Share

5. Sekar Datang Menemui Lintar

Dengan demikian, Dani pun langsung menjawab, "Menurut pandanganku, Sekar itu baik. Tapi—" kata Dani berhenti sejenak.

"Kok, ada tapinya?" potong Lintar mengerutkan kening menatap wajah Dani.

"Dengarkan dulu!"

"Baik, aku akan mendengarkan saran kamu. Tapi ingat, jangan becanda!"

Dani hanya tersenyum, kemudian melanjutkan perkataannya, "Kamu cocok dengan dia, tapi akan lebih cocok lagi jika kamu berhubungan dengan wanita lain! Jangan sama si Sekar, dia itu rumahnya dekat dengan si Eva. Jangan sampai hubungan kamu dengan si Sekar akan menumbuhkan rasa sakit hati dalam diri si Eva."

Apa yang dikatakan oleh Dani memang benar adanya. Sejatinya, Dani tidak mau jika sahabatnya itu, kembali terlibat masalah jika memutuskan untuk berhubungan dengan Sekar yang merupakan tetangga dekatnya Eva.

"Terus sama siapa, dong?" tanya Lintar bingung.

"Ya, kamu carilah! Kamu ini, 'kan playboy, masa tidak bisa cari wanita yang lebih baik dari si Eva," jawab Dani sambil tersenyum lebar.

Lintar hanya diam saja mendengar kalimat-kalimat yang keluar dari mulut sahabatnya itu.

Kemudian Dani kembali berkata, "Kalau menurutku, kamu itu lebih cocoknya pacaran sama Ci Memen tukang jualan bapau itu!" seloroh Dani sambil tertawa lepas.

Mendengar perkataan Dani seperti itu, sontak Lintar langy melempar bantal ke arah Dani sambil berkata, "Bukannya memberikan jawaban yang benar malah meledek," hardik Lintar mendelik.

Dani terus tertawa, seakan-akan merasa puas melihat sahabatnya mulai tersulut emosi. Kemudian, ia berkata lagi, "Cari kekasih itu harus disesuaikan dengan kualitas umur, Tar! Biar kamu tidak merasa jomplang!" saran Dani tak henti-hentinya tertawa.

Lintar mengerutkan kening, menatap tajam wajah Dani. Seakan-akan, ia tidak memahami apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.

"Maksudmu?"

"Iya, pacaran sama wanita seumuran apa pun memang cocok-cocok saja. Tapi, 'kan tidak baik juga pria tampan seperti kamu punya kekasih seorang anak ABG seperti si Sekar, ditambah lagi dia itu tetangga dekatnya Eva," tandas Dani.

Lintar diam termangu, sejatinya ia mulai menyadari bahwa ucapan kawannya itu ada benarnya juga. "Ya, apa yang kamu katakan memang benar," desis Lintar.

Dengan demikian, Lintar mulai memutuskan untuk tidak menerima Sekar atau siapa pun gadis yang ada di sekitar tempat tinggalnya yang selama ini sudah terang-terangan menyatakan perasaan mereka terhadapnya.

Tidak terasa, perbincangan mereka terus berlanjut hingga menjelang tiba waktunya azan magrib. Setelah itu, Dani pun mengakhiri perbincangan tersebut. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Lintar, "Sudah mau magrib, aku pulang dulu, Tar."

"Tidak mau makan dulu, Dan?"

Dani menatap wajah Lintar, kemudian menjawab, "Makan daging tikus?" Dani tertawa sambil melangkah berlalu dari hadapan sahabat baiknya itu.

Lintar hanya bergeleng kepala sambil tertawa memandangi langkah Dani yang sudah melangkah keluar dari kediamannya. Lantas, ia kembali merebahkan tubuh di atas sopa. Saat itu, Lintar mulai menelaah ucapan Dani.

"Benar juga apa yang dikatakan Dani tadi, aku harus mencari calon pendamping yang usianya sedikit lebih tua dariku yang mapan dan yang berpendidikan, juga bukan orang sini," desis Lintar. "Berarti apa yang dikatakan oleh almarhum kakekku itu memang benar. Jodohku bukan seorang gadis dari kampung ini," desisnya lagi sambil tersenyum-senyum sendiri.

Hingga pada akhirnya, Lintar memutuskan untuk berhenti memberikan harapan bagi para gadis yang suka mendekatinya. Terutama bagi para gadis yang ada di sekitar kediamannya yang selama ini mengejar-ngejar cintanya.

"Ya, Allah! Maafkan hamba-Mu ini, karena selama ini hamba telah banyak memberikan harapan kepada gadis-gadis di kampung ini."

Lihat bangkit dan langsung keluar rumah, ia melangkah menuju sebuah warung yang berada di sebrang jalan tidak jauh dari kediamanya. Lintar hendak membeli makanan dan minuman ringan untuk persediaannya di rumah.

"Assalamualaikum, Bu," ucap Lintar berdiri di depan warung tersebut. 

"Waalaikum salam," sahut sang pemilik warung dari dalam warung.

"Saya mau beli air mineral sama kue ini, Bu!" Lintar menunjukkan sebungkus kue kering yang ia raih dari meja warung tersebut.

"Iya, Nak. Minumannya ambil saja ada di depan!" jawab wanita paruh baya itu. 

Lintar langsung mengambil sebotol air mineral berukuran besar dan langsung meletakkannya di atas meja.

"Ini kantung keseknya, Nak!" Pemilik warung itu menyerahkan kantong kresek merah kepada Lintar.

"Iya, Bu." Lintar langsung memasukan makanan dan minuman itu ke dalam kantong kresek tersebut. Setelah itu, ia langsung membayarnya.

"Maaf ya, Nak Lintar. Bukan maksud Ibu mau ikut campur dalam persoalan kamu dengan Bu Rasti, tapi Ibu hanya kasihan saja melihat kamu dimarahi Bu Rasti kemarin," ucap wanita paruh baya itu sambil meraih uang yang diberikan Lintar. "Sebaiknya kamu tidak usah dekat lagi dengan anaknya Bu Rasti!" sambungnya lirih.

"Iya, Bu. Orang kaya memang seperti itu, mungkin Bu Rasti tidak ingin melihat Eva bergaul dengan saya karena saya orang miskin dan hidup sebatang kara," jawab Lintar.

"Iya, Nak Lintar. Buka hany Ibu saja, semua tetangga di merasa prihatin melihat kamu dicaci maki sama Bu Rasti. Ibu harap kamu tetap bersabar dan tawakal! Insya Allah, orang baik sepertimu akan mendapatkan kedudukan yang baik pula," tandas wanita paruh baya itu.

"Iya, Bu. Terima kasih banyak," ucap Lintar.

Setelah itu, ia langsung pamit kepada sang pemilik warung, dan langsung berlalu dari warung tersebut, kembali melangkah menuju kediamannya.

'Kasihan si Lintar, hidupnya terus dibayangi oleh kebencian Bu Rasti,' kata pemilik warung itu dalam hati. 

* * * 

Pagi harinya, sekitar pukul setengah delapan. Lintar tengah melakukan aktivitas di kediamannya, karena hari itu merupakan hari libur nasional.

Selesai menjemur pakaian, Lintar menyibukkan diri dengan melakukan pekerjaan di depan rumah, ia merapikan pot bunga dan menyiram tanaman bunga kesayangannya itu.

"Kak Lintar!" panggil seorang gadis melangkah menghampiri Lintar yang tengah melakukan aktivitas di depan rumah.

Lintar menghentikan aktivitasnya sejenak, lantas berpaling ke arah gadis tersebut. "Ada, apa, Kar?" tanya Lintar menatap wajah seorang gadis yang usianya terpaut jauh darinya.

"Maaf, Kak. Sekar mengganggu, ada hal penting yang ingin Sekar bicarakan sama Kakak," jawab gadis itu lirih.

Lintar mengerutkan keningnya, menatap tajam wajah gadis tersebut. Lantas bertanya lagi, "Memangnya ada masalah apa, Kar?" Suara Lintar terdengar lembut menyentuh gendang telinga Sekar, membuat Sekar semakin salah tingkah.

Sekar terdiam sejenak. Seakan-akan, ia tengah mempersiapkan sesuatu yang hendak dibicarakan dengan pemuda tampan itu.

"Maaf, ya, Kak. Sekar hanya ingin mempertanyakan tentang kedekatan Kakak dengan Eva," jawab Sekar lirih.

Lintar hanya diam menyimak apa yang dikemukakan oleh gadis cantik berkulit putih itu.

Kemudian, Sekar kembali melanjutkan perkataannya, "Apakah Kakak punya hubungan spesial dengan dia?" tanya Sekar.

Lintar hanya tersenyum-senyum saja mendengar pertanyaan tersebut. Ia merasa bingung kenapa Sekar bertanya seperti itu?

"Kok, malah diam sih, Kak?" tanya Sekar penasaran. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status