Share

BAB 3

POV: Senja

Sesampainya dirumah aku memasuki kamar dan mulai meletakan tas yang kubawa bertemu dengan Langit. Menoleh sejenak ke arah meja dekat ranjang. Kutarik perlahan kursi dan mulai duduk. 

Aku memandangi sebuah foto masa SMA ku, begitu dekil terlihat. Kulit kusam, kacamata lengkap dengan kepang dua. Sambil berfikir mengapa aku berpenampilan seperti itu dulu. 

Lalu, ku alihkan pandanganku ke foto yang baru -baru ini kuambil. Iseng menjejerkan dua foto tersebut. Terlihat sangat kontras sekali. Satu foto terlihat buruk rupa sedang lainnya sangat cantik jelita. 

Benar, diriku berubah setelah kejadian pembullyan SMA. Waktu itu bukanlah masa indah dalam hidupku. Bahkan kenangan indah putih abu-abu yg katanya sangat bahagia tak berlaku untukku. 

Yang kuingat hanya siraman air di toilet atau bau sampah di belakang sekolah. Dan beratnya mengangkat meja dari lantai 1 ke lantai 3. Semua kenangan buruk mulai berputar di otakku. 

Flashback on

Di toilet sekolah SMA Persada terdengar kegaduhan di dalamnya. Seorang gadis sudah basah kuyup dikerubungi oleh 5 gadis lainnya. 

"Rasakan!!!!," teriak salah satu gadis.

"Makanya jadi cewek jangan suka kepedean, dikasih perhatian dikit baper," kata yang lain. 

Sambil meneteskan air mata gadis yang diteriaki itu tetap berjalan menuju kelasnya sambil basah kuyup. Dengan menahan malu, gadis yang ternyata Senja waktu SMA itu berjalan menyusuri koridor menuju UKS. 

Berharap ada seragam yang bisa dikenakan disana. Biasanya ada baju ganti yang ditinggalkan beberapa siswa di UKS. Sambil berjalan Senja melewati lapangan yang ternyata ramai orang. 

"Lang, pacar kamu tuh basah kuyup gitu habis ngapain??," ujar laki-laki di lapangan pada Langit. 

Langit menoleh melihat Senja yang terus berjalan menuju UKS. Dirinya sebenarnya kasihan dengan gadis itu. Namun, karena gengsinya Langit malah mengucapkan hal menyakitkan.

"Kalo ngomong pake otak, dekil gitu bukan selera aku tau," kata Langit pada temannya. 

Tak sengaja terdengar oleh Senja yang tak kuasa menahan air matanya semakin deras jatuh. Sungguh kejam sekali, pikir Senja. 

Hari-hari pembullyan Senja tak selesai di hari itu. Selama bertahun-tahun dirinya menjadi bulan-bulanan. Keputusan mengucapkan cinta pada Langit membuat Senja menjadi trauma dengan cinta. Dan Senja memutuskan tak akan lagi berhubungan dengan Langit.

Flashback off

Kembali sadar dari lamunanku dan terdiam sejenak, mengingat keputusan yang sudah pernah kuucapkan yakni tak ingin berhubungan dengan Langit. Maka kuputuskan untuk tak menghubunginya lagi lewat aplikasi dating dan menghapus aplikasi itu. Kuraih tasku dan ku keluarkan benda pipih dari dalam yang tak lain hp.

“Sebaiknya memang lebih baik aku hapus saja aplikasi ini,” ucapku sambil menghapus aplikasi dating itu. 

Nampak ada satu pesan yang belum kubaca. Sekilas kulihat notifikasi yang tertulis siapa pengirimnya, Langit. Betul, pesan itu dari Langit, hatiku berperang harus membuka pesan tersebut atau aku biarkan saja. Jika aku membukanya pasti dia menanyakan tentang hal tadi. Jadi, kuputuskan saja untuk tidak membuka pesan Langit dan langsung menghapus aplikasi itu dari hape milikku. 

“Memang lebih baik seperti ini, kamu tak perlu tahu siapa aku. Karena aku juga tak ingin terlibat denganmu,” ucapku bermonolog sambil mengingat Langit. 

Kuputuskan untuk tak ingin terlibat dengan laki-laki yang membuat trauma di hidupku. Membuatku merasa tak pernah pantas untuk dicintai, bahkan membuatku membenci diriku sendiri. Dia yang beri luka dalam diriku, untuk apa aku harus mengemis cinta lagi padanya. 

“Dasar bodoh, kenapa juga aku berharap dia menerima ajakanku menikah. Dasar Senja Bodoh!!!!,” aku merutuki diri sendiri sambil berguling-guling di ranjangku. 

Setelah puas merutuki kebodohan ku, aku langsung beranjak duduk dan memikirkan hal yang harus kukatakan pada ibu. Memang benar aku tak akan pernah menang melawan Ibu.

“Baiklah, aku akan menerima siapa saja pilihan ibu,” kataku sendiri.

Tapi, kalau yang dijodohkan padaku lebih tua gimana ya?

Jangan-jangan dia jelek lagi?

Atau mungkin dia duda, aduh gimana ini?. 

Overthinking Ku mulai datang lagi, pikiran-pikiran buruk mulai datang setelah memikirkan ingin menerima lelaki pilihan Ibu. 

“Sudahlah, hadapi saja. Mau jelek, duda, tua gapapa deh yang penting Ibu bahagia,” ucapku menghibur diri dan langsung tidur. 

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status