggak bisa gitu dong. Kamu harus menikah, kan ibu sudah bilang kalau kamu nggak ada calonnya biar ibu saja yang carikan calon suami buat kamu,” kata ibu yang sudah kuketahui.

“Yaudah deh iya,” kataku. 

“Iya apa?, yang jelas dong kamu kalau ngomong sama ibu,” ibuku tak sabar. 

“Iya, ibu boleh pilihkan lelaki buat Senja. Senja pasrah deh sekarang,” kataku sambil mengoleskan selai ke rotiku. 

“Kamu beneran gapapa dengan pilihan ibu? Apa kamu nggak punya pacar? Ibu cuma pengen kamu cepet nikah kok Senja, ibu terima semua pilihan kamu nggak harus laki-laki pilihan ibu,”

“Sayangnya aku nggak punya pacar atau sejenisnya bu, makanya aku ngikut pilihan ibu sajalah yang penting ibu bahagia,” kataku. 

“Bener ya ini? nggak nyesel kan?,” kata ibuku mengejek. 

“Tua ya bu? Apa jelek? Duda pasti deh,” ucapku cemas. 

“Kamu berpikiran apa sih! ibu nggak mungkin pilih sembarangan calon mantu Senja,” kata ibuku yang membuatku lega.

Aku hanya tersenyum pepsodent ketika ibuku mengatakan tak ingin sembarangan mencari calon mantu untuknya. 

Itu artinya aku selamat dengan pemikiran buruk ku sendiri. Setidaknya aku tak akan dinikahkan dengan duda jelek tua lagi. Sungguh mimpi buruk kalau terjadi. 

***

Aku mulai mencatat buku baru yang datang, setelah kucatat aku akan langsung meletakkannya di rak perpustakaan.

Kulihat ada buku yang menarik, kusisihkan untuk mulai aku baca nantinya. Biasanya jika aku menemukan buku bagus akan aku foto dan kirimkan ke Langit melalui aplikasi dating. 

"Kenapa aku malah kepikiran dia," kataku sambil memegang buku. 

"Sudah Senja lupakan dia. Dia itu Langit yang itu jadi tak usah lagi menaruh perasaan pada laki-laki kejam itu," monolog diriku. 

Kringgg

Hp ku mulai berbunyi, ku keluar kan hp dari tas milikku untuk melihat siapa yang menelpon. Ternyata ibu yang menelpon. Ada apa? batinku.

Senja:

"Halo Assalamualaikum bu, ada apa telpon Senja?"

Ibu:

"Wa'alaikumsalam Nak, ini minggu depan kamu harus luangkan waktu ya. Kita makan malam sama teman ibu dan calon suami kamu nanti," kata ibu sumringah di seberang sana.

Senja:

"Secepat ini bu?" tanyaku.

Ibu:

"Lebih cepat lebih baik, ibu udah nggak sabar liat kamu nikah," katanya. 

Senja:

"Terserah ibu sajalah, Senja lanjut kerja lagi ya bu, assalamualaikum,"

Ibu:

"Wa'alaikum salam," tutup ibu.

***

Seminggu berlalu begitu cepat, akhirnya hari pertemuan itu tiba. Ibu sudah heboh sendiri dari pagi menyiapkan baju yang ingin dipakainya. Sedangkan aku hanya berpakaian seadanya. Meski tak mewah hari ini aku memakai dress selutut warna hitam, rambut panjangku biarkan tergerai. Polesan make-up tipis membuat penampilan diriku terlihat manis. 

Aku mulai keluar kamar menemui ibu di ruang tamu yang sudah siap berangkat. Kami berangkat menggunakan mobil yang aku pesan melalui aplikasi online. Setelah tahu tempat pertemuan itu akan dilangsungkan di hotel terbaik di kota ini. Aku sedikit nervous.

“Itu mobilnya sudah datang bu, berangkat sekarang?,” kataku melihat mobil yang berhenti tepat di depan rumah. 

“Iya dong nak, ayuk langsung berangkat saja, nggak ada yang ketinggalan kan,” kata ibu yang langsung keluar. Aku segera mengunci pintu. 

Kalau boleh jujur, aku sangat grogi dengan pertemuan ini. Bukan apa-apa, aku takut saja jika laki-laki yang dijodohkan denganku tidak menyukaiku. Dan akhirnya menolakku seperti Langit. Kenapa nama itu lagi yang kupikirkan. 

“Senja, ayo nak cepat!,” teriak ibuku yang langsung membuyarkan lamunan. 

“Iya bu,” jawabku langsung menuju naik ke mobil. 

Perjalanan menuju hotel tak memakan waktu lama cuma 15 menit kami sudah sampai di depan hotel. Aku dan Ibu turun menuju ke restoran hotel tersebut. Aku semakin deg-deg an dengan apa yang nantinya terjadi. 

Kami menuju lift untuk ke private restoran tempat pertemuannya. Ternyata kedatangan kami sudah ditunggu oleh mereka. Sahabat Ibuku pun yang ternyata bernama Nilam. 

“Ini yang namanya Senja, astaga cantik sekali kamu. Bima nggak mungkin bisa nolak ini,” kata Tante Nilam menghampiri kami dengan senyum ramahnya. Dirinya menuntun kami untuk ke tempat keluarga terlihat sangat ramai. 

“Jeng Nilam ini bisa saja,” balas ibuku sedangkan aku hanya tersenyum saja.

Kami memasuki di ruangan yang disediakan hotel itu untuk pertemuan ini. Aku terhentak sejenak dengan pemandangan yang kusaksikan. 

“Kamu ngapain disini?!,” kataku spontan hingga semua menoleh padaku dan laki-laki yang kutanyai. 

Kaget sekali dengan apa yang kulihat. Kenapa ada dia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status