Share

BAB 4 - BERLARI

Aku seketika mengarahkan pandanganku ke atas, tepat disana ku kulihat wanita yang sedang duduk, wanita itu duduk dengan kaki yang menggantung di atas ranting-ranting pohon yang besar itu, dengan rambut yang menutupi wajahnya dia menatap tajam ke arahku yang ada di bawahnya.

Hihihihihi....

Tercium aroma bunga melati yang menyeruak tetapi penampilannya tidak seindah wanginya dengan mulutnya seketika terbuka, dengan tertawa yang menyeramkan dia tertawa menertawakanku yang sedang panik di bawah sini. Giginya yang tajam sedikit terlihat dari sela-sela rambut yang terurai dari wajahnya, juga baju putih yang terlihat kotor dan lusuh, juga noda-noda darah merah yang sepertinya sudah mengering terlihat dari bajunya yang putih itu.

“Itu kuntilanak kan?” pikirku.

Aku mundur beberapa langkah, berusaha menjauh dari pohon di pinggir jurang tempat kuntilanak itu duduk dan menertawakanku malam itu.

“Aya korban hiji deui. (Ada korban satu lagi.)”

Hihihihihihihi

Wussshh

Tiba-tiba kuntilanak itu seketika terbang dia seperti mengelilingiku yang sedang ada di bawah sana, akhirnya mau tidak mau aku harus kembali ke dalam kampung, kampung yang tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan, tepat setelah aku sampai di sore itu.

Tap

Tap

Tap

Aku berlari sekuat tenaga, berusaha menghindari wanita itu, dia terus-menerus tertawa dengan menyeramkan mengikutiku dari atas sana, dengan tertawanya yang khas membuatku semakin merinding.

Hihihi.....

Hihihi.....

Hihihi.....

Meskipun takut dan sedikit ragu, aku beberapa kali melompati retakan-retakan tanah yang berasap di sekitaran kampung, dengan bau belerang yang sangat menyengat, aku menutup hidungku sembari berlari ke dalam kampung untuk mencari tempat untuk berlindung.

Hosh hosh hosh... Nafasku terasa berat.

Aku panik, sangat panik, aku terus-menerus berlari sambil melihat di sekelilingku, berusaha mencari tempat yang bisa membuatku tidak dikejar-kejar lagi oleh kuntilanak itu.

“Apakah ini masih mimpi?” pikirku sembari berusaha mencubit kulitku.

Aw

Namun rasa sakit yang kurasakan ini menyakinkan aku bahwa ini bukanlah mimpi, Aku pun akhirnya terus-menerus berlari hingga,

Tap tap tap tap tap...

"Sepertinya aku harus coba mengetuk rumah-rumah, mungkin akan ada yang membukakan pintunya untukku," dengan sedikit berharap aku pun mencoba menghampiri setiap rumah yang aku lewati dan mengetuknya.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!" Aku berteriak meminta pertolongan penghuni rumah.

Tidak ada yang menjawab, aku berlari lagi ke rumah lainnya sambil terus berlari.

Tok tok tok

"Tolong buka pintu nya!"

Tok tok tok

"TOLONG AKU MOHON BUKA PINTUNYA BIARKAN AKU MASUK!"

Aku mengetuk ke setiap pintu rumah, berharap akan ada yang menjawab dan membiarkanku masuk ke dalam rumah mereka, namun hasilnya nihil, tidak ada jawaban apapun dari dalam rumah, dalam keadaan panik aku menengok ke belakang.

Hihihi.... Hihihi..

Suara kuntilanak itu ternyata masih terdengar, kuntilanak itu terbang dari atas dan masih mengikutiku.

Aku begitu putus asa, makhluk itu terus mengikutiku sambil menertawakan ku yang tidak bisa bersembunyi, ke mana pun aku coba menghindar makhluk itu terus saja ada di belakang ku.

DAKKK..

Aku menabrak sebuah dinding, sebuah dinding rumah besar yang ada di dalam kampung, rumah itu tampak menyeramkan apabila melihatnya dari luar, sebuah rumah besar dengan pagar-pagar tinggi di sekelilingnya, juga beberapa tiang besar di luar rumah itu yang berwarna merah, di sela-sela dinding itu terdapat beberapa tumbuhan yang merambat namun kondisinya layu, juga tangkainya yang berduri melilit pagar yang mengelilingi rumah itu.

Aku seketika terjatuh, namun kulihat ada retakan kecil yang berlubang di bawah dinding tersebut, sebuah retakan yang bisa kumasuki, mungkin ketika aku memasuki lubang itu, aku terhindar dari kuntilanak yang mengejarku.

Secara spontan aku merangkak melewati lubang itu, rasa takut ini masih saja ku rasakan. Aku hanya berpikir bagaimana aku bisa keluar dari situasi ini, karena baru pertama kali aku mengalami kejadian yang menyeramkan seperti ini.

Hah, hah, hah,

Aku berhasil masuk dalam retakan itu, ternyata di balik tembok itu terdapat banyak tumbuhan yang merambat yang menutupi badanku, sehingga ketika aku masuk aku tertutup oleh tumbuhan tersebut.

Jantungku masih berdegup kencang, aku sengaja menutup mulutku dengan tanganku di balik lubang kecil itu, berharap makhluk itu tidak menemukanku sekarang ini.

Tiba-tiba,

Hihihihihi

Aku melihat wanita terbang tepat di atasku, dia mengelilingi halaman rumah itu untuk mencariku, kali ini aku bisa melihat wajahnya dengan jelas, wajah yang pucat dengan beberapa luka darah yang sudah mengering semakin membuat wanita itu sangat mengerikan.

Aku berusaha sekuat tenaga menyandarkan tubuhku di balik tembok itu, berharap tubuhku yang tertutup oleh tumbuhan tersebut bisa membuat diriku tidak terlihat oleh kuntilanak tersebut.

Butuh waktu hingga 10 menit aku berdiam diri di sana, sampai akhirnya aku tidak mendengar lagi suara makhluk tersebut, aku memastikan bahwa makhluk itu benar-benar tidak ada, dengan melihat ke sekeliling rumah besar itu, hingga akhirnya aku perlahan-lahan keluar dari tumbuhan yang merambat tersebut, dan berjalan menuju rumah besar yang ada di depanku.

Aku sudah tidak heran dengan rumah-rumah besar yang berdiri di Kampung Halimun, karena hampir seluruh penduduk Kampung Halimun kaya raya, para tetua kampung mengatakan bahwa semua warga Kampung Halimun diberkahi oleh kekayaan yang melimpah dari zaman dahulu hingga sekarang, juga kemudahan dalam menjalani kehidupannya dari lahir hingga meninggal.

Termasuk aku dan keluargaku, banyak para warga Kampung Halimun yang berdagang di luar kampung dan kerja di kota dan sukses di sana, namun mereka tidak bisa tinggal di luar kampung, mereka harus kembali ketika sudah selesai dengan pekerjaannya di luar kampung, karena itu adalah syarat mutlak yang diamanatkan oleh para tetua kampung.

Aku melihat rumah besar itu, berharap aku bisa berlindung dari makhluk yang mengerikan malam ini, aku melihat suatu simbol di atas rumah tersebut salah satu simbol yang menjadi simbol keluarga yang ada di Kampung Halimun.

“Aku berlari hingga ke wilayah keluarga Mandala ternyata, aku tak sadar melewati rumahku ketika aku berlari,” pikirku sembari melangkah maju ke arah rumah tersebut.

Tok

Tok

Tok

“Kang,, punteunn, Kanggggg! (Kang,,, permisi,,, Kangg!)” Aku mengetuk pintu dalam keadaan panik, sesekali aku menengok ke arah belakang, aku takut makhluk wanita itu muncul lagi dan akan mengejarku lagi.

“Kang, Kang, punnnn....” Aku mencoba mengetuk pintu sembari mencoba membuka engsel pintu di rumah itu, namun ternyata rumah tersebut tidak dikunci sama sekali.

Drrrrkkkkkkk

Pintu rumah besar itu tiba-tiba terbuka, keadaanya sangat gelap gulita di dalam, namun pikiranku saat ini, daripada aku harus berada diluar dengan kabut merah dan makhluk yang mengejarku, aku lebih baik masuk rumah dan mencari tempat perlindungan di dalam.

Seketika aku masuk, aku melangkahkan kakiku secara perlahan-lahan, dan aku menutup kembali pintu itu, rumah itu sangat gelap, tidak ada penerangan sama sekali sehingga aku meraba-raba di sekitar dinding rumah tersebut, untuk mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu di ruangan tersebut.

Clak

Aku berhasil menyalakan saklar di dalam rumah itu, tak lama lampu dari rumah itu menyala, namun nyala lampu tersebut ternyata redup, setidaknya aku bisa melihat isi dalam rumah tersebut.

"Punten Kang?"

Aku berusaha memanggil pemilik rumah, salah satu pemilik rumah dari keluarga Mandala, namun tidak ada yang menjawab panggilanku, yang ada hanya foto besar leluhur keluarga Mandala dengan baju kerajaan zaman dulu yang berdiri tegak dalam bingkai yang besar menempel di dinding ruang tamu, tempat ku berdiri saat ini.

"Punten, aya jalmi teu? (Permisi, ada orang tidak?)"

Aku mencoba berkeliling di rumah itu, untuk memastikan bahwa rumah tersebut aman, dan aku juga tak henti-hentinya memanggil para pemilik rumah itu, namun tidak ada satupun jawaban yang keluar, seperti hanya aku saja seorang yang sedang berada di rumah itu saat ini.

Butuh waktu setengah jam aku berkeliling untuk memastikan aku aman untuk beristirahat di malam ini, karena aku takut apabila aku kembali keluar, aku akan dikejar-kejar kembali oleh wanita yang terbang itu.

Hingga akhirnya aku pun duduk dibalik pintu depan, mencoba menghalangi mereka apabila mereka memaksa masuk ke dalam rumah untuk mencari ku, aku mencoba duduk dan tertunduk, karena rasa kantuk sudah mulai menyerangku. Aku berpikir tentang banyak hal selama aku duduk di sana, hal yang aku tidak mengerti selama aku berada di kampung ini, karena semuanya tiba-tiba berubah, berubah menjadi menyeramkan ketika aku datang.

Aku larut dalam lamunanku malam itu, rasa kantukpun semakin menyerang, beberapa kali aku ketiduran di sana, namun aku mencoba untuk bangun dan waspada, karena aku merasa aku belum sepenuhnya aman.

Brak

Brak

BRAKKKK

Sebuah tangan besar terlihat di sebelahku menembus pintu rumah itu secara tiba-tiba, dia dengan sekuat tenaga memukul pintu di dalam rumah itu hingga akhirnya tangan itu masuk, seketika pintu rumah itu rusak, aku yang sedang duduk sembari menutupi pintu itu terpental beberapa meter.

Krak

Krak

Krak

Brak

Tangan besar itu mencoba meraba-raba, lalu seketika tangan itu menarik pintu tersebut, sehingga membuatnya hancur berantakan ketika ditarik kembali.

Cahaya merah yang tadinya tidak terlihat kini terlihat kembali, cahaya yang tertutup kabut merah itu tertutup oleh salah satu bayangan yang hitam dan besar yang menutupi pintu masuk dari rumah tersebut.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA..... "

Aku sontak berteriak, berteriak sekeras-kerasnya pada malam itu, terlihat makhluk itu mendekat secara perlahan, lalu secara tak sadar badanku mulai lemas dan pandanganku secara perlahan menjadi gelap gulita, aku tersungkur tidak berdaya di dalam rumah itu dengan beberapa makhluk yang mengelilingiku malam itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status