Indira tak mau pulang. Ia menolak permintaan Bian yang menyuruhnya pulang, bahkan Rentina juga secara sengaja memujuk Bian agar menerima kehadiran Indira. Dia memang berada di rumah sakit. Namun, beberapa hal pribadi tidak bisa dibantu oleh suster. Begitu alasan Rentina.
Dari pada berkepanjangan rebut, Bian hanya diam saja. Ia sama sekali tak mau meladeni Indira. “Terserah apapun yang akan kau lakukan!” tegasnya.
Jika bukan karena tujuna, Indira juga tak mau repot berurusan dengan manusia batu seperti Bian. Karirnya sudah hancur setelah isu tentang perselingkuhan mereka. Tidak ada rumah produksi atau kliennya yang membutuhkan jasanya, padahal ia sudah susah payah membangun portofolio sebagai artis muda. Terkadang, ia juga merindukan ruang akting. Rentina menghibur Indira dengan menawarkan pengajaran vokal secara gratis.
Siapa yang tak mau menjadi murid Rentina? Di luar sana sangat banyak orang yang berbondong-bondong ingin menjadi murid musisi legend
“Brian, jangan keterlaluan!” sekali lagi Rentina mengingatkan Brian. Indira masih tamu di rumah ini, sudah seharusnya ia diperlakukan dengan hormat.Brian tetaplah Brian. Ia tak terlalu menggubris kemarahan Rentina. Lagi pula ia tak berbohong ayam itu memang keras.Bian yang tak watak adik kandungnya ingin menyicipi ayam tersebut juga. Namun, Indira memagangi tangannya, “Jangan,” katanya sambil menggeleng bahkan matanya terlihat berkaca-kaca.“Ini tidak layak untuk dimakan.” Indira buru-buru mengambil piring ayam tersebut dan bergegas membuangnya ke dalam tong sampah. Ia merasa gagal dan malu sekaligus. Mengingat sikap Brian membuatnya kecewa pada diri sendiri.Rentina menginjak kaki Brian, “Tidak bisakah kamu lebih menghargai orang lain?” ucap Rentina dengan sedikit berbisik agar Indira tak mendengar.Brian mengadu kesakitan. “Bukannya Bunda bilang kalau kita harus selalu jujur?”Y
Seperti berganti hari baru dengan stamina terbaru, Bian sudah merasa lebih baik. Telah lebih dari 1 minggu ia beristirahat dan sekarang waktunya untuk kembali bekerja. Bian menghela napas seiring dengan ingatan bahwa kondisi perusahaannya tidak baik-baik saja. Ia ingin sekali berdiskusi dengan daddy Rams tetapi nomor beliau tidak aktif dan Bunda pun tidak mengetahui keadaannya.Bian sempat menaruh curiga tentang kondisi rumah tangga Bunda dan Daddy. Ia tak menginginkan keduanya berpisah. Ini pernikahan kedua untuk bundanya, pasti akan sangat sulit baginya menerima kegagalan kembali. Ia sudah bertanya pada Bunda mengenai hal itu. Namun, hanya dibalas dengan, “Tidak ada masalah kok. Daddy sedang perjalanan bisnis saja.”Bian bukan anak seusia Ken yang mudah untuk ditipu, meski ia tak tahu kondisi jelasnya. Namun, ia tetap merasa keganjalan. Bisa dikatakan ini kali pertama Daddy menghilang tanpa siapapun penghuni rumah yang tahu.“Bian berangkat,
Menikah memang tujuan dalam sebuah hubungan asmara. Setiap pasangan ingin berakhir dalam pernikahan. Membayangkan hidup bersama dengan orang yang dicintai adalah sesuatu yang diidamkan.Bian terganggu dengan perintah Bunda tersebut. Menikahi Indira adalah sama saja menggali kuburan baginya. Ia tidak pernah mencintai Indira. Bagaimana ia bisa hidup dengan orang yang sama sekali tak dicintai?Jika dulu, ia secara suka rela bahkan tergesa-gesa ingin menikah karena ia telah menemukan seorang bidadari yang dicintai. Bidadari itu juga mencintainya. Mereka selalu berbagi kasih sayang dan perhatian. Namun, sekarang wanita yang akan dinikahinya tak sebaik bidadarinya dahulu. Benar kata Brian bahwa tidak ada hal dari Indira yang bisa dibandingkan dengan Byanca.Semakin ia menyelami pemikirannya, semakin ia merasa seperti masuk ke dalam perangkap. Biar Bian beri tahu bagaimana ia bisa bertemu dengan Indira.Cerita diawali dari ketika ia sedan
“Mas Bi, lihatlah!”Seharusnya yang didapatkan Bian ketika pulang adalah ketenangan bukan aduan dari Brian.Ia dengan malas melonggarkan dasinya dan mengambil tablet yang disodorkan Brian. Entah apa yang ada di dalam layar tersebut sehingga Brian langsung mencegah begitu sampai.“Bri, tidakkah bisa nanti saja? Aku ingin beristirahat dulu?” Bian memejamkan matanya. Sungguh ia benar-benar lelah. Seharian di kantor ia terus memikirkan pernikahan dan desakan.Bila boleh kepalanya akan berteriak lelah dan butuh istirahat.“Terserah.” Brian mengambil kembali tabletnya. Ia melenggang menaiki tangga.Baru tiga anak tangga, ia menoleh ke belakang, “Selamat atas pernikahan kedua mu, Mas.”Bian yang samar-samar mendengar hal itu langsung membuka matanya. Ia melototi Brian dengan garang, “Apa maksudmu, Bri?”Brian mengangkat bahunya dengan
Tak ada suara selain suara helaan napas berat diantara keduanya. Sebagai ibu dan anak mereka saling jatuh bersama dan bangkit juga bersama.“Kita yang memilih seperti ini, Bi.” Meski sulit dipahami bahwa Bian lah yang membuat lubang itu sendiri dan tentunya andil dari Rentina yang juga ikut menyembunyikan kebenaran.Jika ditanya apakah Rentina menginginkan Indira sebagai menantunya? Maka jawabannya, tidak sepenuhnya. Pertama ia ingin menyelamatkan nama baik Indira. Lalu, yang kedua karena ia ingin membuktikan pada Rina bahwa Bian juga bisa bahagia dengan keputusannya dan terlebih ia ingin Bian terlihat sudah melupakan Byanca.Ia hanya ingin menyelamatkan nama baik anaknya. Tak ingin terjadi sesuatu hal di masa depan dan mereka menyalahkan Bian lagi. Itu tidak adil.“Bian memilih meninggalkan Byanca, Bun, bukan untuk menggantikannya dengan wanita lain.”Bian memegangi dadanya. “Sampai kapanpun hanya By
“Udah ikhlasin aja!” Seseorang yang tak pernah masuk ke dalam kubangan kecewa yang sama denganmu akan mudah mengatakan demikian. Nyatanya untuk menopang satu kaki saja memerlukan tenaga ekstra. Meski gemetar bahkan hampir tumbang, hidup tetap berjalan. Tidak ada yang benar-benar bisa membantumu selain kayu yang dijadikan sandaran atau kursi roda sebagai topangan. Itu benda mati yang tak memiliki perasaan. Mungkin sesekali kita juga bisa menjadi manusia tak memiliki perasaan.Titik tertinggi rasa kecewa adalah ketika yang seharusnya menjadi kebahagiaan atau kesedihan akan terasa biasa saja bahkan hampir lupa mana yang seharusnya membuat tertawa atau menangis.Jangan berharap pada manusia bila tak ingin mendapatkan kecewa. Itu benar tetapi kita adalah makhluk sosial, dimana setiap harinya membutuhkan orang lain baik secara sengaja maupun tidak untuk melangsungkan kehidupan. Pernah berpikir bahwa hari ini kita tidak akan menyulitkan orang lain? Tet
Hari ini Rentina memaksa Bian untuk menemani Indira memilih gaun pengantin. Ia telah mengatur jadwal dengan desainer terkenal di negeri ini. Kebetulan desainer tersebut adalah teman Rentina. Ia adalah seorang musisi, jadi untuk mendapatkan teman di lingkungan yang sama adalah hal yang mudah. Desainer ini adalah desainer yang sama juga membuatkan gaun pengantin untuk Byanca dulu.Tak ada yang benar mengerti apa yang dipikirkan Bian. Ia tak menolak perintah Bunda tetapi ia juga tak memperlakukan Indira jauh lebih baik. Ia lebih mirip seperti kerbau yang dicucuk hidungnya. Indira tak merasa masalah pula, justru dengan kerelaan Bian menemaninya sudah merupakan kemajuan dalam hubungan mereka.Terkadang Indira mengidamkan sebuah acara lamaran layaknya sepasang kekasih yang ingin menikah. Mungkin lamaran tersebut akan dibalut dengan keterkejutan. Di tepi pantai, dikelilingi lilin kecil di sepanjang lantai, bertabur mawar dan sebuah cincin yang mengkilau. Ia hanya wanita biasa
Ketika sampai di dalam mobil, Bian membukakan tutup botol air mineral untuk Indira yang kemudian ia serahkan.“Terima kasih.”Indira tak langsung meminumnya karena ia masih mengatur napasnya. Negara ini memang sangat membenci yang namanya perselingkuhan. Tak jarang wanita lah yang sering disalahkan, meski terkadang dalam kenyataan wanita hanya dijadikan kambing hitam. Namun, tak ada yang peduli. Sekali perselingkuhan maka mereka akan tetap dianggap pengkhianat.Ia hanya wanita biasa yang tak pernah menginginkan berada di posisi seperti ini bahkan ia sendiri tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan. Semuanya seperti aliran air dari pegunungan. Tak bisa dihentikan di tengah jalan kecuali batu besar yang menyumbat.“Sebaiknya kamu membuat klarifikasi saja!” ucap Bian. Meski ia tak melihat ke depan tetapi ia tahu bahwa Indira terperangah mendengar kalimatnya.Tatapan Indira memindai Bian. Membuat klarifikasi seperti apa yang