Keluarga Fasha yang kecewa dan marah meninggalkan kediaman keluarga Rangga, namun Fasha menolak untuk pergi.
“Tunggu Mah!! Aku yakin Rangga punya penjelasan sendiri tentang semua ini,” ucap Fasha.
“Penjelasan apa lagi sayang? Dia sudah beristri!” tekan Mamahnya.
“Fasha ayo kita pulang!” perintah Om Evan pada putrinya.
Fasha tetap menolak dan bersikeras untuk menunggu Rangga turun dan mendengar semua penjelasannya.
“AYO KITA PULANG!!” bentak Om Evan pada Fasha.
“Maya, Evan tunggu dulua, aku bisa menjelaskannya! Pernikahan Rangga dan Dinda tidak pernah kami restui. Bukankah kita sudah berjanji untuk menjodohkan anak kita kelak!” jelas Mamah Tari yang terus berusaha menjelaskan pada sahabatnya.
“Aku yang merestui mereka!” sambung Papah Harto.
Om Evan yang mendengar pernyataan dari Papah Harto langsung tersulut amarah.
“INI SAMBUTAN DARI KELUARGAMU HARTO??CUIHHHH!!” ucap Om Evan sambil berkacak pinggang.
“Pah, kenapa kamu malah memperkeruh suasana!” kesal Mamah Tari pada suaminya.
Suara keributan di bawah terdengar oleh Rangga. Ia lalu turun ke bawah melihat situasi yang terjadi.
Fasha yang melihat Rangga turun telihat begitu bahagia.
“Rangga,” panggilnya lirih. Fasha berlari kecil menghampiri Rangga yang berdiri di dekat tangga.
“Rangga aku mohon jelaskan semuanya. Apa sebenarnya hubunganmu dengan wanita yang kamu bawa barusan?” tanya Fasha penasaran.
“Namanya Dinda. Dia istriku!!” jelas Rangga dengan singkat.
Fasha tidak percaya dengan ucapan Rangga ia kembali meminta penjelasan pada Rangga, “Ini gak mungkin. Kamu pasti bohong. Ini cuma candaan kamu aja buat aku kan?”
“Rangga kita udah janji untuk saling bersama dan kamu juga berjanji akan menikahiku!” Fasha yang terus memaksakan keyakinannya pada Rangga.
“Itu dulu Fasha. Bukankah kamu sendiri yang pergi meninggalkan aku dan kamu yang tidak lagi berkabar padaku! Itu hanya kenangan masa SMA kita dan semua itu hanyalah cinta monyet,” Rangga mencoba memberi pengertian pada Fasha.
“Cinta Monyet?” ucap pelan Fasha yang langsung terkulai lemas di hadapan Rangga.
Rangga pun secara otomatis memegang tubuh Fasha yang akan terjatuh padanya.
Om Evan dan Tante Maya pun segera meraih tubuh putrinya.
“Mamah sudah bilang jangan terlalu cape, kamu masih butuh peyesuaian dengan lingkungan di Indonesia!” kata Tante Maya yang terlihat begitu khawatir melihat kondisi putrinya.
Rangga pun membantu Fasha untuk berdiri, namun Fasha tidak bisa. Akhirnya Rangga membopong Fasha ke sofa.
Rangga dan keluarganya terlihat bingung melihat kondisi Fasha yang tiba-tiba terkulai lemas dan raut wajah yang memucat.
“Om… maaf, Fasha kenapa yah?” tanya Rangga penasaran.
Om Evan hanya menoleh dan menatap kesal pada Rangga. Ia mengabaikan pertanyaan yang Rangga berikan dan langsung mengajak istrinya untuk pulang.
“Mah, ayo kita pulang!!” ia sepertinya sudah tidak nyaman berada di rumah Rangga, namun Fasha meraih tangan Papahnya dan memegangnya begitu erat menandakan dirinya tidak ingin beranjak dari tempat tersebut.
“Lebih baik kita ceritakan saja pada Rangga yang sebenarnya Pah!!” suruh Tante Maya pada suaminya.
Om Evan yang sudah bersiap untuk pergi akhirnya kembali duduk.
“Tante dan Om mengajak Fasha pindah ke Singapur bukan tanpa alasan Rangga. Dia di sana berjuang untuk hidup melawan penyakitnya,” cerita Tante Maya.
Rangga dan keluarganya sangat terkejut mendengar hal tersebut.
“Penyakit?? Memangnya Fasha sakit apa?” tanya Rangga.
“Dia mengidap penyakit kanker. Dulu apa kamu masih ingat saat Fasha duduk di bangku SMA dia sering sekali pingsan, karena kami khawatir dengan keadaan Fasha akhirnya Om dan Tante melakukan pemeriksaan kesehatan menyeluruh pada Fasha hingga hasilnya keluar dan Fasha dinyatakan mengidap penyakit kanker,” cerita kembali Tante Maya.
“Saat itu tanpa banyak bicara kami langsung mencari tempat terbaik untuk pengobatan Fasha. Lalu Om dan Tante di sarankan oleh dokter untuk berobat ke salah satu Rumah Sakit yang ada di Singapur. Awalnya Fasha menolak karena ia tidak ingin berpisah dari kamu, tapi kami terus membujuknya hingga akhirnya dia setuju untuk pindah ke Singapur,” tambah Tante Maya.
“Lalu kenapa Fasha tidak menceritakan hal ini sama Rangga?” tanya Rangga.
“Fasha tidak ingin membuat kamu khawatir,” jelas Tante Maya.
Om Evan mengeluarkan tabletnya dan memperlihatkan foto-foto Fasha selama menjalani pengobatan di Singapur.
Rangga menunduk menyimpan kedua telapak tangan di wajahnya, ia merasa bersalah karena selama ini menyangka Fasha pergi meninggalkannya, mencampakannya, bahkan melupakan janjinya.
“Fasha menjalani berbagai macam pengobatan dan kemoterapi yang membuatnya kehilangan mahkota di kepalanya, tapi sedikitpun Fasha tidak pernah mengeluh dan kamu tau apa yang menjadi semangat dia?”
“Itu kamu Rangga. Fasha ingin sembuh untuk kamu karena dia ingin kembali ke Indonesia dan bertemu dengan kamu!” pungkas Tante Maya yang mengeratkan giginya menahan getaran bibir karena tak kuasa ingin meneteskan air mata saat mengenang kembali bagaimana perjuangan putrinya untuk sembuh.
Tanpa sadar Rangga langsung memeluk Fasha.
Dinda menyaksikan pemandangan itu dari atas. Sulit rasanya menjadi Dinda, sosok wanita yang hadir di tengah kisah cinta masa lalu suaminya yang belum usai. Di tambah dengan kondisinya yang jelas sudah tidak diharapkan oleh Mamah Tari.
“Mas apa kita masih bisa bersama?”
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra