Tertegun beberapa saat setelah mendengar permintaan ceria dari istrinya. Setelahnya, Bima kini melangkah menyusul langkah sang istri yang kini duduk di kursi dan keduanya kini saling berhadapan. "Mari kita selesaikan semuanya," kata Marina kembali mengulang kata menyelesaikan yang berarti menyelesaikan pernikahan di antara keduanya. "Apa maksudmu?" tanya Bima tampak menatap serius. "Aku ingin kita selesaikan sandiwara ini. Aku sudah terlepas dari cengkraman mafia itu, dan pernikahan kita pun sudah tidak di perlukan lagi," jawab Marina menatap yakin. Bima menatap Marina tajam, tangannya mengepal kuat di atas meja. Tak habis pikir kalau dia istrinya itu akan meminta cerai, bahkan pernikahan keduanya belum genap satu minggu berjalan. "Jadi kau mau membuangku setelah semua yang terjadi?" tanya Bima tajam. Harga dirinya terasa sangat tergores, dia hanya di butuhkan untuk menjadi tameng agar Marina terbebas dari Mafia yang mengejarnya. Dan sekarang, setelah semuanya berakhir, dia akan
28.Pagi hari di kediaman Bhaskara terasa sepi. Pagi ini hanya ada Tuan dan Nyonya Bhaskara yang tampak mengisi meja makan. Tak lama setelahnya anak sulung dan menantunya pun ikut bergabung. "Bima sama Rina mana?" tanya Bian saat akan sarapan dan hanya melihat kedua orangtuanya sedangkan kursi adik dan adik iparnya terlihat kosong.Sarah yang tak melihat adik iparnya pun bertanya hal sama. "Mereka honeymoon, Mi?" Amelia yang tengah memakan roti panggangnya tersenyum mendengar kata honey moon. Sebuah ide kini melintas di otak cantik mertua Marina itu. "Itu ide bagus sayang. Sepertinya kita harus segera membuat mereka pergi honeymoon."Bima mengernyit mendengar ucapan Amelia. Dia bertanya keberadaan Bima dan Marina, sedangkan Amelia malah membayangkan honey moon antara putra bungsu dan menantu barunya. Sedangkan Sarah ikut mendukung usul mertuanya itu. "Mereka menginap di rumah Rina," kata Bhaskara menyahut melihat ekspresi aneh Bian. Kedua pasangan calon ayah dan Ibu muda itu tampa
29.Benar saja, Amelia memanfaatkan keadaan untuk melancarkan usahanya untuk memepersatukan anak dan menntunya dengan merencakan bulan madu untuk pasangan pengantin baru itu. "Bulan madu?!" seru Bima dan Marina bersamaan. Bhaskara yang mengetahui niat istrinya kini terkekeh seraya memberi acungan jempol pada sang istri. Amelia menatap penuh kemenangan pada kedua muda mudi didepannya. Dia bukan tidak tahu kalah Marinalah yang pasti meminta pisah rumah denganya. Tapi, sebelum itu terjadi dia harus membuat strategi dulu agar hubungan keduanya semakin dekat dan kalau oun mereka pisah rumah sudah harus ada benih-benih cinta diantara keduanya. Dan dengan acara bulan madu inilah, Amelia berharap benih itu tumbuh diantara kedunya. "Ya, bulan madu. Bukankah setiap pasangan yang baru menikah akan melakukan bulan madu?" Senyum Amelia terukir dengan manis. Dia yakin kalau Marina tidak akan bisa menolak apalagi ini adalah syarat agar mereka bisa keluar dari kediaman Bhaskara. "Tapi Mi, Rina b
Bima baru saja melangkahkan kakinya untuk kembali menimati suasana sore. Namun, lagi-lagi suara teriakan sang istri membuatnya kembali berbalik dan berjalan cepat untuk memeriksa apa yang terjadi. "Aaaaahhhh!!" teriak Marina melempar kopernya. "Ada apa lagi? Kenapa kau suka sekali berteriak?" keluh Bima kesal tapi juga khawatir terjadi sesuatu pada sang istri. Marina menatap Bima dengan tatapan yang entahlah ..."Ada apa?" tanya Bima lagi. Bima melihat arah tatapan Marina pada kopernya yang kini tergeletak di pojokan karena tadi Marina melemparnya. "Ada apa? Ada sesuatu di dalamnya?" Lagi-lagi Marina diam. Dia terlalu malu untuk menjelaskan pada Bima apa yang sebenarnya terjadi. Karena tak mendapat jawaban dari sang istri, Bima memeriksa sendiri koper yang terbuang itu. Namun suara Marina menghentikannya. "Kenapa lagi?" tanya Bima. "Aku akan memeriksanya, apa ada kecoak di dalamnya?" Marina menarik lengan Bima agar lelaki itu menjauh dari kopernya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Ka
Bima mendekat dengan berlari kecil menghampiri sang istri yang kini tengah mengambang di air. Lelaki tampan itu mendnegkus kesal, karena Marina membuatnya khawatir. "Heii Marina apa yang kau lakukan?!" Marina yang mendengar suara Bima mendekat keluar dari air dan langkah Bima yang mendekat ke arahnya tiba-tiba terhenti saat melihatnya keluar dari air dengan hanya menggunakan bikina two piece yang sangat sexy. "Ap apa yangg kau kau lakukan?" Bima tergagap melihat pemandangan indah di depannya. Dia meneguk salivanya melihat bagaimana indanhnya tubuh sintal itu. Ternyata di balik pakaian udik dan tidak modis itu terdapat tubuh sintal yang begitu indah. Bima mengerjapkan matanya dan langsung membalikkan badan. Dia tidak bisa berlama-lama melihat pemandangan yang membuat jantungnya berdebar kencang. Dan lagi Marina pasti mengumpat marah kalau ketahuan dia menatap lekat tubuh indahnya. "Apa yang dia lakukan? Kenapa berpakaian seperti itu?" Bima bergumam seraya menetralkan hati dan jant
1.Seorang laki-laki tampan berhasil merebut perhatian pengunjung sebuah restoran mewah. Langkah tegap dengan garis wajah tegas namun terus menampilkan senyum manis, membuat beberapa pengunjung perempuan di sana menatap terpana padanya. Bima Mahesa, lelaki dengan paras tampan, juga postur tubuh atletis membuatnya terlihat sangat menawan. Jangan lupakan senyum ramah yang selalu menjadi andalan pemikatnya. Bima merupakan seorang Dosen muda di Universitas swata di Ibu kota. "Siapa memangnya yang mampu menolak pesonaku?" kekeh Bima narsis. Dia menyadari menjadi pusat perhatian beberapa gadis yang masih tak mengalihakn pandangan darinya. Menjadi pusat perhatian dan idaman para perempuan memang tujuannya. Duduk dengan nyaman, Bima mengedarkan pandangan mencari sosok yang akan dia temui. Lima menit menunggu, akhirnya orang yang ditunggu pun datang. Bima menatap tak percaya pada perempuan yang datang dengan mengenakan pakaian formalnya. "Apa dia tidak punya pakaian lain? Akhh, mataku sak
2. Marina berdecak kesal setelah meninggalkan Bima yang terperangah. "Dasar pria gila! Narsis! Dia pikir aku mau menikah dengan pria sepertinya! Amit-amit Tuhan!" Marina bergegas memberhentikan taxi lewat. Sepanjang jalan, dia terus menggerutu kesal. "Hah, bodohnya kau Marina! Kenapa kau harus menemui pria gila itu," cerocosnya masih penuh amarah. "Dan kenapa pria itu sangat terobsesi dengan pakaianku? Apa dia punya kelainan? Argh menyebalkan."Supir taxi di depannya hanya diam mendengarkan ocehan Marina yang terdengar berapi-api dan penuh emosi. Dari awal dia memasuki restoran, dan melihat gelagat Bima yang selalu tebar pesona dan menebar senyum itu, Marina sudah merasakan akan mendapat hinaan-hinaan yang lebih menyakitkan dari sebelumnya. Apalagi melihat beberapa pengunjung di sana memnag sangat cantik dan berkelas. Dan ternyata benar dugaannya bukan? Bima menghinanya dengan sangat congkak dan pandai. "Ah, andai dia bukan putra Pak Bhas, sudah ku pelintir kepalanya." Marina tak
3. Wajah Bima semakin merah padam. Harga dirinya jatuh berkeping. Bagaimana bisa matanya tak berkedip menatap dua tonjolan besar di dada Marina. Marina mendorong tubuh besar Bima yang menempel padanya. Dia menatap Bima yang melongo dengan tatapan mengejek. "Puas melihat apa yang sering kau hina?" katanya seraya kembali duduk di kursi. Sesaat Bima linglung, saat sadar dia meneguk saliva kasar, dan mengutuk dirinya sendiri, karena dengan tololnya matanya malah fokus pada dada Marina juga bibir ranumnya."Sialan! Mati saja kau Bima!" rutuknya dalam hati. "Jangan geer! Kau bukan tipeku" kilahnya menutupi kegugupan. "Bicara pada Ayah dan pastikan dia membuka kembali blokiran semua kartuku," perintahnya.Marina hanya diam, enggan meladeni Bima dan terus berusaha memfokuskan diri pada pekerjaan. "Aku sedang bicara denganmu!" geram Bima. "Dengar! Aku sudah memberimu uang. Lakukan tugasmu dengan benar."Kesal, karena Marina bergeming tak menjawab. "Dasar perempuan udik! Kau memang menye