"Hai, Cantik. Apa kau merindukanku?" sapa Setya dari sebrang sana."Hmmm ... Setya, sebenarnya ... ada yang ingin aku tanyakan." jawab Kamila yang tak ingin lagi menepis semua rayuan yang dilontarkan oleh Setya."Tanyakan saja, Sayang." Setya yang sedang bersiap untuk kembali pulang ke Desa itupun, tetap siap untuk menjawab pertanyaan dari Kamila.Kamila sebenarnya sedikit ragu untuk menanyakan hal ini pada Setya. Namun, rasa penasarannya mengalahkan segala hal."Setya. Pernikahan kita sudah ditentukan, bukan?" tanya Kamila dengan suara lembutnya."Iya, Sayang. Aku sedang bersiap untuk pulang sekarang. Kita akan menikah. Aku, dan kamu, akan hidup bahagia. Percayalah padaku." Lagi-lagi, Setya tak hentinya meyakinkan hati Kamila."Tapi ... bagaimana tentang wali pernikahanku?" Kamila mulai menanyakan hal yang sedang mengganggu pikirannya sejak tadi."Apa kamu sudah bertemu dengan ayah dan ibu?" sambungnya.Setya sudah menyangka, bahwa Kamila akan bertanya tentang hal ini. Dia juga sudah
Setya, Rizki, serta pak Jupri sudah tiba di Desa tempat tinggal Kamila serta Setya sendiri."Assalamualaikum," panggil Setya dari arah luar. Memastikan, apakah ada orang di rumah.Tak lama mereka menunggu. Seseorang menyahut dari dalam. "Waalaikumsalam." Suara lembut itu tentu tak asing di telinga Setya. Sang bunda yang akan menyambutnya.Benar saja, bu Indri membuka daun pintu lebar-lebar. Karna mengetahui bahwa anak tunggalnya akan kembali hari ini, bu Indri tak terlalu terkejut melihat kedatangan Setya. Namun, tentu saja hati wanita itu sangat bahagia melihat sang putra saat ini."Nak, kamu sudah sampai. Ada nak Rizki juga, dan, ini ...?""Oh, iya, Bun. Ini adalah pak Jupri, yang Setya ceritakan kemarin," jelas Setya, seperti mengerti apa yang akan ditanyakan oleh ibundanya.Mendengarnya, bu Indri mengangguk pelan, pertanda mengerti."Ya sudah, kalau begitu, Setya, nak Rizki, serta pak Jupri, masuklah. Kalian pasti lelah di perjalanan, bukan?" ajak bu Indri pada anak, serta kedua
Sebelumnya, Setya, Rizki serta pak Jupri, sudah menemukan solusi untuk pernikahan Setya dan Kamila. Sebab, orang tua Kamila belum berhasil ditemukan, maka pak Jupri mengusulkan, agar Kamila dinikahkan oleh wali hakim saja.Dengan berbekal nasihat dari ustadz yang mereka temui di kota, memang keputusan mereka dirasa sudah sangat benar. Karna yang pak Jupri ketahui, Ratih mengandung Kamila duku, sebelum dia menikah secara sah dengan ayah biologis Kamila. Maka dari itu, secara agama, Kamila bernasab pada ibunya. "Jadi, bagaimana, pak Wiguna? Apakah bapak dan keluarga, bisa menerima Kamila dengan statusnya yang seperti demikian?" tanya pak Jupri saat berbincang pada pak Wiguna-ayah Setya."Tentu saja, Pak. Tak ada masalah akan hal itu. Kami menerima Kamila, tanpa mempersoalkan statusnya sama sekali. Kamila merupakan anak yang baik dan sopan. Tidak mungkin, jika kami menolaknya, hanya karna kesalahan masa lalu orang tuanya," ujar pak Wiguna yakin.Sebab, sejak awal, pak Wiguna serta sang
"Wanita kejam ini, yang telah mencelakai Kamila!" ujar Setya dengan amarah di wajahnya.Bu Indri, pak Wiguna, serta pak Jupri yang berjalan lebih dulu di depan Setya dan Rizki, menghentikan langkah kaki mereka, karna mendengar sentakan Setya yang cukup keras.Melihat suasana yang sudah tak kondusif, dan amarah Setya yang mulai tak terkendali, para orang tua itu 'pun menghampirinya. Pak Wiguna dan pak Jupri, sampai berlari² kecil ke arah Setya, untuk menghentikannya."Setya, hentikan, Nak! Ayah akan menjelaskan semuanya. Tenanglah dulu," pujuk pak Wiguna pada Setya."Tenang bagaimana, Ayah? Wanita ini, yang sudah memberikan cacat pada wajah Kamila, tiba-tiba bisa bebas seperti ini." Setya yang sejak tadi mencekal pergelangan tangan wanita yang ternyata adalah Utari itu, makin merasa geram.Utari meringis kesakitan, karna cengkraman Setya yang cukup kuat di pergelangan tangannya."Aw. Setya, lepaskan aku. Kenapa kau menyakitiku seperti ini." Utari memohon agar Setya melepaskan cengkrama
"Tapi, Ki. Ini tak adil untuk Kamila." Setya yang merasa masih ada yang mengganjal di hatinya, melihat gadis itu bebas berkeliaran, dengan apa yang sudah diperbuat pada Kamila, mencoba membantah perkataan Rizki."Sshhtt ... sudah, Nak. Sudah, ayo kita bergegas. Kamila pasti sudah menunggu." Bu Indri lagi-lagi berusaha menenangkan hati Setya."Hhfffft ... baiklah, Bunda." Tak lagi membantah, Setya menurut apa yang dikatakan oleh bundanya. Karna dia sadar, bahwa tujuan awalnya kembali ke desa ini adalah, untuk rencana pernikahannya dengan Kamila.Setya berusaha menata suasana hatinya, agar kembali tenang, sembari melanjutkan perjalanan ke rumah Kamila, yang sudah tak lagi jauh. "Itu muka, diberesin dulu, kaliiii. Kusut banget, kek belum disetrika. Nanti, bukannya Kamila jatuh cinta, malah jadi takut melihatmu seperti itu." Rizki mencandai Setya, agar suasana hati sahabatnya itu, kembali baik."Ck. Kamu ini, ada-ada saja. Mana mungkin, Kami
"Hahahahaha. Tidak, tidak. Aku tidak marah, Kamila. Aku hanya bercanda." Setya kemudian tertawa melihat wajah kebingungan Kamila. Dia sengaja, menggoda Kamila seperti itu.Tingkah Setya, membuat semua orang tertawa. Namun tidak dengan Kamila. Gadis cantik itu merasa malu, hingga membuat semburat merah muda timbul di pipinya. Sebelumnya, dia sangat takut, karna Setya berbicara dengan wajah yang begitu serius, seakan sedang mengintrogasinya."Setya. Hush. Kamu ini, senang sekali menjahili Kamila." Bu Indri mencubit pelan lengan Setya, yang duduk di sebelahnya."Hehe, maaf, Bun. Maaf ya, Kamila," ujar Setya pada Kamila dan juga bundanya. Masih dengan senyum yang menghiasi wajah tampannya."Jangan takut, ya, Mil. Setya hanya bercanda. Ayah sama Bunda sudah menjelaskan kok, mengapa Utari bisa bebas. Setya sudah memakluminya." Pak Wiguna mengimbuhi.Kamila hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Setya dan pak Wiguna. Hatinya sedikit lega, karna Setya tak lagi mempersoalkan pasal Utari.
"Uang ini Setya berikan kembali pada nek Sumi. Setya ikhlas. Untuk membantu kebutuhan nenek dan juga kakek." Setya lantas memberikan uang itu pada nek Sumi."Nak Setya ..." ucap nek Sumi."Tidak, Nek. Jangan menolaknya lagi. Setya mohon." Bagai tau apa yang akan dikatakan nek Sumi, Setya mencegah lebih dulu untuk nek Sumi menolak pemberiannya."Benar, Bu Sumi. Sudah, simpanlah. Setya memberi dengan sepenuh hatinya. Lagipula, uang itu adalah hasil kerja Setya sendiri," ucap bu Indri kemudian.Mendengarnya, nek Sumi yang masih tak enak hati, menerima pemberian Setya, dan tak memberikan penolakan lagi."Sudah, ya. Semua sudah selesai. Semua sudah saling memaafkan. Kalau begitu, kita kembali ke tujuan awal berkumpul di sini. Benar begitu, Pak Parmin?" Pak Wiguna lalu membuka topik utama yang akan dibicarakan mereka malam ini."Benar sekali, Nak Wiguna." Kakek Parmin mengiyakan.Semua orang mendengarkan dengan seksama. Termasuk Pak Jupri, juga Rizki yang sedari tadi hanya menyimak pembicar
Bertujuan, agar suasana tak begitu canggung. Juga agar, dirinya bisa mengatakan kenyataan bahwa Kamila ialah putri yang dikandung ibunya, sebelum sah menikah dengan sang ayah biologis. Berat rasanya mengatakan hal tersebut pada gadis yang berhati baik seperti Kamila."Berarti, teman ibu yang sangat baik itu, adalah Paman? Maafkan Kamila, yang tak mengenali paman." Kamila perlahan mengingat sosok Jupri, yang kini duduk di hadapannya. Sosok yang sangat menyayanginya semasa kecil. Sosok yang pernah dianggapnya sebagai sang ayah. Namun sayang, mereka harus terpisah karna rasa tak enak hati dari ibu Kamila sendiri."Iya, Nak. Tak apa. Wajar saja. Sudah belasan tahun berlalu. Wajar, jika Kamila tak lagi mengenali paman." Pak Jupri tersenyum pada Kamila. Memaklumi gadis itu. "Tentang pernikahan, paman datang kemari, untuk meminta persetujuan dari Kamila dan juga dari kakek serta nenek Kamila." Pak Jupri lalu kembali membahas perihal pernikahan Kamila dan juga Setya."Persetujuan apa itu, Na