Share

Bertemu Musuh Lama

“Nona? Apa kamu tidak apa-apa?” Tanya pria itu yang rela membasahi tubuhnya dengan derasnya hujan. Elissa hanya menggelengkan kepalanya tanpa melihat pria itu.

“Maafkan aku, aku tidak dapat menyelamatkan tas kamu dari penjahat itu.” Ungkap Arga. Elissa tetap berdiri diam dan menunduk. Namun suara Arga membuat Elissa sadar akan suatu hal.

‘Suaranya kayak tidak asing.’ Gumam Elissa, lalu dengan cepat mendongak ke arah sumber suara pria yang menolongnya tadi.

“Kamu?” Ucap Arga setelah sadar dia tengah bicara dengan siapa saat itu. Elissa adalah wanita yang tidak dia suka, begitu juga Elissa.

“Arga!” Tampaknya, Elissa lebih membenci Arga. Dia langsung berjalan meninggalkan Arga saat itu tanpa peduli hujan turun lebat.

Entah apa yang membuat mereka saling membenci kala itu.

“Sial, tahu begitu aku tidak akan bantu dia tadi. Dasar wanita sombong, ada masanya kamu akan berada di bawah.”

Jedarrrr! Tiba-tiba suara petir sangat kuat dan kilat saling menyambar.

Beberapa saat kemudian, Elissa sampai di rumah dalam keadaan basah kuyup.

“Elissa, kenapa kamu basah seperti ini?”

“Sudah tahu hujan, kok masih tanya.” Cetus Elissa ketika baru sampai rumah, namun langsung mendapatkan pertanyaan dari mamanya.

“Iya, Mama tahu kalau hujan. Yang jadi pertanyaan, kenapa kamu hujan-hujanan? Lihat gaun kamu, sayang jadi rusak.”

“Sudahlah, Ma. Tidak usah berlebihan, aku tahu kok yang terbaik untuk diri aku sendiri. Sudahlah, aku lelah. Aku ingin istirahat.”

“Elissa, kamu kenapa? Kok aneh banget sih?” Mama mengerutkan keningnya.

“Ya ampun, Ma. Aku bukan anak kecil lagi yang harus apa-apa dijawab ‘kan?

“Elissa, diam kamu. Mama tanya baik-baik. Kok kamu malah seperti itu, kamu ‘kan anak Mama. Wajar kalau mama tanya dan khawatir sama kamu.”

“Oke, baiklah. Mama aku yang paling aku sayang. Yang aku cintai, Mama ‘kan super baik banget nih. Jadi aku mohon, izinkan aku ganti baju dan istirahat dulu ya? Maaf kalau aku bicara lantang tadi.” Kali ini Elissa sengaja berucap sangat lembut pada mamanya. Karena tidak ingin ada keributan lagi di antara mereka.

“Hem, ya sudah sana.” Balas Mama dengan menggerakkan bibirnya ke pipi kanan. Elissa hanya tertawa kecil lalu menutup pintu setelah berhasil membuat mamanya kesal.

“Loh, bukannya Elissa tadi pulang berjalan? Di mana mobilnya? Pasti di tinggal di tempat pesta tadi. Dasar tuh anak!” Gerutunya. Lalu mama pun segera memerintahkan sopir untuk mengambil mobil Elissa yang di tinggal tanpa memastikan dulu dengan Elissa. Karena Mama tahu benar kebiasaan buruk Elissa.

Setibanya di dalam, Elissa merebahkan tubuhnya di ranjang dengan mulut yang terus menggerutu. Entah masalah dengan Frans, Diana, atau dengan Arga tadi. Namun kenyataannya adalah...

“Arrragggh, kenapa sih hari ini aku sial banget. Pertama Diana sudah sombong dan hina aku di depan orang banyak. Kedua, untuk ke sekian kalinya aku di tolak Frans. Padahal apa kurang dari aku? Aku cantik, kaya. Akan tetapi tidak membuat dia untuk tertarik sama aku. Atau jangan-jangan, dia sudah punya kekasih lain seperti yang di katakan Audrey tadi? Rasanya tidak mungkin, sejauh ini aku cari tahu tentang asmara dia, akan tetapi tidak ada tanda-tanda seorang wanita. Hem! Astaga. Kenapa tiba-tiba wajah pria itu mengganggu aku lagi.”

Elissa mengingat wajah Arga lagi saat bertemu tadi.

“Arrggh, sepertinya ini lebih parah dari Diana dan Frans deh. Kenapa sih hari ini sial terus. Kenapa aku harus ketemu lagi dengan Arga di kota ini.”

Elissa saat ini benar-benar sudah merasa sial karena di ejek Diana, di tolak Frans dan akhirnya bertemu dengan pria yang paling dia benci.

“Modal cantik dan kaya saja tidak cukup. Kalau sombong dan pemilih sama saja tidak ada gunanya. Bahkan seorang pangeran bangsawan pun mungkin tidak akan mau menikahi gadis sombong seperti Elissa.”

“Sssstttt! Jangan asal bicara kamu. Kalau sampai nona Elissa dengar bagaimana?” Sahut pembantu lainnya.

Tampak beberapa pembantu tengah berbincang membicarakan Elissa sang majikan. Di tengah kesibukan memasak di dapur, saat itu beberapa orang asyik membicarakan tuan putri yang sombong itu. Siapa lagi kalau bukan Elissa yang di kenal angkuh saat ini.

“Biarkan saja, aku tidak takut. Memang kenyataannya seperti itu bukan?” Ucapnya lagi.

“Terserah kamu saja deh.”

“Apa-apaan ini? Jangan kalian pikir aku tidak mendengar semua pembicaraan kalian barusan. Aku dengar semua, akan tetapi aku tidak tahu siapa yang sudah berkata buruk tentang aku. Siapa? Jawab dengan jujur, atau kalau tidak.” Elissa sejak tadi sudah menguping pembicaraan para pembantu yang tengah membicarakan dirinya. Karena banyak pembantu, sehingga Elissa tidak paham dengan suara siapa yang sudah bicara tentang dirinya.

“Kami tidak bicara apa-apa, Nona.” Ucap salah satu membuka pembicaraan.

“Jangan coba-coba berbohong dengan aku. Atau kalau tidak kalian semua akan terima akibatnya.”

“Ma-maaf, Nona. Kami sungguh tidak bicara soal, Non Elissa.” Ucap salah satu pembantu dengan gugup.

“Lalu kalau tidak bicara soal aku, soal apa lagi? Apa mungkin bicara soal orang lain, akan tetapi sebut nama aku dan bicara buruk tentang aku dengan jelas. Sudahlah, jawab saja?”

Semua hanya terdiam dan saling berpandangan. Namun Elissa sudah tidak sabar. Elissa gebrak meja dapur saat itu juga sehingga menimbulkan suara keras.

Brak! Tangan berkecak pinggang, sepasang mata menatap tajam satu persatu wajah pembantu.

“Baik, kalau tidak ada yang mengaku satu pun. Maka kalian semua yang ada di sini aku pecat.” Ucap Elissa lantang. Semua pembantu terperangah kaget mendengar ucapan Elissa. Sehingga mereka tadi yang menutupi kesalahan temannya, akhirnya pembantu yang bernama Evita di dorong ke depan Elissa langsung sampai jatuh tepat di depan kaki Elissa.

“Nona, Evita lah yang bicara buruk tentang Nona Elissa tadi.” Jelas Ruri.

“Oh, jadi kamu Evita?” Elissa sengaja berdiri lebih dekat dengan Evita. Saat itu, Evita hanya tertunduk diam ketakutan lalu berdiri. Karena mereka semua juga pasti tahu, apa pun yang di lakukan Elissa pasti akan di laksanakan hari itu juga.

“Kamu aku pecat!”

Benar saja, ucapan itu melayang bebas ke udara. Sehingga Evita juga tidak dapat lagi memberikan alasan apa pun.

“Nona, maafkan aku. Aku memang salah sudah bicara sembarangan. Maafkan aku, Nona. Jangan pecat aku. Aku masih ingin kerja di sini. Aku masih butuh pekerjaan.” Evita berlutut di depan Elissa. Elissa tidak segan-segan lagi langsung menendang Evita hingga terjatuh.

“Kamu tidak perlu merayu aku lagi. Keputusan aku sudah bulat. Aku tidak suka pengkhianat seperti kamu, Evita.” Ucapnya lantang.

Hari itu, tidak segan-segan lagi Elissa bertindak atas perilaku dan ucapan Evita yang tidak layak di dengar. Elissa tidak suka dengan pengkhianatan dalam rumahnya. Apa lagi hanya seorang pembantu, dengan mudahnya dia bereskan dan mencari pembantu yang baru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status