Share

4. Berburu

"Ingat perjanjian kita. Jangan pernah masuk ke dalam ruangan ujung itu." Garvin memperingati Jennie.

Saat ini Garvin dan Jennie sedang berada di lantai atas rumah Garvin. Ada 4 kamar di lantai atas. Kamar pertama kosong, kamar kedua kamar Jennie, kamar ketiga kamar Garvin, dan kamar keempat kamar rahasia milik Garvin yang tidak boleh dimasuki siapa pun.

"Baiklah, terserah kau saja. Aku juga tidak peduli dengan itu." Ucap Jennie tak peduli.

"Aku lelah mau tidur. Selamat malam, aku tidur duluan." Jennie masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Meninggalkan Garvin sendiri.

Setelah Jennie masuk ke kamarnya, Garvin langsung masuk ke kamar rahasia miliknya.

Garvin duduk di sofa. Dia diam untuk beberapa saat. Sungguh yang terjadi belakangan ini begitu sulit dicerna. Semuanya terjadi secara tiba-tiba dan membuat beban Garvin bertambah.

Garvin memijat kepalanya. "Kepalaku rasanya mau pecah." Garvin menghela nafasnya lelah.

"Mungkinkah ini yang dinamakan takdir? Tuhan mengutukku tidak akan pernah menyukai wanita sehingga aku tidak akan pernah menikah. Tapi wanita gila itu malah masuk dan mengacaukan kehidupanku." Lagi, Garvin kali ini memijat pangkal hidungnya.

Garvin mengambil ponsel di sakunya. Dia mencari nomor yang akan dia hubungi. Setelah menemukannya, Garvin langsung meneleponnya. "John, apakah markas baik-baik saja?" tanya Garvin pada seseorang di sebrang sana yang bernama John.

"Sangat baik, Tuan." Jawab John.

"Aku sedang ingin berburu. Aku akan ke hutan untuk berburu." Garvin memberitahu John.

"Apakah anda ingin aku temani, Tuan?" Tanya John lagi.

"Tidak perlu."

"Di markas ada dua tikus malang. Apakah kau tidak ingin melampiaskannya pada mereka saja? Jika berburu tengah malam begini akan sulit pastinya." John bertanya pada Garvin.

Garvin menggelengkan kepalanya. "Aku sudah memutuskan akan berburu saja malam ini." Garvin menolak usulan John.

"Baiklah, Tuan." John menghargai keputusan Garvin.

Garvin mematikan panggilan telepon mereka secara sepihak. Setelah itu Garvin membuka jas dan kemejanya, kini Garvin hanya memakai kaos polos berwarna putih dan celana bahan berwarna hitam.

Garvin berjalan keluar dari ruangan itu dengan langkah pelan. Takut membangunkan Jennie.

Setelah berhasil keluar dari rumahnya, Garvin langsung masuk ke dalam mobilnya. Dia langsung menghidupkan mesin mobilnya.

"Berapa hewan yang akan kutemui malam ini? Aku ingin memburu setidaknya 6 hewan." Garvin membawa mobilnya keluar dari pekarangan rumah.

Garvin langsung menuju ke hutan di mana biasanya dia berburu. Garvin mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sekitar setengah jam Garvin di perjalanan, sekarang dia sudah sampai di hutan. Garvin memarkirkan mobilnya di pinggir hutan, lalu dia langsung masuk ke dalam hutan sendirian.

Belum masuk ke hutan bagian dalam, Garvin sudah menemukan 1 musang.

"Hanya musang?" Tanya Garvin pada dirinya sendiri.

"Ah tapi tidak apa, yang penting aku bisa berburu." Garvin mengarahkan senapannya dan membidik musang itu.

Dorrr!!

Musang itu mati, tapi bukan Garvin yang menembak.

Garvin terkejut saat suara tembakan terdengar nyaring di telinganya. Yang membuat Garvin terkejut adalah bahkan dia belum menarik pelatuknya. Lalu siapa yang menembak musang itu?

"Kau terlambat, aku yang sudah menargetkan musang itu duluan." Seorang lelaki muncul dari balik pohon besar. Lelaki itu tersenyum mengejek Garvin.

Garvin menatap lelaki itu dengan tatapan datarnya. Dia mengamati lelaki itu dari atas ke bawah.

"Lain kali kau harus belajar lebih gesit lagi agar tidak didahului orang lain." Lelaki itu menepuk pundak Garvin beberapa kali.

Garvin mengawasi gerak-gerik lelaki itu. "Siapa kau?" Tanya Garvin pada lelaki itu.

"Bukan urusanmu." Jawab lelaki itu dengan nada mengejek. Lelaki itu pergi melewati Garvin begitu saja.

Garvin tersenyum miring. Bukankan ini yang dikatakan takdir? Saat Garvin butuh pelampiasan, seseorang muncul dengan sukarela. Nikmat mana lagi yang harus Garvin dustakan?

Garvin berjalan tanpa suara mendekati lelaki itu. Setelah jarak mereka mulai menipis, Garvin langsung memukul kepala lelaki itu dengan senapannya.

Lelaki itu meringis kesakitan. Dia terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba. Tidak tinggal diam, lelaki itu langsung melawan. Dia langsung balik menyerang Garvin.

Terjadi aksi saling menyerang antara Garvin dan lelaki itu.

Seberapa kuat lelaki itu melawan, Garvin akan balik menyerang dengan kekuatan berkali-kali lipat.

Garvin mendorong lelaki itu sampai lelaki itu jatuh ke tanah. Lalu dengan cepat Garvin kembali memukulkan senapannya yang berat itu berkali-kali pada kepala lelaki itu.

Lelaki itu meringis kesakitan. Darah mengalir deras dari kepalanya. Tak mau berlama-lama, Garvin mengambil sebatang kayu yang berukuran sepaha kakinya. Lalu Garvin langsung memukuli seluruh tubuh lelaki itu dengan kayu yang dia dapatkan. Garvin memukul dengan brutal, benar-benar seperti seserang yang sedang kesurupan. Dia berhenti memukul saat lelaki itu sudah tak merespon kesakitan atas pukulannya lagi. Garvin memperhatikan lelaki itu, ternyata lelaki itu sudah berhenti bernapas.

Garvin mencapakkan kayu itu secara asal. Lalu Garvin melihat baju kaos putih yang ia kenakan. Baju itu benar-benar berlumur darah sekarang. Bukan hanya baju, tubuh Garvin juga berlumuran darah. Rambut Garvin, dari atas sampai bawah tubuh Garvin berlumur darah.

Meskipun tubuh Garvin sudah berlumuran darah, tapi Garvin tetap belum puas. Garvin mencari mangsa baru. Dia terus masuk ke dalam hutan untuk menemukan hewan lain yang bisa dia bunuh.

Sekitar 3 jam Garvin menghabiskan waktu untuk berburu. Malam ini Garvin sudah membunuh 4 musang, 3 burung, 2 ayam hutan, dan 1 rusa. Dan satu manusia yang tidak dia kenal. Ini sudah melebihi target awal buruan Garvin.

Tubuh Garvin sudah basah. Keringat bercampur darah sudah lengket di tubuh Garvin. Dia juga sudah lelah.

Garvin memutuskan menyelesaikan buruannya malam ini. Dia langsung pergi menuju mobilnya untuk pulang.

Garvin masuk ke dalam mobil. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Dia sudah gerah dan ingin mandi. Bau amis darah manusia yang menempel di bajunya benar-benar mengganggu indera penciumannya.

"Sial! Bisa-bisanya sendalku hilang. Sering sekali begini jika aku berburu, sendalku selalu hilang entah tertinggal di mana." Garvin mengomel karena sendalnya hilang.

Di perjalanan Garvin tak memikirkan apa-apa. Dia sudah sedikit lega setelah melampiaskan semua emosinya saat berburu tadi.

Sesampainya di rumah, Garvin langsung masuk ke dalam rumah dengan kaki telanjang dan keringat yang menetes. Garvin benar-benar mandi keringat bercampur darah.

Garvin melangkah pelan. Dia masuk ke kamarnya untuk mengambil handuk. Lalu dia berjalan keluar menuju kamar rahasianya. Dia akan membersihkan diri di kamar rahasianya seperti biasa. Garvin melangkah sangat pelan, dia tidak ingin Jennie terbangun dan melihatnya.

Garvin masuk ke dalam kamar rahasianya. Garvin langsung membuka bajunya dan mencampakkannya secara asal. Setelah itu Garvin langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

*****

Pagi ini Garvin tidak pergi ke kantor karena besok adalah hari pernikahannya.

Garvin sudah duduk di meja makan dengan banyak menu makanan yang ada di hadapannya.

"Siapa yang menyiapkan makanan yang banyak dan lezat ini?" Jennie baru keluar dari kamar. Dia berjalan menuju meja makan dan mendudukkan dirinya di depan Garvin.

"Tidak usah banyak tanya. Makan saja." Garvin menjawab jutek.

"Kenapa kau begitu kaku? Aku hanya bertanya padamu. Siapa yang menyiapkan semua makanan ini? Tidak mungkin kau yang menyiapkannya." Jennie penasaran siapa yang memasak semuanya.

"Tentu saja pembantuku yang menyiapkan semuanya. Ada dua pembantu. Yang satu bertugas untuk masak, datang pagi sekali untuk masak, lalu setelahnya langsung pergi pulang. Dan yang satunya lagi akan datang sedikit siang, mungkin sebentar lagi. Pekerjaannya membersihkan rumah." Garvin menjelaskan pada Jennie.

Jennie mengangguk mengerti. "Tapi pintu rumah sepertinya masih terkunci?" tanya Jennie.

"Mereka masuk dari pintu belakang. Mereka punya akses untuk masuk dari pintu belakang." Jawab Garvin singkat.

Jennie menganggukkan kepalanya sekali lagi.

Setelah itu Jennie tak mau bertanya lagi. Sudah cukup bertanya. Jennie lapar, dia mau makan.

Jennie mengambil piring, menuangkan nasi dan lauk di piringnya.

Jennie tersenyum ramah pada Garvin. "Selamat makan." Setelah itu Jennie langsung melahap makanannya.

Garvin menggelengkan kepalanya. Bahkan Garvin yang sampai duluan di meja makan saja belum mengambil piring, Jennie yang baru datang langsung makan. Memang wanita gila ini selalu saja berkelakuan buruk dan tidak sopan.

Jennie membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk menyelesaikan ritual makannya. Setelah makan, Jennie mau mandi. Ya, Jennie belum mandi. Dia sarapan dahulu, setelahnya baru mandi.

"Aku selesai. Aku mau mandi dulu." Jennie beranjak dari tempat duduknya. Dia berjalan menuju kamarnya.

Garvin hanya menatapi kepergian Jennie dengan tidak suka.

"Dasar wanita tidak tau malu! Aku yang punya rumah, tapi wanita gila itu yang makan duluan!" Garvin mengomel dalam hati.

Garvin menyuapkan makanannya kembali ke dalam mulut. Dia kembali menikmati makanannya dengan khidmat.

"GARVIN! GARVIN! LIAT INI GARVIN!"

"Uhuk uhukk!" Garvin langsung terbatuk, dia tersedak saat mendengar jeritan Jennie yang melengking dan sangat tiba-tiba.

Jennie berteriak histeris memanggil-manggil nama Garvin. Entah apa yang membuat Jennie menjerit. Tapi yang pasti itu hampir membuat Garvin mati tersedak.

"GARVIN! CEPAT KEMARI! LIHAT INI!"

Garvin terkejut saat Jennie kembali menjerit. Dia langsung bangkit dan segera menghampiri Jennie. "Ada apa? Bisakah kau tidak menjerit? Telingaku sakit mendengar jeritanmu! Aku juga hampir mati tersedak karena terkejut mendengar jeritan sumbangmu itu!"

"Lihat ini! Kemarilah!" Jennie memanggil Garvin.

Dengan rasa malas, Garvin berjalan mendekat Jennie.

"Ada ap--"

"Ini! Lihat! Ada jejak kaki, banyak sekali. Dan tetesan darah juga. Lihat ini. Jejak kakinya menuju ke atas. Ke kamar kita." Jennie menunjuk bekas jejak kaki di lantai itu.

Garvin menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup kencang, takut kalau rahasianya akan terbongkar. Gila saja! Masa secepat ini? Garvin tidak mau rahasianya diketahui oleh Jennie.

"Bodoh sekali aku. Saat aku turun tadi aku tidak menyadarinya. Mungkin karena aku masih ngantuk dan sangat lapar jadi aku tidak sadar dengan jejak kaki ini." Garvin merutuki dirinya sendiri dalam hati.

Jennie memperhatikan jejak kaki dan tetesan darah yang sudah kering itu.

"Sialan! Kenapa aku tidak membersihkan ini tadi malam?! Lagi pula kenapa pembantu yang bertugas membersihkan rumah itu lama sekali datangnya?!" Garvin kembali menggerutu dalam hati. Dia benar-benar panik.

"Pembantu yang bertugas untuk masak juga tidak memperhatikan ini. Pembantu itu masuk dari belakang dan langsung ke dapur untuk masak. Dia pasti tidak memperhatikan lantai ini." Lanjut Garvin bicara dalam hati. Garvin benar-benar merutuki kebodohannya sendiri.

"Apa ini? Kenapa ada jejak kaki dan darah kering seperti ini?" Jennie bertanya pada Garvin.

"Aku--- A-aku juga tidak tau." Garvin menjawab dengan terbata-bata. Dia gugup.

"Mungkin ini jejak kaki maling atau pembunuh?" Garvin mencoba mencari alasan supaya dirinya tidak dicurigai.

Jennie melotot lebar. "APA?! MALING? PEMBUNUH?!" Jennie berteriak keras. Dia benar-benar terlihat shock.

"Kenapa rumahmu sangat menyeramkan? Kenapa bisa maling atau pembunuh masuk?!" Tanya Jennie pada Garvin.

"Mana aku tau. Jika aku tau mereka masuk, aku akan membunuh mereka saat itu juga." Jawab Garvin berbohong.

"Sial! Rumahmu benar-benar menakutkan. Rumahmu benar-benar tidak aman!"

"Apa sebaiknya kau belikan rumah baru saja untukku supaya aku aman?" tanya Jennie.

Garvin berdecak. "Enak saja kau! Itu tidak ada dalam syarat pernikahan kontrak kita! Berani sekali kau memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan!" Garvin mengomeli Jennie.

Jennie memegang kepalanya yang mendadak pusing. Apalagi mendengar omelan Garvin. "Terserah kau saja. Cepat bereskan ini. Aku sudah mual melihatnya." Jennie berjalan menaiki tangga menuju kamarnya, dia meninggalkan Garvin begitu saja. Jennie harus mandi untuk mendinginkan pikiran dan dirinya yang sangat shock.

Setelah kepergian Jennie, Garvin langsung berjalan kembali menuju meja makan. "Sialan! Hampir saja aku ketahuan. Untung aku pandai mencari alasan." Garvin mengomeli dirinya sendiri. Dia sangat ceroboh. Untung hari ini keberuntungan berpihak padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status