“Lalu bagaimana keadaan Fasha saat ini?” tanya Papah Harto.
“Aku bersyukur, putriku adalah orang yang begitu kuat dan gigih. Dokter sudah menyatakan dia sembuh total,” jawab Om Evan.
“Itulah alasan kenapa kami pulang, karena Fasha ingin segera bertemu kembali dengan Rangga!” tambah Tante Maya.
“Tapi kenapa kondisinya sekarang kembali melemah?” tanya Mama Tari memastikan.
“Dia masih butuh penyesuaian!” jawab singkat Tante Maya.
Namun sepertinya Mamah Tari terlihat begitu khawatir bukan karena sakit yang di derita olehh Fasha sebelumnya. Ia khawatir jika Fasha masih mengidap penyakit tersebut, Fasha pun sama tidak bisa mengandung anak Rangga kelak.
****
Dinda awalnya berniat untuk menghampiri Rangga, ia sudah berjalan menuju tangga, namun ia menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk turun ke bawah.
“Rasanya kehadiranku tidak akan memberikan pengaruh apapun di sana,” ucap Dinda. Ia lalu berbalik dan kembali ke kamarnya.
Dunia Dinda sepertinya sudah hancur berkeping-keping saat ini. Ia telah gagal menjadi seorang wanita dan menjadi seorang istri.
Kehidupan rumah tangga yang romantis dan harmonis ini sekarang hanya akan menjadi sebuah cerita untuk Dinda.
“Apa benar aku sudah ikhlas?” gumamnya dalam hati seraya membaringkan tubuhnya di tempat tidur.
Pikiranya melayang mengenang kembali masa dimana saat dulu pertama kali ia bertemu dengan Rangga. Dinda tersenyum masam, ia tidak menyangka kehidupan rumah tangganya berakhir seperti ini.
Derdddd… derddd….
Getaran ponselnya membuat ia tersadar dari lamunan masa lalunya.
“Ibu…” panggilnya lirih saat melihat nama kontak yang tertera di ponselnya. Dinda langsung menyeka air matanya dan mengatur suaranya agar ibunya tidak khawatir.
“Assalamualaikum… Bu,” sapa Dinda dengan suara agak bergetar.
“Waalaikumsalam, sayang!!” jawab Sang Ibu begitu lemah lembut.
“Din, bagaimana kabarmu dan suamimu?” tanya Ibunya karena sudah beberapa minggu ini Dinda jarang menghubungi keluarganya.
“Dinnn…da, baik Bu… Mas Rangga juga sehat bu, Alhamdulillah,” jawabnya agak terbata, karena keadaan sebenarnya dia sedang tidak baik-baik saja.
“Alhamdulillah kalau begitu. Ibu lega mendengarnya jika kalian baik-baik saja. Belakangan perasaan ibu tidak enak Nak, apa lagi kamu jarang menghubungi Ibu,” ucap lembut Ibu Harti.
Dinda terdiam, menunduk, dan menutup mulutnya. Air matanya menetes. Rasanya ingin sekali ia menangis sekencang mungkin dipelukan Sang Ibu melepaskan semua rasa sakit yang bertubi-tubi menimpanya.
“Nak… kamu masih di sana kan?” tanya Ibu Harti.
“I-y-a.. Bu,” jawab Dinda.
“Kalau ada waktu senggang datanglah berkunjung ke rumah, Ayah dan Ibu rindu ingin bertemu dengan kalian!” ujar Sang Ibu.
“Insya allah Bu, nanti kalau Mas Rangga tidak sibuk!” ucap Dinda.
“Bu sudah dulu yah! Dinda lagi ada kerjaan yang harus diselesaikan, nanti Dinda telepon Ibu lagi!” pungkas Dinda yang ingin segera mengakhiri pembicaraan dengan Ibunya.
“Ya sudah Nak! Baik-baik kamu di sana yah!!” ucap Sang Ibu yang sepertinya juga merasakan jika putrinya sedang ada masalah, namun Ibu Harti tidak banyak bertanya karena bukan porsinya untuk ikut campur urusan rumah tangga putrinya, kecuali Dinda sendiri yang bercerita dan meminta bantuannya.
“Assalamualaikum!!”
“Waalaikumsalam, Bu!!”
Ibu dan anak ini mengakhiri pembicaraan singakat mereka.
Dinda lalu beranjak dari tempat tidurnya, ia keluar dari kamarnya dan memutuskan untuk turun ke ruang bawah, namun ternyata mereka sudah tidak ada. Ia melihat sekeliling dan tak mendapati siapa pun, sepertinya semua orang pergi.
Bi Darmi lalu menghampiri Dinda yang terlihat kebingungan.
“Non…” panggil Bi Darmi.
Dinda pun menoleh.
“Bi.. ini orang pada kemana yah?” tanya Dinda yang masih saja menelusuri setiap sudut rumah, namun tak juga ia dapati sosok lalaki yang ia harapakan.
“Mas Rangga ke luar Non, ikut keluarga Pak Evan. Ibu sama Bapak juga ikut Non,” jawab Bi Darmi.
Dinda mengangguk-anggukan kepalanya.
“Oh…”
“Bibi ke belakang dulu yah Non, lagi beres-beres di dapur!” Bi Darmi permisi untuk pergi, namun Dinda seperti tidak mendengar bahakan mungkin mengabaikan Bi Darmi sehingga Bi Darmi langsung pergi meninggalkan Dinda.
Pandangan Dinda begitu kosong. Ia berjalan gontai.
“Apa aku benar-benar sendiri kali ini?”
“NON DINDA…” teriak Bi Darmi yang mendapati Dinda sudah terbaring di lantai. “Ya Allah Non, kenapa toh ini?” Bi Darmi kebingungan melihat kondisi Dinda. Ia berusaha mengangkat tubuh Dinda, namun kesulitan sehingga Bi Darmi berlari mencari Pak Dono untuk membantunya. Akhirnya Dinda dibopong ke kamarnya oleh Pak Dono dan Bi Darmi langsung menghubungi Rangga. “Den… maaf Bibi ganggu, ini Non Dinda pingsan Den..” seru Bi Darmi pada Rangga yang sedang menunggui Fasha. Ternyata kondisi Fasha drop sehingga ia di larikan ke rumah sakit dan Fasha hanya ingin ditunggi oleh Rangga. “Hah… ko bisa Bi?” tanya Rangga yang kaget mendengar kabar dari Bi Darmi. “Bibi gak tau kenapa Den, Bibi udah lihat kondisi Non Dinda terbaring di lantai ruang tengah,” cerita Bi Darmi pada Rangga. “Ya udah, aku pulang sekarang Bi,” Rangga menutup teleponnya untuk segera melihat kondisi Dinda. Saat Rangga akan pergi, Fasha meraih tangan Rangga. “Jangan tinggalin aku!!” pinta Fasha. Rangga membalikan badannya i
Ternyata itu Dinda. Dia pergi dari kamarnya, mencari ruangan Fasha. Dengan alat infus yang terpasang di tangannya ia menyusuri lorong rumah sakit. Akhirnya Dinda menemukan tempat Fasha di rawat. “Kamu punya kesempatan untuk memiliki Rangga kembali!” ucap Dinda yang datang tiba-tiba. Kedatangannya membuat Rangga dan Fasha terkejut, terutama Rangga yang mendengar pernyataan dari sang istri. “DINDA!! Jaga ucapanmu!!” bentak Rangga pada istrinya yang sudah sembarangan bicara. “Tapi apa kamu rela menjadi madunya Mas Rangga?” tanya Dinda dengan nada menantang. Ia sengaja menanyakan hal itu pada Fasha karena mana mungkin ada seorang perempuan yang rela hanya menjadi madu bagi prianya. Fasha sepertinya kesulitan untuk menjawab. Ia hanya menatap tajam wanita yang berpenampilan lusuh di hadapannya saat ini. Ia mulai menarik nafanya. Sepertinya sudah siap dengan jawaban yang akan ia berikan untuk Dinda. “Tidak masalah bagiku. Selama itu dengan Rangga!” jawab Fasha. Dinda dan Rangga tak
Tak ada jawaban yang bisa diucapakan oleh Dinda. Ia seolah mendapat skakmat dari Fasha atas posisinya saat ini.Dinda mundur dari hadapan Fasha kembali menuju ruangannya.“Aku antar yah!” Rangga menawarkan diri untuk mengantar Dinda, namun Dinda menolaknya dengan tegas.“Gak usah Mas. Jaga saja wanitamu di sini!” ucap Dinda dengan tatapan muak pada suaminya.“Aku bisa jelaskan tentang ponsel ini sayang!” Rangga yang berusah membela diri.“Gak usah!! Permisi!!!” Dinda meninggalkan ruangan Fasha dengan langkah gontai.Rangga tidak mengikutinya karena ia tau istrinya sedang dalam keadaan marah. Apapun yang ia jelaskan saat ini pasti hanya akan dianggap sebuah kebohongan oleh Dinda.Sementara di ruang rawat Fasha, Rangga pun terlihat begitu kebingungan apa yang harus ia lakukan saat ini, sehingga Rangga permisi untuk keluar dari ruangan tersebut.“Aku mau cari angina dulu keluar!” Rangga pamit pada Fasha.“Kejar saja istrimu! Beri dia penjelasan kalau aku sama sekali tidak akan mundur!” u
Mendengar berita kemandulan Dinda membuat hati Fasha bahagia, ia merasa kesempatannya untuk masuk kembali ke kehidupan Rangga menjadi lebih mudah. “Tapi kenapa Rangga masih mempertahankan Dinda?” tanya Fasha paca Mamah Tari.“Tante juga gak tau kenapa Rangga masih saja mempertahankan wanita mandul itu, pasti dia pakai guna-guna buat memikat hati Rangga,” jawab Mamah Tari yang sedang menerka-nerka alasan putranya yang masih saja mempertahankan Dinda.“Husss... zaman sekarang ko masih percaya gituan,” sela Tante Maya yang tidak percaya dengan hal-hal seperti itu.“Ya bisa aja donk!!” ucap Mamah Tari yang masih keukeuh.“Sudahlah gak usah bahas gituan!!” larang Tante Maya yang sepertinya mulai risih dengan pembicaraan Mamah Tari.“Fasha, Mamah tidak yakin Papahmu akan setuju dengan pernikahan ini, mengingat kamu akan menjadi istri kedua Rangga!!” khawatir Tante Maya akan keputusan yang nantinya akan dibuat oleh Fasha.“Tenang saja Mah, aku akan urus semua itu!!” Fasha terlihat begitu ya
Keesokan harinya Dinda dan Fasha sama-sama diizinkan untuk pulang dari rumah sakit karena keadaan mereka sudah membaik.Rangga berniat mengantar istrinya lebih dulu, tapi saat ia mengecek kamarnya ternyata Dinda sudah tidak ada di sana.“Sus yang tinggal di kamar ini kemana yah?” tanya Rangga pada suster jaga.“Tadi sudah pulang Pak!!” jawab Suster tersebut.“Sama siapa yah??” tanya lagi Rangga yang begitu penasaran.“Tadi sama laki-laki Pak, mungkin suaminya,” jawab lagi Suster tersebut.“Jadi dia bersama dengan seorang pria?” ucap Rangga tidak percaya dan bertanya-tanya siapa pria yang sudah menjemput istrinya di rumah sakit.Saat Rangga akan menghubungi Dinda, ponselnya sudah berdering lebih dulu. Fasha yang sudah tidak sabar terus saja menghubungi Rangga.Rangga yang melihatnya tanpa kompromi langsung pergi menuju kamar Fasha dengan wajah masih kesal karena Dinda yang tidak meminta izin padanya pulang duluan, apa lagi sampai di antar oleh seorang pria.“Kamu kenapa sih?” tanya Ma
Dinda tertegun tidak pecaya saat mendengar perkataan dari suaminya barusan.“Jadi kamu benar-benar akan kembali pada Fasha?” tanya Dinda seolah tak percaya.“Kamu yang memaksaku untuk melakukan hal itu,” jawab Rangga. Ia lalu berjalan ke luar dari kamarnya meninggalkan Dinda sedirian yang duduk di tempat tidurnya.Mamah Tari yang melihat Rangga keluar dari kamarnya dengan wajah yang kesal dan penuh amarah, segera mengejar putranya itu.“Rangga…, RANGGAAAA,” teriak Mamah Tari memanggil putrnya, namuan Rangga tidak menggubris panggilan dari Mamahnya dan berlalu begitu saja menacap gas mobilnya sekuat mungkin untuk pergi dari rumahnya.Mamah Tari yang penasaran lalu menuju ruang atas untuk menemui Dinda dan menanyakan tentang Rangga yang terlihat marah.“Dinda… Dindaaaaa….ADINDAAAA,” teriak Mamah Tari dari luar sambil mengetuk-ngetuk pintu memanggil Dinda yang tak kunjung keluar.Tak lama Dinda membuka pintu kamarnya, ia bahakan tak sempat membuka mukena yang masih ia kenankan karena b
Ketika Andi menghubungi Rangga ternyata ia ada di rumah Fasha.“Puas kamu??” tanya Andi yang menoleh pada Fasha.“Makasih yah!!” ucap Fasha.Ternyata Andi memang di suruh oleh Fasha untuk mengatarkan Dinda karena ia tidak ingin diganggu oleh kehadiran Dinda dan jadwal kepulangannya yang sama pasti malah akan membuatnya menunggu karena Rangga pasti akan mengantarkan istrinya dulu.“Mau kamu tuh apa sih?? Rangga udah nikah Sha!” Andi mencoba memberi penjelasan tentang posisi mereka saat ini yang sudah berbeda.“Yah gak papa! Aku akan jadi istri keduanya!!” tegas Fasha pada sahabatanya ini.Andi melengak mendengar apa yang Fasha katakana padanya.“SHA….!!” bentak Andi pada sahabatnya ini yang begitu terheran-heran.“Aku serius kok!!” ucap Fasha mantap.“Kamu benar-benar udah kehilangan akal sehatmu Sha!!” komentar Andi saat mendengar pernyataan dari Fasha.“Sha… aku mohon pikirkan baik-baik lagi keputusan in!! Masih ada aku Sha,” Andi yang masih saja membujuk Fasha.“Kalau kamu ke sini
Kakinya seolah sudah tak menapak lagi di atas bumi. Bukan terbang karena bahagia, tapi dunianya hancur seketika. “Heiii… sini bantu Mamah!!” panggil Mamah Tari yang melambaikan tangannya pada Dinda. Senyum Mamah Tari yang terlihat begitu puas melihat ekspresi hancur pada Dinda. Panggilannya untuk membantu bukan sebuah panggilan tulus pada menantunya, tapi hanya guyonan untuk kesedihan Dinda di pagi ini. “Mahhhh… apa-apaan ini?” tanya Rangga yang tepat berdiri di belakang Dinda. “Ini!!” sambil menunjuk pada dekorasi yang sedang Mamah Tari persiapkan. “Hari ini kamu akan melangsungkan pernikahanmu dengan Fasha,” jawab Mamah Tari dengan sumringah. “Arghhhh… Mamah benar-benar antusias sekali, tadinya Mamah ingin membuat pesta yang meriah dan besar untuk kalian!!” tambah Mamah Tari. “Kenapa harus di rumah ini Mah?” bentak Rangga bertanya pada Mamah Tari. “Mamah yang usulkan!! Memangnya kenapa?” ucap M