Home / Horor / KAMPUNG HALIMUN / BAB 4 - BERLARI

Share

BAB 4 - BERLARI

last update Last Updated: 2021-10-12 10:55:07

Aku seketika mengarahkan pandanganku ke atas, tepat disana ku kulihat wanita yang sedang duduk, wanita itu duduk dengan kaki yang menggantung di atas ranting-ranting pohon yang besar itu, dengan rambut yang menutupi wajahnya dia menatap tajam ke arahku yang ada di bawahnya.

Hihihihihi....

Tercium aroma bunga melati yang menyeruak tetapi penampilannya tidak seindah wanginya dengan mulutnya seketika terbuka, dengan tertawa yang menyeramkan dia tertawa menertawakanku yang sedang panik di bawah sini. Giginya yang tajam sedikit terlihat dari sela-sela rambut yang terurai dari wajahnya, juga baju putih yang terlihat kotor dan lusuh, juga noda-noda darah merah yang sepertinya sudah mengering terlihat dari bajunya yang putih itu.

“Itu kuntilanak kan?” pikirku.

Aku mundur beberapa langkah, berusaha menjauh dari pohon di pinggir jurang tempat kuntilanak itu duduk dan menertawakanku malam itu.

“Aya korban hiji deui. (Ada korban satu lagi.)”

Hihihihihihihi

Wussshh

Tiba-tiba kuntilanak itu seketika terbang dia seperti mengelilingiku yang sedang ada di bawah sana, akhirnya mau tidak mau aku harus kembali ke dalam kampung, kampung yang tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, tepat setelah aku sampai di sore itu.

Tap

Tap

Tap

Aku berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari wanita itu, dia terus-menerus tertawa dengan menyeramkan mengikutiku dari atas sana, dengan tertawanya yang khas membuatku semakin merinding.

Hihihi.....

Hihihi.....

Hihihi.....

Meskipun takut dan sedikit ragu, aku beberapa kali melompati retakan-retakan tanah yang berasap di sekitaran kampung, dengan bau belerang yang sangat menyengat, aku menutup hidungku sembari berlari ke dalam kampung untuk mencari tempat untuk berlindung.

Hosh hosh hosh... Nafasku terasa berat.

Aku panik, sangat panik, aku terus-menerus berlari sambil melihat di sekelilingku, berusaha mencari tempat yang bisa membuatku tidak dikejar-kejar lagi oleh kuntilanak itu.

“Apakah ini masih mimpi?” pikirku sembari berusaha mencubit kulitku.

Aw

Namun rasa sakit yang kurasakan ini menyakinkan aku bahwa ini bukanlah mimpi, Aku pun akhirnya terus-menerus berlari hingga,

Tap tap tap tap tap...

"Sepertinya aku harus coba mengetuk rumah-rumah, mungkin akan ada yang membukakan pintunya untukku," dengan sedikit berharap aku pun mencoba menghampiri setiap rumah yang aku lewati dan mengetuknya.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!" Aku berteriak meminta pertolongan penghuni rumah.

Tidak ada yang menjawab, aku berlari lagi ke rumah lainnya sambil terus berlari.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!"

Tok tok tok

"TOLONG AKU MOHON BUKA PINTUNYA BIARKAN AKU MASUK!"

Aku mengetuk ke setiap pintu rumah, berharap akan ada yang menjawab dan membiarkanku masuk ke dalam rumah mereka, namun hasilnya nihil, tidak ada jawaban apapun dari dalam rumah, dalam keadaan panik aku menengok ke belakang.

Hihihi.... Hihihi..

Suara kuntilanak itu ternyata masih terdengar, kuntilanak itu terbang dari atas dan masih mengikutiku.

Aku begitu putus asa, makhluk itu terus mengikutiku sambil menertawakan ku yang tidak bisa bersembunyi, ke mana pun aku coba menghindar makhluk itu terus saja ada di belakang ku.

DAKKK..

Aku menabrak sebuah dinding, sebuah dinding rumah besar yang ada di dalam kampung, rumah itu tampak menyeramkan apabila melihatnya dari luar, sebuah rumah besar dengan pagar-pagar tinggi di sekelilingnya, juga beberapa tiang besar di luar rumah itu yang berwarna merah, di sela-sela dinding itu terdapat beberapa tumbuhan yang merambat namun kondisinya layu, juga tangkainya yang berduri melilit pagar yang mengelilingi rumah itu.

Aku seketika terjatuh, namun kulihat ada retakan kecil yang berlubang di bawah dinding tersebut, sebuah retakan yang bisa kumasuki, mungkin ketika aku memasuki lubang itu, aku terhindar dari kuntilanak yang mengejarku.

Secara spontan aku merangkak melewati lubang itu, rasa takut ini masih saja ku rasakan. Aku hanya berpikir bagaimana aku bisa keluar dari situasi ini, karena baru pertama kali aku mengalami kejadian yang menyeramkan seperti ini.

Hah, hah, hah,

Aku berhasil masuk dalam retakan itu, ternyata di balik tembok itu terdapat banyak tumbuhan yang merambat yang menutupi badanku, sehingga ketika aku masuk aku tertutup oleh tumbuhan tersebut.

Jantungku masih berdegup kencang, aku sengaja menutup mulutku dengan tanganku di balik lubang kecil itu, berharap makhluk itu tidak menemukanku sekarang ini.

Tiba-tiba,

Hihihihihi

Aku melihat wanita terbang tepat di atasku, dia mengelilingi halaman rumah itu untuk mencariku, kali ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang pucat dengan beberapa luka darah yang sudah mengering semakin membuat wanita itu sangat mengerikan.

Aku berusaha sekuat tenaga menyandarkan tubuhku di balik tembok itu, berharap tubuhku yang tertutup oleh tumbuhan tersebut bisa membuat diriku tidak terlihat oleh kuntilanak tersebut.

Butuh waktu hingga 10 menit aku berdiam diri di sana, sampai akhirnya aku tidak mendengar lagi suara makhluk tersebut, aku memastikan bahwa makhluk itu benar-benar tidak ada, dengan melihat ke sekeliling rumah besar itu, hingga akhirnya aku perlahan-lahan keluar dari tumbuhan yang merambat tersebut, dan berjalan menuju rumah besar yang ada di depanku.

Aku sudah tidak heran dengan rumah-rumah besar yang berdiri di Kampung Halimun, karena hampir seluruh penduduk Kampung Halimun kaya raya, para tetua kampung mengatakan bahwa semua warga Kampung Halimun diberkahi oleh kekayaan yang melimpah dari zaman dahulu hingga sekarang, juga kemudahan dalam menjalani kehidupannya dari lahir hingga meninggal.

Termasuk aku dan keluargaku, banyak para warga Kampung Halimun yang berdagang di luar kampung dan kerja di kota dan sukses di sana, namun mereka tidak bisa tinggal di luar kampung, mereka harus kembali ketika sudah selesai dengan pekerjaannya di luar kampung, karena itu adalah syarat mutlak yang diamanatkan oleh para tetua kampung.

Aku melihat rumah besar itu, berharap aku bisa berlindung dari makhluk yang mengerikan malam ini, aku melihat suatu simbol di atas rumah tersebut salah satu simbol yang menjadi simbol keluarga yang ada di Kampung Halimun.

“Aku berlari hingga ke wilayah keluarga Mandala ternyata, aku tak sadar melewati rumahku ketika aku berlari,” pikirku sembari melangkah maju ke arah rumah tersebut.

Tok

Tok

Tok

“Kang,, punteunn, Kanggggg! (Kang,,, permisi,,, Kangg!)” Aku mengetuk pintu dalam keadaan panik, sesekali aku menengok ke arah belakang, aku takut makhluk wanita itu muncul lagi dan akan mengejarku lagi.

“Kang, Kang, punnnn....” Aku mencoba mengetuk pintu sembari mencoba membuka engsel pintu di rumah itu, namun ternyata rumah tersebut tidak dikunci sama sekali.

Drrrrkkkkkkk

Pintu rumah besar itu tiba-tiba terbuka, keadaanya sangat gelap gulita di dalam, namun pikiranku saat ini, daripada aku harus berada diluar dengan kabut merah dan makhluk yang mengejarku, aku lebih baik masuk rumah dan mencari tempat perlindungan di dalam.

Seketika aku masuk, aku melangkahkan kakiku secara perlahan-lahan, dan aku menutup kembali pintu itu, rumah itu sangat gelap, tidak ada penerangan sama sekali sehingga aku meraba-raba di sekitar dinding rumah tersebut, untuk mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu di ruangan tersebut.

Clak

Aku berhasil menyalakan saklar di dalam rumah itu, tak lama lampu dari rumah itu menyala, namun nyala lampu tersebut ternyata redup, setidaknya aku bisa melihat isi dalam rumah tersebut.

"Punten Kang?"

Aku berusaha memanggil pemilik rumah, salah satu pemilik rumah dari keluarga Mandala, namun tidak ada yang menjawab panggilanku, yang ada hanya foto besar leluhur keluarga Mandala dengan baju kerajaan zaman dulu yang berdiri tegak dalam bingkai yang besar menempel di dinding ruang tamu, tempat ku berdiri saat ini.

"Punten, aya jalmi teu? (Permisi, ada orang tidak?)"

Aku mencoba berkeliling di rumah itu, untuk memastikan bahwa rumah tersebut aman, dan aku juga tak henti-hentinya memanggil para pemilik rumah itu, namun tidak ada satupun jawaban yang keluar, seperti hanya aku saja seorang yang sedang berada di rumah itu saat ini.

Butuh waktu setengah jam aku berkeliling untuk memastikan aku aman untuk beristirahat di malam ini, karena aku takut apabila aku kembali keluar, aku akan dikejar-kejar kembali oleh wanita yang terbang itu.

Hingga akhirnya aku pun duduk dibalik pintu depan, mencoba menghalangi mereka apabila mereka memaksa masuk ke dalam rumah untuk mencari ku, aku mencoba duduk dan tertunduk, karena rasa kantuk sudah mulai menyerangku. Aku berpikir tentang banyak hal selama aku duduk di sana, hal yang aku tidak mengerti selama aku berada di kampung ini, karena semuanya tiba-tiba berubah, berubah menjadi menyeramkan ketika aku datang.

Aku larut dalam lamunanku malam itu, rasa kantukpun semakin menyerang, beberapa kali aku ketiduran di sana, namun aku mencoba untuk bangun dan waspada, karena aku merasa aku belum sepenuhnya aman.

Brak

Brak

BRAKKKK

Sebuah tangan besar terlihat di sebelahku menembus pintu rumah itu secara tiba-tiba, dia dengan sekuat tenaga memukul pintu di dalam rumah itu hingga akhirnya tangan itu masuk, seketika pintu rumah itu rusak, aku yang sedang duduk sembari menutupi pintu itu terpental beberapa meter.

Krak

Krak

Krak

Brak

Tangan besar itu mencoba meraba-raba, lalu seketika tangan itu menarik pintu tersebut, sehingga membuatnya hancur berantakan ketika ditarik kembali.

Cahaya merah yang tadinya tidak terlihat kini terlihat kembali, cahaya yang tertutup kabut merah itu tertutup oleh salah satu bayangan yang hitam dan besar yang menutupi pintu masuk dari rumah tersebut.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA..... "

Aku sontak berteriak, berteriak sekeras-kerasnya pada malam itu, terlihat makhluk itu mendekat secara perlahan, lalu secara tak sadar badanku mulai lemas dan pandanganku secara perlahan menjadi gelap gulita, aku tersungkur tidak berdaya di dalam rumah itu dengan beberapa makhluk yang mengelilingiku malam itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 60-AWAL YANG BARU (TAMAT)

    Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 59-GELAP

    Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 58-NEGOSIASI

    Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 57-TIDAK PERCAYA

    “Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 56-BERBICARA

    Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam

  • KAMPUNG HALIMUN   BAB 55-KEMUNCULAN

    “Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status