Share

KAMILA : Kesabaran Menembus Batas
KAMILA : Kesabaran Menembus Batas
Penulis: Putri Hariyono

Tentang Kamila

"Heeyy anak tak berguna. Lama sekali bikin kopi saja." Seorang kakek tampak menggebrak meja dan berteriak memanggil cucunya, dengan wajah yang sangat kesal.

" Iya kek. Ini dia kopinya. Sudah siap. Tadi gasnya habis, lalu Mila mencari ranting kayu dipekarangan belakang. Mila kesulitan menyalakan apinya, karna kayunya basah terkena hujan malam tadi." Gadis manis berlesung pipi itu datang tergopoh gopoh dengan segelas kopi panas ditangannya. Dia berusaha meredakan amarah Kakeknya, dengan menjelaskan mengapa kopi yang diminta Kakeknya sedari tadi, agak terlambat diseduh Mila.

"Halaaaahhh. Alasan saja kamu ini. Dasar anak tak berguna." Kakek parmin menyeruput kopi itu, sambil menatap tajam pada Kamila- Cucu kandungnya itu.

Kamila yang sudah terbiasa mendengar caci makian Kakeknya, hanya tersenyum tipis. Menampakkan lesung pipinya yang menambah daya tarik gadis itu. Kamila berlalu meninggalkan Kakeknya yang amarah nya sudah sedikit mereda.

Setelah meneggak kopi, Kakek Parmin lantas meninggalkan rumah. Dan sepertinya, dia akan pergi ketempat bermabuk mabukan, diujung desa.

Kamila kembali melanjutkan pekerjaannya di dapur. Menyiapkan makanan untuk Kakek dan Neneknya, yang sedang terbaring sakit dikamar rumah mereka yang sudah tampak tua. Kamila memanfaatkan bahan makanan yang ada dipekarangan kecil belakang rumah kakek neneknya. Semua itu ditanam oleh Kamila sendiri.

Setelah menyelesaikan pendidikannya sampai Sekolah Menengah Atas, Kamila hanya dirumah saja, menemani sang Nenek. Kamila tak bisa pergi untuk mencari pekerjaan di kota. Kamila tak tega meninggalkan Neneknya. Karna Kamila tau, bahwa Kakek Parmin, tak akan mau mengurus Nenek Sumi. Dia hanya sibuk dengan mabuk dan judi. 

Semenjak Ibu kandung Kamila memutuskan untuk kembali merantau ke kota, Mila dititipkan kepada Kakek dan Neneknya. Sejak umur lima tahun, Kamila tinggal disini. Dirumah peninggalan orang tua Nenek Sumi- Nenek kandung Kamila. 

Ibunya tidak pernah pulang. Hanya uang saja yang dia kirimkan setiap bulannya melalui rekening tetangga, untuk Kamila. Dan sudah dua tahun ini, Kamila tak pernah lagi mendapatkan kiriman Ibunya. Bahkan, Ibunya sama sekali tak pernah lagi berkirim surat pada Kamila.

Sementara Ayahnya,entah lah. Tidak ada yang tau siapa Ayah Kamila. Sejak Ibunya membawa Kamila kecil kekampung halaman, tidak ada siapapun yang tau sosok Ayah Kamila. Ratih- Ibu kandung Kamila, yang semasa gadis sudah merantau ke kota untuk bekerja, dan menghidupi kedua orang tuanya, tiba tiba pulang membawa seorang anak. Kakek Parmin yang merasa tak pernah menikahkan anak gadisnya, juga merasa sangat terkejut melihat kehadiran Kamila, gadis kecil itu. Kakek Parmin tak mau mengakui Kamila sebagai cucunya. Meskipun Ratih, sudah menjelaskan padanya, bahwa Kamila anak kandung Ratih, melalui pernikahannya dengan seorang pria, yang hanya Ratih saja yang tau siapa pria itu.

Semua warga kampung dulu mencibirnya. Kamila kecil dianggap pembawa sial, karna asal usulnya yang tidak jelas. Para Ibu Ibu dikampung itu, tidak mengizinkan anaknya bermain dengan Kamila.

Tapi seiring berjalan waktu, melihat Kamila tumbuh menjadi gadis yang sopan, dan juga sholeha, warga kampung ini sudah menerima Kamila. Bahkan Ibu Ibu yang dulu melarang anaknya bermain dengan Kamila kecil, kini berusaha menjodohkan anak laki lakinya pada Kamila. Tapi Kamila, hanya membalas senyuman jika para Ibu Ibu berkata, ingin menjadikannya menantu. Karna, sepertinya Kamila sudah memiliki seseorang dihatinya. 

Berbeda dengan warga, kakek Kamila sampai sekarang tidak menyukai Kamila. Dia selalu bilang bahwa Kamila anak yang tak berguna. Kakek selalu saja mencaci maki Kamila. Dia menganggap bahwa Kamila penyebab anaknya- Ratih, sampai sekarang tidak ada kabar berita .Namun gadis itu, hanya tersenyum mendengar makian yang dilontarkan oleh kakeknya. Hatinya sungguh sangatlah kuat. 

Nenek Sumi, beliau adalah kesayangan Kamila. Semasa sehat, nenek Sumi tidak pernah membiarkan Kamila melakukan pekerjaan rumah. Nenek Sumi sangat menyayangi Kamila. Karna ya, wajah Kamila sangatlah mirip dengan Ibunya yang merupakan anak satu satunya Nenek Sumi. 

"Mila. Kamu dimana sayang." Nenek Sumi terdengar sedang memanggil Kamila.

"Iya nek. Mila didapur, Nek. Sebentar, ya, Nek." Mila yang tampak sudah siap memasak, dan membersihkan dapur, bergegas menemui Neneknya yang sedang terbaring lemah itu. Nenek Sumi diketahui mengidap penyakit kanker tulang. Yang menyebabkan beliau tidak bisa leluasa bergerak. Jika ingin keluar dari kamar, Nenek Sumi hanya bisa menggunakan kursi roda, karna kakinya yang sama sekali tak bisa bergerak.

"Nenek mau Mila bawakan apa?." Mila menanyakan pada neneknya mengapa Nenek memanggilnya.

"Tidak, Nduk. Nenek hanya ingin tau keadaan kamu. Tadi nenek mendengar, kakek memarahi kamu lagi ya, sayang." Ujar nenek.

"Maafkan Nenek, ya. Nenek tidak bisa melindungi kamu dari sikap kasar Kakekmu, Nak. Nenek lah yang sebenarnya tidak berguna." Air mata Nek Sumi mulai mengalir.

" Nenek. Jangan bicara seperti itu, Nek. Mila sudah terbiasa. Mila tidak apa apa, Nek. Lihatlah, Mila kuat. Mila tidak menangis sedikitpun." Mila berhambur memeluk neneknya yang kini tengah terisak itu. Mila tidak tahan jika melihat Neneknya bersedih. Mila lebih baik dicaci maki oleh Kakeknya, daripada harus melihat sang Nenek menangis. Hati Mila tidak kuat melihat orang yang sangat menyayangi, dan disayanginya itu menangis.

Mereka berdua larut dalam kesedihan, hingga suara daun pintu kamar yang ditendang menyadarkan mereka .

Bruuukkkk.

"Anak tidak berguna. Malah enak enakan kamu tidur disini. Sana kerja. Buk Endang tadi bertanya kapan cuciannya akan diantar. Kamu malah enak enakan tidur, ya. Kamu itu membuatku geram saja." Kakek Parmin menghampiri Kamila, lalu menarik rambut panjang wanita itu. Sungguh, Mila sangat menderita. Dia berusaha menahan rasa sakit dikepalanya. Tapi tidak mampu melepaskan tangan Kakeknya yang kuat, dan sepertinya sedang mabuk itu. 

" Pak. Eling, Pak. Lepaskan Mila, Pak. Dia ini cucu kamu. Kasihan Mila, Pak." Nek Sumi sedikit berteriak pada suaminya itu, dan terus menangis sesenggukan. 

Karna kesal melihat istrinya menangis, Kakek Parmin akhirnya melepaskan tangannya dari rambut Kamila. Lalu kembali pergi meninggalkan rumah.

Ya, begitulah kebiasaan Kakek Parmin. Semenjak anak kesayangannya- Ratih, tidak ada kabar berita, kebenciannya pada Kamila semakin bertambah. Dia acap kali menyiksa Kamila. Gadis malang itu hanya bisa menangis tanpa suara jika terasa sakit mendera tubuhnya. Kakek Parmin juga kerap pergi untuk mabuk mabukan dan berjudi, dengan meminta uang hasil Kamila mencuci pakaian para tetangga. 

Kamila melakukan pekerjaan itu, karna bisa menghasilkan uang, tanpa meninggalkan nenek Sumi dirumah. Para tetangga juga sangat senang dengan hasil cucian Kamila yang bersih dan wangi. Tak sedikit juga, pelanggan Kamila berasal desa sebelah. 

"Mila, kamu tidak apa apa sayang? Maafkan Kakekmu, ya, Nak." Nenek Sumi terisak melihat Kamila kesakitan sembari memegang rambutnya. 

" Tidak Nek. Mila baik baik saja. Nenek makan dulu ya. Sebentar, Mila ambilkan." Mila langsung bergegas kedapur untuk mengambil makanan Neneknya.

Kamila yang malang itu, sangat kuat hatinya. Tak pernah merasa menyesal, atas kehidupannya. Kamila juga selalu merasa bersyukur pada Allah, karna masih memberikan kesehatan padanya, hingga ia bisa menjaga Neneknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status