Beberapa orang petugas kepolisian mendatangi kediaman keluarga Ekadanta untuk mengabarkan bahwa Yolanda telah meninggal dalam kecelakaan. Dirandra beserta petugas polisi segera menuju Rumah Sakit dan mengurus mayat Yolanda. Sebelumnya ia telah menghubungi orang tua Yolanda. Mereka meminta agar Yolanda dikebumikan di samping pusara adiknya Dimas. Orangtua Yolanda tampak sangat terpukul. Pasalnya dua dari keenam anaknya meninggal dalam kecelakaan, sedangkan untuk bayi yang telah dilahirkan oleh Yolanda mereka menyerahkan kepada Dirandra.
“Astaga. Jika mereka tahu apa yang Diran lakukan pada Kamini, gimana ya Yah?” tanya Dirandra. Tampak kekhawatiran menghiasi nada suaranya. Ia tahu betul siapa keluarga Berto itu, Terutama seorang Edgar Berto karena Edgar dahulu adalah kakak tingkatnya di kampus itu. Pantas saja Alex Wijaya tidak mau berterus terang padanya waktu bertemu tempo dulu, keluarga mantan istrinya bukan sembarang orang rupanya dan jika sampai ini dirinya masih utuh itu juga pasti ada andil dari istrinya. Tidak mungkin Edgar membiarkan anggota keluarganya tersakiti dan dirinya diam tanpa bereaksi.
Terdengar isak tangis dari ujung lain telepon. “Mas kenapa bisa begitu Tan?”“Aku nggak tahu Teh. Aku takut, Mas udah beda banget. Nggak mau kerja, nggak mau tengok anak dan cuma ngurung diri di kamar terus.”“Apa mungkin dia depresi?”
Mbak Titin asisten rumah tangga Kamini dengan berlari kecil menjumpai Janu.“Sini cium Mbak Titin dulu baru cus.” Mbak Titin meraih kedua sisi wajah Janu dan menciuminya gemas. Kamini dan Janu terkekeh.“Udah, nanti gantengnya Janu habis,” protes Janu. Seraya menjauhkan ke
Tanti seketika melotot dan tersedak.“Uhuk, uhuk. Aduh Bunda bikin kaget!” seru Tanti.Tania kaget dan menepuk-nepuk punggung anaknya dan mengulurkan gelas es teh kepada Tanti. Tanti menerima gelas es tersebut dan menegaknya banyak-banyak. Tanti beranjak dari duduknya kemudian menatap
Tahun ajaran baru di mulai. Dengan kepindahan Dirandra ke Bandung tidak serta merta membuat orang tua dan adiknya tinggal di Garut, semua mengikutinya. Dirandra meminta Tanti untuk mulai magang di kantor cabangnya yang baru. Dirandra beralasan Tanti harus belajar sebelum benar-benar terjun memulai usahanya sendiri, sedangkan kedua orangtuanya tentu saja tidak bisa berjauhan dengan anak-anaknya.Kenzo dan Asoka tampak sudah rapi dan siap memulai kegiatan belajar mengajar. Mereka sudah menunggu sang ayah dengan duduk di teras depan
Janu menegakkan tubuhnya kemudian berdiri di samping Asoka, anak itu menatap Asoka dari ujung kaki sampai kepalanya.“Asoka kenapa sakit?” tanya Janu dengan perhatian.“Nggak
Burhan bangkit dari sandarannya di tepi meja dan meremas kedua bahu putranya.“Kau ini putra Ayah yang pintar, pasti kamu tahu apa yang harus kamu lakukan. Menangkan kembali hatinya dan berhentilah memberikan harapan pada wanita-wanita yang selama ini kamu temui. Jika sampai saudara Kamini tahu, sudah pasti tamat riwayatmu, kau sama sekali tidak bisa mendekati Kamini.” Burhan menunduk dan mencium puncak kepala putranya.
Setelah memastikan kedua anaknya tidur Dirandra segera menuju kamarnya sendiri. Ia segera membersihkan diri dan hanya mengenakan celana piyama berwarna biru laut yang dulu dibelikan oleh Kamini ia duduk diatas ranjang bersandar pada kepala ranjang. Tangannya membuka laci nakas dan mengambil potret Kamini dalam bingkai kaca. Foto yang pernah ia ambil saat Kamini sedang hamil besar.Dirandra mengusap foto tersebut dengan penuh kerinduan. Lama ia menatap foto Kamini.