POV: Senja
Sesampainya dirumah aku memasuki kamar dan mulai meletakan tas yang kubawa bertemu dengan Langit. Menoleh sejenak ke arah meja dekat ranjang. Kutarik perlahan kursi dan mulai duduk.
Aku memandangi sebuah foto masa SMA ku, begitu dekil terlihat. Kulit kusam, kacamata lengkap dengan kepang dua. Sambil berfikir mengapa aku berpenampilan seperti itu dulu.
Lalu, ku alihkan pandanganku ke foto yang baru -baru ini kuambil. Iseng menjejerkan dua foto tersebut. Terlihat sangat kontras sekali. Satu foto terlihat buruk rupa sedang lainnya sangat cantik jelita.
Benar, diriku berubah setelah kejadian pembullyan SMA. Waktu itu bukanlah masa indah dalam hidupku. Bahkan kenangan indah putih abu-abu yg katanya sangat bahagia tak berlaku untukku.
Yang kuingat hanya siraman air di toilet atau bau sampah di belakang sekolah. Dan beratnya mengangkat meja dari lantai 1 ke lantai 3. Semua kenangan buruk mulai berputar di otakku.
Flashback on
Di toilet sekolah SMA Persada terdengar kegaduhan di dalamnya. Seorang gadis sudah basah kuyup dikerubungi oleh 5 gadis lainnya.
"Rasakan!!!!," teriak salah satu gadis.
"Makanya jadi cewek jangan suka kepedean, dikasih perhatian dikit baper," kata yang lain.
Sambil meneteskan air mata gadis yang diteriaki itu tetap berjalan menuju kelasnya sambil basah kuyup. Dengan menahan malu, gadis yang ternyata Senja waktu SMA itu berjalan menyusuri koridor menuju UKS.
Berharap ada seragam yang bisa dikenakan disana. Biasanya ada baju ganti yang ditinggalkan beberapa siswa di UKS. Sambil berjalan Senja melewati lapangan yang ternyata ramai orang.
"Lang, pacar kamu tuh basah kuyup gitu habis ngapain??," ujar laki-laki di lapangan pada Langit.
Langit menoleh melihat Senja yang terus berjalan menuju UKS. Dirinya sebenarnya kasihan dengan gadis itu. Namun, karena gengsinya Langit malah mengucapkan hal menyakitkan.
"Kalo ngomong pake otak, dekil gitu bukan selera aku tau," kata Langit pada temannya.
Tak sengaja terdengar oleh Senja yang tak kuasa menahan air matanya semakin deras jatuh. Sungguh kejam sekali, pikir Senja.
Hari-hari pembullyan Senja tak selesai di hari itu. Selama bertahun-tahun dirinya menjadi bulan-bulanan. Keputusan mengucapkan cinta pada Langit membuat Senja menjadi trauma dengan cinta. Dan Senja memutuskan tak akan lagi berhubungan dengan Langit.
Flashback off
Kembali sadar dari lamunanku dan terdiam sejenak, mengingat keputusan yang sudah pernah kuucapkan yakni tak ingin berhubungan dengan Langit. Maka kuputuskan untuk tak menghubunginya lagi lewat aplikasi dating dan menghapus aplikasi itu. Kuraih tasku dan ku keluarkan benda pipih dari dalam yang tak lain hp.
“Sebaiknya memang lebih baik aku hapus saja aplikasi ini,” ucapku sambil menghapus aplikasi dating itu.
Nampak ada satu pesan yang belum kubaca. Sekilas kulihat notifikasi yang tertulis siapa pengirimnya, Langit. Betul, pesan itu dari Langit, hatiku berperang harus membuka pesan tersebut atau aku biarkan saja. Jika aku membukanya pasti dia menanyakan tentang hal tadi. Jadi, kuputuskan saja untuk tidak membuka pesan Langit dan langsung menghapus aplikasi itu dari hape milikku.
“Memang lebih baik seperti ini, kamu tak perlu tahu siapa aku. Karena aku juga tak ingin terlibat denganmu,” ucapku bermonolog sambil mengingat Langit.
Kuputuskan untuk tak ingin terlibat dengan laki-laki yang membuat trauma di hidupku. Membuatku merasa tak pernah pantas untuk dicintai, bahkan membuatku membenci diriku sendiri. Dia yang beri luka dalam diriku, untuk apa aku harus mengemis cinta lagi padanya.
“Dasar bodoh, kenapa juga aku berharap dia menerima ajakanku menikah. Dasar Senja Bodoh!!!!,” aku merutuki diri sendiri sambil berguling-guling di ranjangku.
Setelah puas merutuki kebodohan ku, aku langsung beranjak duduk dan memikirkan hal yang harus kukatakan pada ibu. Memang benar aku tak akan pernah menang melawan Ibu.
“Baiklah, aku akan menerima siapa saja pilihan ibu,” kataku sendiri.
Tapi, kalau yang dijodohkan padaku lebih tua gimana ya?
Jangan-jangan dia jelek lagi?
Atau mungkin dia duda, aduh gimana ini?.
Overthinking Ku mulai datang lagi, pikiran-pikiran buruk mulai datang setelah memikirkan ingin menerima lelaki pilihan Ibu.
“Sudahlah, hadapi saja. Mau jelek, duda, tua gapapa deh yang penting Ibu bahagia,” ucapku menghibur diri dan langsung tidur.
***
BAB 4Tok, Tok, Tok.“Senja, Senja, bangun nak! ayo kita sarapan,” suara ibu terdengar mengetuk kamarku. Aku sedang bersiap berangkat kerja. Pagi ini akan aku katakan pada ibu kalau aku menerima dijodohkan olehnya. Sedikit deg-deg an diriku mengatakannya. Karena jika aku mengatakan hal itu artinya aku harus siap dinikahkan secepatnya dengan orang yang belum aku lihat dan kenal. Tapi apa boleh buat, aku akan pasrah menerima ini. Mengingat umurku sebentar lagi sudah kepala tiga dan pastinya aku akan menjadi buah bibir para tetangga jika tak kunjung menikah. Ku Kuatkan mental dan bersiap keluar untuk sarapan menemui Ibuku. Ibu terlihat sibuk menyiapkan makanan dan teh di pagi hari. Apa sudah kubilang, kalau aku hanya tinggal berdua dengan ibuku. Ayahku sudah meninggal sejak aku SMP dan semenjak itulah kami hanya tinggal berdua, ibuku tak menikah lagi sepeninggal ayah. Aku tak tahu alasannya kenapa ibu sangat betah melajang.“Assalamu’alaikum, selamat pagi ibuku yang cantik sekali seper
POV: Senja Pertemuan memalukan antara aku dengan dia terjadi lagi. Meski kali ini aku sedikit terkejut dengan kehadirannya. "Kamu ngapain disini?," tanyaku pada pria yang aku yakin betul itu Langit. Saat memasuki ruangan pertemuan itu. Aku melihat 3 laki-laki didalamnya satu paruh baya dan 2 lainnya masih muda. Salah satu dari mereka itu Langit. "Kamu sendiri kenapa ada disini?" tanyanya balik padaku. "Lho, lho ini sudah pada kenal?," kata tante Nilam pada kami. "Iya ma, dia temen Langit," jawabnya. "Wah, kebetulan banget jadi sudah akrab ya sama calon adik ipar," kata Laki-laki paruh baya yang ternyata Om Bayu suami Tante Nilam. Apa? Adik ipar? Jadi dia.. "Sudah, kita duduk dulu saja," ajak tanten Nilam. Aku dan ibu segera menuju kursi untuk duduk. Ibu berbisik padaku menanyakan perihal tadi, "Kok ibu nggak tahu ya kalau kamu punya temen cowok," bisiknya. Aku hanya menggelengkan kepala saja tanda aku tak ingin membahasnya sekarang. Apalagi ini adalah acara pertemuan
POV: Senja "Inget ya cewek murah, meski mami dan papi setuju jodohin Gue sama Lo. Gue nggak bakalan cinta sama cewek murahan kayak Lo, inget itu!," Kata-kata Bima selalu terlintas di ingatanku. Aku merasa jadi perempuan yang tak punya harga diri diperlakukan seperti itu oleh Bima dan Langit. Perasaan ditolak kedua kakak-beradik itu melahirkan trauma bagiku. Tapi, bagaimana aku bisa menghindar. Ibu sudah terlanjur bahagia dengan rencana pernikahan ini. Mampukah aku melanjutkan perjodohan ini? Entahlah. Hari ini aku melanjutkan kegiatanku seperti hari-hari lainnya. Bekerja di perpustakaan dan mulai menyiapkan kebutuhan ibu untuk pergi ke rumah sakit. Ibuku memang memiliki penyakit hipertensi. Sesekali memang harus check up ke rumah sakit. Karena itulah hari ini aku izin pulang lebih awal dari biasanya. Padahal jam kerjaku di perpustakan terbilang cukup singkat dibanding dengan bekerja di perusahaan yang menghabiskan waktu 8 jam sehari bahkan lebih. Sementara diriku hanya perlu w
Hari ini Senja mendapat undangan untuk menemani Bima ke sebuah pesta pernikahan kolega bisnisnya. Sebagai Direktur di Prisma Group, tentunya Bima harus menuruti sang Ayah untuk mengajak Senja sebagai calon istrinya ke pesta tersebut. Begitu juga Langit yang akan menghadiri pesta sebagai salah satu keluarga Prisma Group. Senja yang sejak awal tak tertarik ikut akhirnya mulai berpikir untuk menyiapkan alasan menolak. Tapi makin lama dia tak tahu harus beralasan apa untuk menolaknya. “Bu, kalau Senja nggak ikut saja bagaimana. Malu lah bu, Senja nggak pernah ikut acara seperti itu.” Ibunya yang dari tadi memilihkan gaun yang harus dipakai putrinya untuk pesta itu menghentikan aktivitasnya. “Kan ada calon suamimu Senja. Bima pasti menjagamu disana, kenapa harus malu,” kata ibu, “Ini bisa membuat kamu dan Bima lebih mengenal satu sama lain.” Bukannya senang dan tenang. Senja malah semakin was was untuk ikut ke pesta tersebut. Hal itu karena Bima yang sedari awal sudah mengatakan dia
Sampai di kediaman Prisma Group, Senja, Langit, dan Bima mulai masuk. Baru kali ini Senja memasuki kediaman Prisma Group. Begitu takjub dengan interior mewah yang menyambutnya. Tangga melingkar di tengah ruangan menambah kesan mewah. "Tunggu disini! Nyokap mau ketemu Lo," kata Bima sedikit ketus, "Gue bingung kenapa Mommy harus pilih lo jadi istri gue."Bima langsung berlalu menuju kamarnya dan meminta art memanggil Nilam.Senja yang mendengar itu langsung menunduk diam. Langit yang melihat Bima memperlakukan kasar malah merasa iba dengan Senja. Pasalnya, dia dulu juga bersikap seperti itu dengan Senja dan sekarang dia menyesal. Setelah mengenal Senja meski hanya lewat chat, Langit sangat nyaman dan memiliki perasaan kepadanya. Senja memiliki karakter yang lembut dan menarik. "Kamu bisa duduk disini sambil nunggu mommy datang," tunjuk Langit ke arah sofa ruang tamu, "Aku ke kamar dulu ganti baju."Senja hanya mengangguk dan mengikuti instruksi Langit. Dia melihat kakak beradik itu
Apakah kamu percaya jika cinta pertama bisa datang kapan saja dan tak terduga. Rasa yang hadir tanpa permisi dan juga membuat banyak luka ketika ingin pergi.Mungkin itulah gambaran kisah Senja dengan cinta pertamanya. Dia memiliki trauma dengan lawan jenis, cinta pertamanya tak semulus cerita di layar kaca. Membuatnya mematung melihat sumber luka hatinya berdiri saat ini di depannya. Pertemuan Senja dengan Langit Biru tentunya akan membawa luka baru,Laki-laki itu menatap Senja penuh selidik. Merasa tak asing dengan paras perempuan di depannya. Begitupun Senja yang terlihat shock tak pernah dibayangkan teman kencannya adalah Langit Biru. Dia kaget bukan main. "Kayaknya aku pernah ketemu kamu deh. Tapi dimana ya?," Langit membuka percakapan. Apa? Dia lupa denganku? Tak mungkin?!, batin Senja tak terima.Merasa tak terima semudah ini dia lupa. Senja merasa kecewa dan memikirkan jika dirinya memang tak istimewa untuk laki-laki itu.. Ternyata memang benar tak pernah ada rasa sejak dul
POV: Senja Ada pepatah bilang keledai yang bodoh saja tak ingin terperosok di lubang yang sama.. Sedangkan diriku malah mengulang kesalahan yang sama… "Kamu mau kan menikah denganku?," kataku sekali lagi pada Langit. Langit terlihat terkejut dengan pertanyaan absurd dariku. Mungkinkah dia menganggapku aneh?. "Senja, kukira ini terlalu singkat. Aku baru mengenalmu dan kita baru saja bertemu," katanya. Apa? Baru saja bertemu. Dia betulan lupa denganku?. Apa ini akan jadi penolakan kedua?. "Jadi, kamu tidak mau?," tanyaku melemah. "Aku pikir aku harus mengenalmu lebih jauh. Aku menyukaimu tapi hanya sekedar teman saja. Nggak kepikiran sampai harus menikah," jelasnya panjang. "Bodoh sekali aku harus mendengar ini yang kedua kalinya," kataku lirih. "Apa maksudmu?," tanya Langit. "Sepertinya kamu betulan lupa denganku Lang. Aku Ika perempuan dekil yang dulu pernah kamu permalukan di SMA," ujarku sambil menatapnya. Langit mengerutkan dahinya berpikir apa yang sebenarnya aku