Aku yang tidak mengerti atas kepanikan ini hanya bisa terdiam, teriakan dari seorang pemuda itu juga aku tidak tahu maksudnya apa, dia berlari kesana kemari berkeliling kampung secara berkelompok, dia memberi peringatan kepada semua orang yang sedang beraktifitas di sore itu, semuanya terasa riuh, mereka dengan terburu-buru menyelamatkan dirinya dan masuk ke rumahnya masing-masing.
Aku baru kali ini melihat pemandangan seperti ini, pemandangan para warga yang berlarian ketika pertama kali aku pulang ke rumah, aku tidak tahu tentang apa yang terjadi saat ini. Yang aku tahu saat ini adalah aku sudah sampai ke Kampung Halimun dan aku akan segera pulang ke rumah.
Tik...
Tok...
Tik...
Tok...
Pukul 17:58 dan aku masih berdiri melihat para warga yang berlarian menuju rumahnya masing-masing, aku merasa heran atas perilaku warga sekarang, biasanya di jam segini para warga masih asyik berkumpul di depan rumah sembari mengobrol atau beraktifitas dengan warga lain, namun kali ini seketika berubah.
Brak... Brak.. Brak.. Suara pintu-pintu mulai tertutup satu persatu.
Dalam sekejap semua rumah tampak sepi. Terlihat kini Kampung Halimun tampak kosong, rumah-rumah terkunci rapat, tidak ada seorangpun yang berada diluar, suara pentungan dari beberapa pemuda yang berlarian juga kini tidak terdengar lagi. Kebingungan masih dirasakan olehku, karena sebelum aku dipenjara suasana kampung ketika magrib tidak seperti ini.
Namun baru saja aku berpikir seperti itu, tiba-tiba secara mengejutkan aku merasakan hawa yang kuat datang dan membuat tubuhku merinding, sebuah cahaya merah tiba-tiba muncul dari atas, menutupi bintang dan bulan yang akan muncul ketika malam tiba, cahaya merah redup yang menyinari Kampung Halimun.
Lalu perlahan-lahan kabut muncul, kabut di malam hari yang menutupi seluruh kampung, namun kali ini kabut yang seharusnya putih justru berwarna merah.
Aku bergidik melihat pemandangan tersebut, karena baru kali ini aku melihat kejadian yang seperti ini. Baru kali ini aku melihat kabut merah di Kampung Halimun, karena biasanya apabila Kampung Halimun tertutup kabut biasanya hanya kabut putih tipis yang menutupi keseluruhan kampung.
Aku hanya bisa terdiam, kakiku sangat berat untuk melangkah ke dalam kampung, aku hanya berdiri di depan gerbang kampung yang terbuat dari batu yang dibentuk sedemikian rupa, sebagai penanda bahwa itu adalah pintu masuk Kampung Halimun.
"Ini benar Kampung Halimun, tapi kenapa..... "
Trang
Trak
Trak
Trak
Trak
"Astaga apalagi ini? "
Aku tiba-tiba terkejut atas apa yang kulihat. Suara-suara retakan kini terdengar, suara-suara itu datangnya dari dalam kampung. Aku samar-samar melihat kampung yang tertutup kabut itu dari depan gerbang, namun aku seakan tidak percaya atas apa yang kulihat, Kampung yang selama ini aku lihat secara perlahan-lahan mulai berubah.
“Kenapa ini?” kataku seakan-akan aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.
Trak
Trak
Trak
Aku secara spontan mundur beberapa langkah, tiba-tiba tanah yang ada di depanku tiba-tiba retak, retakan itu menjadi beberapa retakan kecil dan menjalar ke tengah kampung, tiba-tiba dari dalam retakan itu keluar asap.
“Uhhhh bau belerang," kataku sembari menutup hidungku dengan tanganku saat itu.
Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang kulihat, semua yang ada di depanku berubah, pohon-pohon yang ada di pekarangan rumah kini mendadak layu, daun-daun nya tiba-tiba terbakar dengan sendirinya menyisakan batang pohon yang mengering, lalu rumah-rumah yang ada di kampung itu pun perlahan-lahan terkelupas, dinding yang kokoh tersebut seketika terkelupas secara perlahan, lampu yang ada di halaman rumah tiba-tiba memancarkan warna yang berbeda, menjadi warna merah yang redup yang membuatnya semakin mengerikan, juga ditambah dinding yang terkelupas yang kini berubah berwarna merah darah yang menyeramkan.
Aku panik dengan apa yang kulihat, aku sempat berpikir sepertinya kabut tebal yang ada di dalam hutan itu membuatku tersesat, sehingga membuatku memasuki kampung bunian, kampung yang selama ini dipercaya oleh beberapa orang, terutama orang-orang yang tinggal di Jawa Barat. Sebuah kampung hantu yang biasanya muncul di tengah hutan ketika malam tiba, dan sepertinya aku salah memasuki kampung, karena Kampung Halimun tidak menyeramkan seperti ini.
Namun aku masih tidak mengerti, jembatan penghubung kampung, gerbang masuk kampung, hingga rumah-rumah yang aku lihat tadi sama persis dengan Kampung Halimun tempat di mana aku tinggal, bahkan orang-orang yang berkumpul di depan motor trail tadi, adalah teman-temanku sewaktu sekolah dulu.
“Kenapa Kampung Halimun, jadi seperti ini?”
Arghhh
Aku seketika merasakan pusing akibat memikirkan tentang kejadian ini terlalu jauh.
“Ini tidak benar, aku harus keluar dari kampung untuk sementara waktu,” Pikirku.
Aku mencoba berbalik, mencoba menjauhi kampung yang berubah menjadi sesuatu yang mengerikan di depan mataku. Dengan sedikit berlari, aku kembali turun ke arah jembatan, berusaha menyeberang kembali.
Trak
Trak
Trak
Trak
Trang
Kini suara retakan-retakan itu hilang, namun aku tidak ingin memasuki kampung terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang terjadi, aku lebih baik melintasi jembatan dan kembali ke hutan, mencoba berdiam diri di dalam hutan hingga pagi tiba, karena mungkin ketika pagi hari kampungnya akan kembali seperti semula, dan akan banyak warga kampung yang keluar untuk berdagang ataupun bekerja, sehingga aku bisa memastikan bahwa yang kulihat ini adalah Kampung Halimun atau bukan.
Drap drap drap.......
Aku terus-menerus berlari, hingga akhirnya aku sampai di jembatan yang menjadi perbatasan kampung dengan hutan.
Namun,
Aku seketika berhenti, karena jembatan itu mendadak tidak ada di sana, yang ada hanya ada jurang yang sangat dalam, yang menganga mengelilingi kampung. Jurang yang sangat luas, hingga aku tidak melihat ujung dari jurang itu. Di seberang pun tidak terlihat hutan yang aku lewati tadi.
"Bagaimana ini? Aku tidak mungkin kembali ke dalam kampung yang mengerikan itu tapi jika aku tetap di sini juga seperti nya tidak akan aman."
Aku hanya bisa terdiam melihat jurang itu, aku yakin, tadi ada jembatan di sini, namun semuanya hilang seketika. Pikiranku tiba-tiba buntu, aku tidak bisa kembali melintasi jembatan. Aku terjebak, aku semakin tidak mengerti tentang semua ini, kenapa tiba-tiba kampungku berubah menjadi seperti ini.
Aku yang sedang berpikir dalam keadaan panik tiba-tiba mendengar suara dari atas, seperti suara wanita yang sedang tertawa kepadaku, tertawa yang menyeramkan, dia seperti menertawakanku yang sedang kebingungan.
Hihihihi...
“Aya jelema anu masih diluar imah peuting ieu. (Ada manusia yang masih diluar rumah malam ini.)”
Pemandangan yang gelap gulita itu berubah ketika aku merasakan rasa hangat di sekujur tubuhku, rasa hangat yang secara perlahan-lahan muncul disertai dengan semilir angin dan suara kicauan burung yang semakin lama semakin jelas terdengar.Semakin lama pemandangan gelap itu menjadi terang kembali, ketika secara perlahan-lahan aku membuka mataku, dan melihat sinar matahari yang begitu terang dan menyilaukan mata muncul dari pepohonan yang sangat lebat.Apalagi, ketika aku melihat ke sekeliling tempat tersebut, aku melihat beberapa orang yang memakai pakaian lusuh dengan bambu besar yang dia gendong bersamaan dengan beberapa orang yang lainnya yang sedang berada di sekitarku.“Arggh, dimana ini?” kataku.Rupanya, apa yang aku katakan terdengar oleh beberapa orang itu, dan salah seorang dari mereka tiba-tiba berteriak dan memanggil teman-temannya yang berada tak jauh dari sana.“MANGGGGG, IEU JELEMANA GEUS SADAR MANG! (INI ORANGNYA DAH SADAR MANG!)”Dia memanggil beberapa orang dan mendek
Nyi Mas Andini kembali tersenyum, kedua tangannya dia silangkan di atas meja, seperti mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang menjadi tuan rumah di tempat ini.“Namun, aku mempunyai suatu kekhawatiran, kekhawatiran atas sesuatu yang tidak aku perkirakan.”“Yaitu pengorbanan hidup bapakmu yang membuka semua gerbang ke tempat ini dari segala penjuru, sehingga makhluk-makhluk yang lebih kuat dariku masuk begitu saja ke tempat ini,” Ucapnya dengan nada yang tenang.“APAAAAA?”“JADI, BAPAK SU, SU, SUDAH MENINGGAL?” kataku dengan nada yang sangat kaget.Nyi Mas Andini hanya bisa mengangguk, dia meyakinkan ku bahwa dirinya berbuat suatu perjanjian kepada para makhluk itu, para makhluk yang kejam yang bisa mengambil alih hutan yang dia tinggali ketika mereka sudah terbebas dari tugasnya yang membelenggu selama ini.“Jadi, aku sekarang sudah tidak butuh kamu lagi, sudah tidak butuh warga Kampung Halimun lagi.”“Aku tidak peduli dengan kalian.”“Tapi dalam perjanjian itu, ada beberapa orang yang s
Sebuah ruangan yang terang tiba-tiba muncul, terang karena lilin-lilin yang menyala sebegitu banyaknya. Ruangan itu seperti sebuah rumah kayu yang entah berada dimana, rumah kayu yang terlihat klasik karena disertai dengan perabotan yang cantik dengan ukiran-ukiran yang khas di semua sudutnya.Aku sedang duduk disana, duduk di sebuah kursi kayu dengan sebuah meja yang penuh akan makanan yang sangat lezat dan menggugah selera.Ikan asin, ayam goreng, tempe goreng, nasi liwet panas yang masih berasap, juga beberapa sayuran seperti tumis pakis, tumis bayam, lalu ada juga sambal terasi dan lalapan seperti jengkol, pete, juga leunca sebagai tambahannya.Sebuah sajian khas dari masyarakat sunda yang paling enak menurutku.Namun, aku bingung, kenapa aku berada disini, kenapa aku tiba-tiba duduk dengan banyak sekali makanan yang ada tepat di depan mataku.Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku beberapa kali, bahkan menggosok-gosokan kedua mataku karena aku tidak percaya atas apa yang aku rasak
“Ke-kenapa ini?” “Tu-tu-tubuhku?” “Mu-mulutku?” “Kenapa bergerak sendiri?” Aku kebingungan, benar-benar heran melihat tubuhku yang diambil alih oleh sesuatu, aku tidak berbicara sekarang, pandanganku juga diatur oleh sesuatu yang menggerakan wajahku. Sepertinya, tanpa sadar, tubuhku diambil alih oleh sesosok wanita yang merupakan anak Pak Kades bernama Neng. Anak yang mayatnya aku temui di dalam gua dengan kondisi wajahnya yang hancur tak tersisa, mayat yang hidup dan berjalan ketika ada suara dan gerakan. Kali ini, jiwanya muncul dan masuk ke dalam tubuhku, karena dia berbicara panjang lebar dengan bapaknya yang ada disana. Sedangkan jiwa-jiwa yang lainnya… Deg Mataku yang digerakan oleh dirinya kini melihat jiwa-jiwa itu berada di antara Pak Kades dan Pak Emen. Mereka berdiri seperti kepulan asap yang tembus pandang. Dan jumlahnya pun bukan satu atau dua, namun banyak. Mereka yang berasal dari beberapa generasi di atasku, bahkan mungkin salah satu dari mereka adalah leluhur
Ritual Babad Raga, itulah yang kini dilakukan Pak Emen dengan Pak Kades sekarang. Ritual yang dulu dijalankan oleh bapak sebagai seseorang yang memimpin ritual setelah caranya diturunkan secara turun-temurun dari kakek dan kakek buyut.Namun, karena suatu hal bapak menghilang hingga saat ini. Sehingga Pak Emen yang awalnya membantu bapak memimpin ritual terakhir untuk menarik jiwaku agar dipersembahkan kepada NU MAHA AGUNG, yang saat ini sedang melayang-layang di sekitar mereka.Biasanya ada dua ritual yang harus dilakukan, yaitu ritual pemanggilan yang mengharuskan para manusia memotong sesajen berupa ayam cemani dan ikan mas, dan yang kedua adalah ritual penarikan yang kini sedang dilakukan oleh Pak Emen.Pak Emen terlihat dengan serius duduk tepat di depanku, kedua tangannya terlihat dirapatkan dan disimpan ke atas kepala seperti sedang menyembah sesuatu. Sebuah dupa panjang yang menyala terlihat menyelip di antara kedua tangan itu sehingga kepalanya terlihat berasap.Dia bergumam
“Pak Rudii, Pakkk!”Tampak seseorang yang sedang memakai helm proyek berwarna kuning memanggil seseorang yang ada di depan sebuah Gedung tinggi yang belum selesai, dia memakai helm berwarna biru dengan banyak sekali kertas-kertas yang dia bawa.Pak Rudi yang sedang sibuk membaca rancangan proyek yang ada disana hanya mengangkat tangannya ke arah orang tersebut, dia mengisyaratkan agar dirinya mendekat kepadanya.“Pak ini rancangan atas gedung setelah konstruksinya selesai, di dalamnya juga sudah ada penambahan saluran udara, juga rancangan saluran air dan AC Pak,” katanya sambil menyodorkan beberapa kertas yang digulung pada saat itu.Pak Rudi yang sedang sibuk membawa kertas lain di tangannya akhirnya mengambil kertas itu dan diselipkan di antara tangan dan tubuhnya.“Nanti akan aku baca sekaligus mengecek semua rancangan saluran udara, air dan AC ini ke dalam ya,” kata Pak Rudi yang tampak berwibawa.Orang itu pun mengangguk, dia akhirnya berlari kembali meninggalkan Pak Rudi dan ke