Share

BAB 3 - KEPANIKAN

Aku yang tidak mengerti atas kepanikan ini hanya bisa terdiam, teriakan dari seorang pemuda itu juga aku tidak tahu maksudnya apa, dia berlari kesana kemari berkeliling kampung secara berkelompok, dia memberi peringatan kepada semua orang yang sedang beraktifitas di sore itu, semuanya terasa riuh, mereka dengan terburu-buru menyelamatkan dirinya dan masuk ke rumahnya masing-masing.

Aku baru kali ini melihat pemandangan seperti ini, pemandangan para warga yang berlarian ketika pertama kali aku pulang ke rumah, aku tidak tahu tentang apa yang terjadi saat ini. Yang aku tahu saat ini adalah aku sudah sampai ke Kampung Halimun dan aku akan segera pulang ke rumah.

Tik...

Tok...

Tik...

Tok...

Pukul 17:58 dan aku masih berdiri melihat para warga yang berlarian menuju rumahnya masing-masing, aku merasa heran atas perilaku warga sekarang, biasanya di jam segini para warga masih asyik berkumpul di depan rumah sembari mengobrol atau beraktifitas dengan warga lain, namun kali ini seketika berubah.

Brak... Brak.. Brak.. Suara pintu-pintu mulai tertutup satu persatu.

Dalam sekejap semua rumah tampak sepi. Terlihat kini Kampung Halimun tampak kosong, rumah-rumah terkunci rapat, tidak ada seorangpun yang berada diluar, suara pentungan dari beberapa pemuda yang berlarian juga kini tidak terdengar lagi. Kebingungan masih dirasakan olehku, karena sebelum aku dipenjara suasana kampung ketika magrib tidak seperti ini.

Namun baru saja aku berpikir seperti itu, tiba-tiba secara mengejutkan aku merasakan hawa yang kuat datang dan membuat tubuhku merinding, sebuah cahaya merah tiba-tiba muncul dari atas, menutupi bintang dan bulan yang akan muncul ketika malam tiba, cahaya merah redup yang menyinari Kampung Halimun.

Lalu perlahan-lahan kabut muncul, kabut di malam hari yang menutupi seluruh kampung, namun kali ini kabut yang seharusnya putih justru berwarna merah.

Aku bergidik melihat pemandangan tersebut, karena baru kali ini aku melihat kejadian yang seperti ini. Baru kali ini aku melihat kabut merah di Kampung Halimun, karena biasanya apabila Kampung Halimun tertutup kabut biasanya hanya kabut putih tipis yang menutupi keseluruhan kampung.

Aku hanya bisa terdiam, kakiku sangat berat untuk melangkah ke dalam kampung, aku hanya berdiri di depan gerbang kampung yang terbuat dari batu yang dibentuk sedemikian rupa, sebagai penanda bahwa itu adalah pintu masuk Kampung Halimun.

"Ini benar Kampung Halimun, tapi kenapa..... "

Trang

Trak

Trak

Trak

Trak

"Astaga apalagi ini? "

Aku tiba-tiba terkejut atas apa yang kulihat. Suara-suara retakan kini terdengar, suara-suara itu datangnya dari dalam kampung. Aku samar-samar melihat kampung yang tertutup kabut itu dari depan gerbang, namun aku seakan tidak percaya atas apa yang kulihat, Kampung yang selama ini aku lihat secara perlahan-lahan mulai berubah.

“Kenapa ini?” kataku seakan-akan aku tidak percaya dengan apa yang kulihat.

Trak

Trak

Trak

Aku secara spontan mundur beberapa langkah, tiba-tiba tanah yang ada di depanku tiba-tiba retak, retakan itu menjadi beberapa retakan kecil dan menjalar ke tengah kampung, tiba-tiba dari dalam retakan itu keluar asap.

“Uhhhh bau belerang," kataku sembari menutup hidungku dengan tanganku saat itu.

Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang kulihat, semua yang ada di depanku berubah, pohon-pohon yang ada di pekarangan rumah kini mendadak layu, daun-daun nya tiba-tiba terbakar dengan sendirinya menyisakan batang pohon yang mengering, lalu rumah-rumah yang ada di kampung itu pun perlahan-lahan terkelupas, dinding yang kokoh tersebut seketika terkelupas secara perlahan, lampu yang ada di halaman rumah tiba-tiba memancarkan warna yang berbeda, menjadi warna merah yang redup yang membuatnya semakin mengerikan, juga ditambah dinding yang terkelupas yang kini berubah berwarna merah darah yang menyeramkan.

Aku panik dengan apa yang kulihat, aku sempat berpikir sepertinya kabut tebal yang ada di dalam hutan itu membuatku tersesat, sehingga membuatku memasuki kampung bunian, kampung yang selama ini dipercaya oleh beberapa orang, terutama orang-orang yang tinggal di Jawa Barat. Sebuah kampung hantu yang biasanya muncul di tengah hutan ketika malam tiba, dan sepertinya aku salah memasuki kampung, karena Kampung Halimun tidak menyeramkan seperti ini.

Namun aku masih tidak mengerti, jembatan penghubung kampung, gerbang masuk kampung, hingga rumah-rumah yang aku lihat tadi sama persis dengan Kampung Halimun tempat di mana aku tinggal, bahkan orang-orang yang berkumpul di depan motor trail tadi, adalah teman-temanku sewaktu sekolah dulu.

“Kenapa Kampung Halimun, jadi seperti ini?”

Arghhh

Aku seketika merasakan pusing akibat memikirkan tentang kejadian ini terlalu jauh.

“Ini tidak benar, aku harus keluar dari kampung untuk sementara waktu,” Pikirku.

Aku mencoba berbalik, mencoba menjauhi kampung yang berubah menjadi sesuatu yang mengerikan di depan mataku. Dengan sedikit berlari, aku kembali turun ke arah jembatan, berusaha menyeberang kembali.

Trak

Trak

Trak

Trak

Trang

Kini suara retakan-retakan itu hilang, namun aku tidak ingin memasuki kampung terlebih dahulu sebelum mengetahui apa yang terjadi, aku lebih baik melintasi jembatan dan kembali ke hutan, mencoba berdiam diri di dalam hutan hingga pagi tiba, karena mungkin ketika pagi hari kampungnya akan kembali seperti semula, dan akan banyak warga kampung yang keluar untuk berdagang ataupun bekerja, sehingga aku bisa memastikan bahwa yang kulihat ini adalah Kampung Halimun atau bukan.

Drap drap drap.......

Aku terus-menerus berlari, hingga akhirnya aku sampai di jembatan yang menjadi perbatasan kampung dengan hutan.

Namun,

Aku seketika berhenti, karena jembatan itu mendadak tidak ada di sana, yang ada hanya ada jurang yang sangat dalam, yang menganga mengelilingi kampung. Jurang yang sangat luas, hingga aku tidak melihat ujung dari jurang itu. Di seberang pun tidak terlihat hutan yang aku lewati tadi.

"Bagaimana ini? Aku tidak mungkin kembali ke dalam kampung yang mengerikan itu tapi jika aku tetap di sini juga seperti nya tidak akan aman."

Aku hanya bisa terdiam melihat jurang itu, aku yakin, tadi ada jembatan di sini, namun semuanya hilang seketika. Pikiranku tiba-tiba buntu, aku tidak bisa kembali melintasi jembatan. Aku terjebak, aku semakin tidak mengerti tentang semua ini, kenapa tiba-tiba kampungku berubah menjadi seperti ini.

Aku yang sedang berpikir dalam keadaan panik tiba-tiba mendengar suara dari atas, seperti suara wanita yang sedang tertawa kepadaku, tertawa yang menyeramkan, dia seperti menertawakanku yang sedang kebingungan.

Hihihihi...

“Aya jelema anu masih diluar imah peuting ieu. (Ada manusia yang masih diluar rumah malam ini.)”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status